Wirastho, Pelukis Ampas Kopi yang Karyanya Mendunia

Malang, IDN Times - Siang itu, seorang pria tampak sedang sibuk melayani pelanggan di kedai kopi miliknya di Jl Magelang no 11. Pembawaanya ramah dan santai kepada para pelanggan di kedai kopi Cangkir Laras. Sesekali dirinya berbicara dengan pembeli kopi di kedainya.
Ya, dia adalah Wirastho atau yang kerap disapa Sawir. Pelukis andal yang menggunakan ampas atau cethe kopi sebagai pengganti cat untuk melukis. Karyanya sudah cukup banyak dan bahkan beberapa sudah menembus luar negeri.
1. Berawal dari kebiasaan ngopi
Sata ditemui di kedai Cangkir Laras miliknya, Wirastho bercerita tentang awal dirinya mulai melukis menggunakan cethe. Hal itu semua berawal dari kebiasanya merokok. Saat merokok, dirinya kerap mengoleskan cethe di batang rokok yang dihisapnya. Namun, ia sempat mengalami sakit pada tahun 1999 lalu. Oleh dokter, pria yang akrab disapa Sawir tersebut diminta untuk berhenti merokok.
2. Cari media lain karena tak lagi merokok
Setelah dirinya berhenti merokok, ia mencoba untuk menuangkan kreatifitasnya tersebut ke bidang lain.
"Pertama saya coba di tisu. Ternyata hasilnya bagus, lalu saya kembangkan ke kertas ternyata hasilnya juga bagus. Akhirnya saya mencoba di kanvas sampai sekarang," terangnya, Rabu (30/10). "Saya kebetulan berasal dari daerah yang punya tradisi cethe. Hal itu menjadi kebiasaan saya ketika merokok pasti membuat cethe dengan motif-motif batik."
3. Proses pembuatan lukisan bervariasi
Lebih jauh, pria kelahiran Ponorogo 4 Januari 1979 itu mengakui bahwa dalam proses pembuatan lukisan tidak sama. Semua bergantung tema yang akan dilukis serta waktu yang dimiliki. Pasalnya, selain melukis, Wirastho juga masih memiliki kegiatan lain seperti berdagang kopi maupun juga kegiatan sosial lainya.
"Ada yang satu hari selesai, ada yang sampai berbulan-bulan. Bahkan ada yang satu tahun lebih baru selesai," jelasnya.
4. Harus perhatikan kadar air cethe
Dalam prosesnya, pria yang sempat menjadi guru itu menerangkan bahwa karakter cethe berbeda dengan cat ataupun lainya. Cethe yang berasal dari sisa kopi merupakan bubuk kering yang diberi air. Sehingga dalam proses melukis, dirinya harus benar-benar memperhatikan kadar air agar cethe tetap bisa digunakan. Untuk satu lukisan kecil, setidaknya Wirastho memerlukan dua cangkir cethe.
"Kalau dia airnya habis dan mengering maka bisa kembali berubah menjadi bubuk. Makanya untuk prosesnya ini harus benar-benar diperhatikan," katanya.
5. Hanya menjual lukisan yang sudah jadi
Meski karyanya banyak diapresiasi, Wirastho mengakui sejauh ini tak banyak melayani pesanan. Kebanyakan pembeli datang untuk membeli karyanya yang sudah jadi. Kisaran harga yang ditawarkan mulai dari Rp3,5 juta hingga Rp15 juta.
"Biasanya saya foto lalu upload di medsos. Kalau ada yang tertarik mereka menghubungi," jelasnya.
6. Sudah tembus mancanegara
Sejauh ini beberapa karya Wirastho sudah menembus luar negeri. Bahkan dirinya pernah mengirimkan karyanya ke beberapa negara seperti Kuwait, Rusia hingga Jerman. Sebagian besar dari mereka mendapat informasi dari media sosial dan rekanya. Namun demikian, Wirastho mengakui masih belum siap jika ada undangan pameran dari luar negeri.
"Pernah beberapa kali dapat tawaran pameran dari luar. Seperti dari Benito Galeri, Italia beberap kali juga meminta saya pameran di sana. Tetapi saya masih belum berani meninggalkan kegiatan keseharian saya di sini," tandasnya.
Baca Juga: Ditemukan di Dapur Seorang Nenek, Lukisan Ini Terjual Rp373 Miliar