Menengok Bisnis Klompen Batik Beromset Puluhan Juta 

Tembus pasar lokal dan ekspor

Malang, IDN Times - Apa yang terlintas difikiran anda ketika pertama kali mendengar kata Klompen ? mungkin sebagian orang berfikir bahwa Klompen adalah sandal tradisional dari kayu. Lalu pada bagian lengkungan atas dari karet atau semacam spons dan banyak digunakan di masjid atau mushola untuk alas saat berwudhu. Sebagian lagimungkin malah tak tahu apa itu klompen. Ya, klompen atau sandal berbahan dasar kayu mungkin dianggap barang tradisional dan kurang menarik. 


Namun siapa sangka, dengan sedikit sentuhan kreatifitas dan penggabungan dengan seni lain, klompen yang awalnya dinilai tradisional dan tak menarik justru menjadi barang cantik dan bernilai seni tinggi.

Adalah Dian Rusdianto dan sang istri yang mampu membuat terobosan menarik tersebut melalui "Dinara Wooden Heels". Berkat tangan terampil dan sedikit inovasi, klompen yang awalnya terkesan "ndeso" mampu dikombinasikan dengan bahan lain berupa kain Batik. Kombinasi tersebut menghasilkan sebuah karya berupa sandal Batik atau klompen Batik yang memiliki nilai jual.

1. Asli produk handmade

Menengok Bisnis Klompen Batik Beromset Puluhan Juta IDN Times/ Alfi Ramadana

Dian Rusdianto menjelaskan bahwa awal dirinya memulai usaha tersebut sekitar 4 tahun lalu. Saat itu, dirinya yang merupakan konsultan UMKM. Kemudian dirinya melihat bahwa ada potensi ekonomi yang bisa dimaksimalkan dari produk sandal batik atau klompen batik tersebut.

Namun, saat itu para pengrajin produk tersebut nyaris tak ada. Sehingga pada akhirnya dirinya mencoba merintis dengan terjun langsung menangani pemasaran sebelu akhirnya juga turut memproduksi sandal batik tersebut. Saat ini produk yang dihasilkan oleh Dinara Wooden Heels cukup beragam mulai sandal flat, wedges hingga produk terbaru yang akan diluncurkan adalah heels. 


"Semua produk kami ini asli buatan tangan (handmade). Bahkan untuk batik yang ada di kayunya itu sedikit timbul karena memang buatan tangan. Jadi karena produk kami ini dinilai unik, maka pada saat itu dapat pembinaan manajerial dari salah satu bank swasta," paparnya saat ditemui dirumahnya di Jl Tlogo Suryo VI, Kota Malang.

2. Proses pembuatan cukup mudah

Menengok Bisnis Klompen Batik Beromset Puluhan Juta IDN Times/ Alfi Ramadana

Proses pembuatan dari bahan baku hingga menjadi sandal siap dipasarkan memang tak terlalu sulit. Namun, memerlukan waktu yang tak sebentar, kesabaran serta ketelitian. Sebab, sebelum diolah menjadi sandal, kayu yang sudah selesai digergaji harus dikeringkan terlebih dahulu dengan kata lain penggergajian bulan ini baru bisa diproses untuk menjadi sandal atau klompen pada bulan berikutnya. Sementara untuk proses kayu yang siap olah, Dian menjelaskan bahwa kayu dibentuk sesuai dengan mal yang sudah ada. Untuk proses ini di lakukan di gerai miliknya di kawasan Singosari.

Setelah selesai pada tahap awal, kemudian kayu yang sudah berbentuk dihaluskan dan mulai di pasang upper sandal menggunakan lem dan paku tembak. Lalu juga dipasang sol pada bagian bawah agar tak menimbulkan suara saat dipakai. Untuk proses tersebut hingga finishing dilakukan di rumahnya kawasan Jl Tlogo Suryo VI, kota Malang. Semua proses tersebut dikerjakan oleh karyawanya yang berjumlah 6 orang.

"Kalau untuk produk yang kami buat ada dua jenis yakni kelas biasa dan premium. Untuk kelas biasa bahan utamanya kayu Sono. Sementara untuk kelas premium bahan utamanya adalah kayu pinus. Kalau untuk lainya branding utama kami adalah batik," imbuhnya. 

3. Omset perbulan capai puluhan juta

Menengok Bisnis Klompen Batik Beromset Puluhan Juta IDN Times/ Alfi Ramadana

Sejauh ini, untuk produksi normal yang bisa dilakukan oleh Dinara Wooden Heels adalah kisaran 75 kodi sandal batik atau sekitar 1500 pasang dalam satu bulan. Namun, pada bulan-bulan tertentu seperti Agustus, produksi bisa meningkat mencapai 128 kodi bahkan tahun lalu dibulan yang sama bisa menembus angka 180 kodi. Harga yang ditawarkan juga cukup murah untuk ukuran produk hasil handmade. Untuk kelas biasa banderol dengan kisaran harga Rp 30 ribu hingga Rp 60 ribu. Sementara untuk kelas Premium dibanderol paling mahal Rp 125 ribu.


"Kalau omzet pertahunya mencapai sekitar Rp 300 juta. Tetapi kalau perbulanya kisaran Rp 25 juta hingga Rp 70 juta," sambungnya. 

4. Rambah pasar Indonesia dan ekspor

Menengok Bisnis Klompen Batik Beromset Puluhan Juta IDN Times/ Alfi Ramadana

Saat ini, jangkauan produk Dinara Wooden Heels sudah cukup luas. Selain melayani pasar nasional, sandal klompen batik tersebut sudah menembus pasar internasional seperti Malaysia dan Jepang. Bahkan untuk pasar lokal saja, produk milik Dian Rusdianto tersebut sudah mampu bersaing dengan produk dari luar negeri. Sejauh ini produk milik alumni Universitas Muhammadiyah Malang tersebut sudah terpampang dibeberapa toko modern besar macam Sarinah dan Transmart. 


"Awalnya kami ikut kurasi dari Dinas Koperasi dan UMKM kota Malang. Lalu produk kami diseleksi oleh beberapa retail modern tersebut dilihat mana yang layak untuk masuk ke gerai mereka. Setelah melalui proses seleksi yang cukup ketat akhirnya produk kami bisa masuk. Kalau untuk pasar ekspor kami tidak tiap bulan mengirim. Tetapi berdasarkan pada kontrak pesanan," jelasnya. 

5. Kembangkan sepatu dan tas

Menengok Bisnis Klompen Batik Beromset Puluhan Juta IDN Times/ Alfi Ramadana

Selain sandal batik, saat ini dirinya juga tengah mengembangkan produk lain. Produk tersebut adalah sepatu batik dan tas batik. Produk baru tersebut juga mengajak ibu-ibu untuk sebagai pengrajin utamanya. Namun demikian, sejauh ini untuk produk sepatu masih belum dilepas ke pasaran.


"Saat ini kami masih mengembangkan untuk produk tas dan sepatu. Tetapi masih belum sempurna," ucapnya. 

6. Luncurkan desain baru tiap tahun

Menengok Bisnis Klompen Batik Beromset Puluhan Juta IDN Times/ Alfi Ramadana

Untuk menghadapi persaingan pasar, pihaknya juga selalu melakukan inovasi. Salah satunya adalah dengan meluncurkan desain baru setiap tahunya. Ia juga memberi batasan waktu produksi untuk desain tersebut. Batas waktu untik setiap desain adalah dua tahun. 


"Setelah itu kami tidak produksi lagi untuk desain tersebut. Kami fokus untuk produksi untuk desain baru agar pasar tidak bosan. Pengembangan untuk sepatu dan tas ini juga merupakan upaya agar pasar kami tidak jenuh," tandasnya. 

Baca Juga: Tukang Las di Lamongan Sulap Besi Rongsokan Jadi Miniatur Moge

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya