10 Buku Karya Soren Kierkegaard, dari Etika Hingga Agama

Søren Kierkegaard dikenal sebagai salah satu filsuf paling berpengaruh dalam sejarah pemikiran Barat. Melalui karyanya, Kierkegaard menyoroti berbagai tema mulai dari etika, eksistensialisme, hingga agama.
Buku-bukunya memberikan pandangan mendalam tentang kehidupan, pilihan, kecemasan, dan iman, yang membuatnya disebut sebagai bapak filsafat eksistensial. Salah satu karya paling terkenalnya, Either/Or (1843), menguraikan dua cara pandang hidup yang saling bertentangan: hidup estetis yang berfokus pada kesenangan dan hidup etis yang menekankan tanggung jawab moral.
Karya lain seperti Fear and Trembling (1843) mengangkat kisah Abraham dan pengorbanannya, yang menjadi refleksi tentang iman dan lompatan keyakinan. Tak hanya itu, buku The Sickness Unto Death (1849) mengeksplorasi keputusasaan dan hubungan manusia dengan Tuhan.
Kierkegaard menulis dengan tujuan menantang pembaca untuk menemukan makna hidup melalui pemahaman mendalam akan diri dan iman. Berikut adalah 10 buku karya Søren Kierkegaard yang menggambarkan perjalanan filsafatnya, mulai dari tema etika hingga refleksi religius yang kompleks.
1. Either/Or
Either/Or adalah salah satu karya utama Søren Kierkegaard yang diterbitkan pada tahun 1843. Buku ini disusun dalam dua bagian, masing-masing menampilkan perspektif hidup yang berbeda yakni kehidupan estetis dan kehidupan etis.
Bagian pertama, yang disebut Either, berfokus pada pandangan hidup estetis, yang diwakili oleh seorang karakter bernama A. Pandangan estetis ini menekankan pencarian kesenangan, keindahan, dan pengalaman pribadi tanpa memedulikan tanggung jawab moral. A mengeksplorasi seni, cinta, musik, dan kenikmatan hidup, tetapi pada akhirnya hidupnya terasa kosong dan tanpa tujuan yang mendalam. Pandangan ini menggambarkan kegelisahan eksistensial dari orang yang hidup hanya untuk kepuasan diri.
Bagian kedua, Or, diwakili oleh seorang karakter bernama Judge Wilhelm, menawarkan pandangan hidup etis. Wilhelm berargumen bahwa hidup yang bermakna berasal dari tanggung jawab, komitmen, dan pilihan moral. Kehidupan etis ini mengharuskan seseorang untuk membuat keputusan yang melibatkan kewajiban terhadap diri sendiri dan orang lain, seperti dalam pernikahan dan kehidupan berkeluarga.
2. Fear and Trembling
Buku ini merupakan salah satu karya filsafat terkenal Søren Kierkegaard yang mengeksplorasi tema iman, pengorbanan, dan paradoks religius. Dalam buku ini, Kierkegaard menggunakan kisah Abraham dari Alkitab sebagai titik sentral, khususnya saat Abraham diperintahkan oleh Tuhan untuk mengorbankan putranya, Ishak. Kierkegaard menyebut Abraham sebagai bapak iman dan menganggap tindakannya sebagai contoh sempurna dari lompatan iman.
Buku ini dibagi menjadi beberapa bagian yang masing-masing mengkaji aspek berbeda dari cerita Abraham. Kierkegaard bertanya bagaimana mungkin seseorang dapat mematuhi perintah Tuhan yang tampaknya bertentangan dengan moralitas universal, seperti dalam kasus Abraham yang diminta untuk membunuh anaknya. Kierkegaard memperkenalkan konsep teleological suspension of the ethical, yang berarti bahwa dalam beberapa kasus, perintah Tuhan dapat melampaui hukum moral manusia.
3. Repetition
Dalam buku ini, Kierkegaard memperkenalkan konsep pengulangan sebagai upaya untuk menemukan makna dalam kehidupan dan eksistensi. Kisah dalam buku ini diceritakan melalui dua tokoh utama: seorang narator yang disebut The Young Man dan seorang filsuf bernama Constantin Constantius.
Constantin Constantius mengeksplorasi apakah pengulangan mungkin terjadi dalam kehidupan, yaitu apakah pengalaman yang sama bisa diulang secara identik dan memberikan kepuasan yang sama. Ia memulai eksperimen dengan kembali ke tempat liburannya yang dulu, hanya untuk menemukan bahwa pengulangan sejati tidak mungkin karena perubahan konstan dalam kondisi dan perasaan manusia.
Di sisi lain, The Young Man mengalami krisis cinta dan mencari penghiburan dalam gagasan pengulangan. Namun, ia juga menyadari bahwa tidak ada pengulangan yang benar-benar sama, dan harapannya untuk mengulang kebahagiaan masa lalu hanya memperburuk penderitaannya.
4. Philosophical Fragments
Buku ini mengeksplorasi pertanyaan tentang bagaimana kebenaran dapat dicapai, terutama dalam konteks religius. Melalui tokoh fiktif bernama Johannes Climacus, Kierkegaard mengajukan pemikiran-pemikiran yang membedakan antara pemahaman filosofis dan pemahaman teologis tentang kebenaran.
Buku ini mengontraskan pendekatan Socrates terhadap kebenaran, di mana manusia menemukan kebenaran melalui pencarian dan pemahaman intelektual, dengan konsep Kristen tentang kebenaran yang datang dari wahyu ilahi.
Kierkegaard berpendapat bahwa, dalam agama Kristen, manusia tidak bisa mencapai kebenaran tertinggi melalui akal atau pengetahuan semata. Sebaliknya, kebenaran yang absolut datang melalui perjumpaan dengan Tuhan yang diwujudkan dalam sosok Yesus Kristus.
Salah satu konsep sentral dalam buku ini adalah momen, yaitu saat individu menerima wahyu ilahi dan melakukan lompatan iman untuk percaya pada kebenaran yang tidak dapat dijangkau oleh rasionalitas manusia. Kierkegaard juga membahas tentang peran guru ilahi (Yesus) yang mengubah cara manusia memahami dirinya dan relasinya dengan kebenaran.
5. The Concept of Anxiety
Salah satu karya Soren Kierkegaard ini mendalami tema kecemasan (anxiety) sebagai kondisi fundamental eksistensi manusia. Dalam buku ini, Kierkegaard mengkaji bagaimana kecemasan terkait dengan kebebasan, dosa, dan pilihan moral.
Ia menjelaskan bahwa kecemasan adalah perasaan tidak nyaman yang muncul ketika individu menghadapi kemungkinan untuk memilih, yang mencerminkan kebebasan manusia untuk menentukan hidupnya.
Kierkegaard menggambarkan kecemasan sebagai pusing karena kebebasan, di mana seseorang merasakan ketakutan dan ketidakpastian ketika dihadapkan pada pilihan, terutama pilihan yang membawa konsekuensi moral atau spiritual.
Ia menggunakan konsep dosa asli dari Alkitab, merujuk pada Adam yang mengalami kecemasan ketika diberi kebebasan untuk mematuhi atau melanggar perintah Tuhan di Taman Eden. Kecemasan Adam menjadi simbol bagi kondisi manusia modern, yang selalu dihadapkan pada kebebasan dan tanggung jawab untuk memilih antara yang baik dan buruk.
6. Stages on Life's Way
Dalam buku ini, Kierkegaard membagi kehidupan manusia ke dalam tiga tahap eksistensial utama: tahap estetis, tahap etis, dan tahap religius. Setiap tahap mencerminkan cara hidup dan cara seseorang memahami makna hidup.
- Tahap Estetis: Tahap ini berfokus pada pencarian kesenangan, keindahan, dan pengalaman emosional. Individu yang berada dalam tahap estetis cenderung menghindari komitmen dan tanggung jawab, memilih untuk mengejar kesenangan instan. Namun, kehidupan estetis pada akhirnya akan berujung pada kebosanan dan keputusasaan karena kekosongannya.
- Tahap Etis: Tahap ini menekankan komitmen, tanggung jawab moral, dan pilihan hidup yang bermakna. Orang yang hidup dalam tahap etis berusaha untuk menjalani kehidupan yang teratur, bertanggung jawab, dan penuh komitmen, seperti dalam pernikahan atau pengabdian sosial. Namun, ada keterbatasan dalam tahap ini karena manusia tetap terikat pada moralitas duniawi.
- Tahap Religius: Tahap ini adalah tahap tertinggi dalam kehidupan manusia, di mana individu mencari hubungan langsung dengan Tuhan melalui iman. Pada tahap ini, seseorang harus melepaskan diri dari ketergantungan pada aturan moral atau rasionalitas, dan melakukan lompatan iman untuk mencapai kebebasan spiritual sejati.
7. Concluding Unscientific Postscript to Philosophical Fragments
Dalam buku ini, Kierkegaard, melalui tokoh fiktif Johannes Climacus, menyelidiki lebih dalam tema-tema eksistensial, terutama hubungan antara kebenaran, subjektivitas, dan iman.
Kierkegaard menekankan pentingnya subjektivitas dalam kehidupan manusia, mengajukan pandangan bahwa kebenaran yang paling penting bukanlah kebenaran objektif yang bisa dibuktikan secara ilmiah, melainkan kebenaran subjektif yang dialami secara pribadi, terutama dalam kaitannya dengan iman.
Ia berargumen bahwa kebenaran religius tidak dapat dicapai melalui metode ilmiah atau rasionalitas, melainkan melalui pengalaman individual yang melibatkan komitmen pribadi dan lompatan iman.
Buku ini juga memperkenalkan konsep eksistensi subyektif, di mana seseorang harus menghadapi ketidakpastian dan ketegangan antara kehidupan sehari-hari dan pilihan eksistensial yang penuh risiko.
Kierkegaard mengkritik kecenderungan untuk mencari kepastian mutlak dalam agama atau filsafat, dan menekankan bahwa hidup sebagai individu otentik berarti menerima keraguan dan kecemasan. Concluding Unscientific Postscript menutup dengan penekanan pada iman sebagai tindakan pribadi dan tidak bisa disederhanakan menjadi doktrin atau prinsip-prinsip rasional.
8. Works of Love
Works of Love adalah karya Kierkegaard yang berfokus pada eksplorasi konsep cinta dalam konteks kehidupan Kristen. Dalam buku ini, Kierkegaard menekankan pentingnya cinta sebagai landasan etika dan spiritualitas manusia, dengan penekanan khusus pada cinta yang diatur oleh perintah agama, yaitu kasih kepada sesama.
Kierkegaard membedakan antara cinta yang bersifat manusiawi dan cinta Kristen yang tidak mementingkan diri sendiri. Cinta manusiawi, yang sering kali didorong oleh emosi atau hasrat pribadi, bisa berubah atau memudar seiring waktu.
Sebaliknya, cinta Kristen dilandasi oleh kewajiban moral dan komitmen spiritual yang tidak terikat pada perasaan atau keuntungan pribadi. Cinta ini mencakup rasa tanggung jawab terhadap sesama manusia, bahkan kepada orang-orang yang sulit dicintai.
Buku ini juga menyoroti pentingnya pengampunan, belas kasih, dan kesetiaan dalam praktik cinta Kristen. Kierkegaard menyatakan bahwa cinta sejati bukanlah cinta yang didasarkan pada imbalan atau timbal balik, melainkan cinta yang dihidupi sebagai tindakan pengorbanan yang konstan, mengikuti perintah Tuhan.
9. The Sickness Unto Death
Dalam buku ini, Kierkegaard mengeksplorasi bagaimana keputusasaan muncul dari ketidakmampuan individu untuk menemukan identitas sejatinya dan hubungannya dengan Tuhan. Kierkegaard membedakan antara dua jenis keputusasaan: keputusasaan yang sadar dan tidak sadar.
Keputusasaan yang tidak sadar terjadi ketika individu tidak menyadari bahwa mereka berada dalam keadaan terputus dari diri mereka sendiri atau Tuhan. Sementara itu, keputusasaan yang sadar melibatkan kesadaran akan keadaan ini, di mana seseorang menyadari bahwa mereka tidak dapat menemukan makna dan tujuan dalam hidup tanpa hubungan yang otentik dengan Tuhan.
Kierkegaard juga mengembangkan konsep diri yang terdiri dari tiga elemen: tubuh, jiwa, dan roh. Ketika individu terputus dari hubungan yang seimbang antara ketiga elemen ini, mereka mengalami keputusasaan. Dalam pandangan Kierkegaard, penyembuhan dari keputusasaan hanya dapat dicapai melalui pengembalian kepada Tuhan, yang merupakan sumber dari makna dan eksistensi.
10. Practice in Christianity
Dalam buku ini, Kierkegaard menggarisbawahi bahwa iman sejati tidak hanya melibatkan keyakinan intelektual, tetapi juga harus terwujud dalam tindakan dan perilaku. Kierkegaard mengeksplorasi konsep penyerahan dan pengorbanan yang diperlukan untuk menjalani kehidupan Kristen.
Ia menekankan bahwa pengikut Kristus harus bersedia melepaskan diri dari kehidupan yang berfokus pada diri sendiri dan menerima tantangan yang datang dengan mengikuti ajaran Yesus. Kierkegaard berargumen bahwa pengabdian kepada Tuhan dan cinta kepada sesama adalah inti dari praktik Kristen yang sejati.
Salah satu tema utama dalam buku ini adalah ketegangan antara iman dan moralitas. Kierkegaard mengajukan bahwa tindakan iman sering kali melibatkan konflik dengan norma-norma sosial atau moralitas konvensional. Ia menekankan bahwa individu harus siap untuk membuat keputusan yang sulit dan berani, meskipun hal itu mungkin tidak dipahami atau diterima oleh masyarakat luas.
Practice in Christianity juga membahas konsep pengampunan dan belas kasih, yang menjadi pilar penting dalam praktik Kristen. Kierkegaard menekankan bahwa cinta sejati kepada sesama mencakup pengampunan terhadap kesalahan orang lain, dan bahwa tindakan pengasihan ini harus dilakukan tanpa pamrih.