Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20250702-WA0069.jpg
Mohamad Almas peraih gelar doktor di usia 25 tahun. (Dok. ITS)

Intinya sih...

  • Mohamad Almas meraih gelar doktor di usia 25 tahun dari ITS.

  • Almas mempublikasikan 35 artikel jurnal ilmiah, termasuk kolaborasi riset global.

  • Topik penelitian Almas adalah stabilitas Sistem Tenaga Listrik dan modifikasi algoritma baru.

Surabaya, IDN Times - Mohamad Almas berhasil meraih gelar dokter di usia 25 tahun dari Departemen Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Almas juga telah mempublikasikan 35 artikel jurnal ilmiah, yang terdiri dari sembilan artikel jurnal internasional Quartile 1 (Q1), tujuh artikel Q2, dua artikel Q3 dan belasan lainnya pada jurnal serta konferensi bereputasi nasional maupun internasional.

Kiprah internasional doktor tersebut telah dimulai sejak mengikuti program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU). Program dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) RI itu untuk menempuh pendidikan magister dan doktor secara fast-track hanya dalam empat tahun. Selain itu, menjadi penerima beasiswa Peningkatan Kualitas Publikasi Internasional (PKPI) dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) RI turut menjadi tonggak penting dalam perjalanan akademiknya.

Selama menjalani program PMDSU, sulung dari tiga bersaudara itu tak hanya aktif dalam 15 skema hibah riset dan pengabdian kepada masyarakat, tetapi juga menjalin kolaborasi riset global dengan profesor dari Jepang, Italia, dan Taiwan. Adapun kolaborasi riset tersebut dilakukan bersama Prof Shigemasa Takai dari Osaka University, Jepang; Prof Alberto Borghetti dari University of Bologna, Italia; dan Prof Nien-Che Yang dari National Taiwan University of Science and Technology (NTUST), Taiwan.

Sementara itu, pada program PKPI alumnus S1 Teknik Elektro Universitas Negeri Semarang (Unnes) tersebut juga melakukan kolaborasi riset selama empat bulan di laboratorium Dr Ryo Nishimura dari Tottori University, Jepang. Saat ini, ia juga masih aktif memperluas jejaring global melalui pengajuan proposal penelitian profesor ke beberapa universitas di Luxembourg dan Uzbekistan dengan bantuan dosen pembimbingnya Prof Dr Ir Imam Robandi MT IPU.

Salah satu topik yang diangkat Almas selama masa studinya adalah stabilitas Sistem Tenaga Listrik (STL) berskala besar. Pada penelitian ini, Almas merumuskan konsep baru untuk meningkatkan stabilitas STL skala besar melalui pengaturan terkoordinasi Power System Stabilizer (PSS) dan Virtual Inertia Control (VIC) berbasis kecerdasan buatan. Konsep ini diteliti lebih efektif, skalabel, dan sesuai grid code serta mendukung upaya menuju sistem energi yang andal dan berkelanjutan sesuai Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-7 tentang energi yang terjangkau dan bersih.

Selain itu, Almas yang lulus S1 dalam waktu 3,5 tahun tersebut juga telah berhasil merumuskan modifikasi algoritma baru yaitu algoritma Harris Hawk Optimization (HHO) dengan strategi penyimpanan memori (MSS). HHO-MSS ini dinilai memiliki keseimbangan proses eksplorasi, eksploitasi, akurasi, dan konsistensi yang lebih baik daripada algoritma kekinian lainnya. “Algoritma ini terbukti memiliki akurasi dan konsistensi lebih tinggi dibanding algoritma lainnya,” ujar Almas.

Almas mengungkapkan bahwa pencapaian yang diraihnya tak lepas dari suasana akademik yang intensif dan suportif di kelompok riset Power System Operation and Control (PSOC) serta Power System Simulation Laboratory (PSSL). Di kelompok ini, ia juga dipercaya menjadi asisten pembimbing untuk mahasiswa S1 dan S2, termasuk dua mahasiswa internasional asal Tanzania. “Suasana di lab sangat mendukung, saya bahkan berdiskusi dengan dosen pembimbing lebih dari tiga kali dalam sepekan,” jelas putra pasangan Moh Surya Prakasa dan Mariana Eka Lestari tersebut.

Tak hanya membimbing secara akademik, lelaki asal Brebes, Jawa Tengah tersebut menjelaskan bahwa Prof Imam Robandi juga membangun ikatan emosional lewat kebersamaan di luar kampus, seperti makan dan wisata bersama. Kedekatan ini membuat transfer ilmu berlangsung lebih leluasa. “Prof Imam Robandi tak hanya membimbing secara akademik, tetapi juga membangun ikatan personal yang mendorong semangat saya,” ujar lelaki berkacamata itu.

Doktor kelahiran 1 September 1999 ini juga menyampaikan pesannya kepada mahasiswa untuk tidak ragu melanjutkan studi ke jenjang doktoral. Menurutnya, menempuh pendidikan S3 bukan soal siapa yang paling pintar, tetapi soal bagaimana menyusun strategi belajar. Selain itu, ia juga menyampaikan harapannya agar dapat terus mengabdi sebagai peneliti dan dosen di ITS. “ITS telah memberi saya ruang dan dukungan yang luar biasa. Saya ingin terus berkarya di sini,” tandasnya penuh semangat.

Editorial Team