TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ini Detail 10 Pos Pendakian Gunung Raung via Jambewangi Banyuwangi

Godaan terbesar ada di pos ke 8 yang dinamakan Pondok Rukun

Puncak Gunung Raung. (FOTO: Ali Kabul for IDN Times)

Banyuwangi, IDN Times - Selain jalur via Kalibaru, pendakian ke puncak Gunung Raung kini sudah bisa diakses via Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu, Banyuwangi, Jawa Timur. Belasan kali ekspedisi yang dilakukan oleh Kelompok Pecinta Alam Luwak, kini telah melahirkan jalur pendakian yang benar-benar menawarkan sensasi berbeda dibandingkan jalur lainnya.

Selain menjadi satu-satunya jalur dengan ketersediaan air yang melimpah, rute Jambewangi juga menyajikan view yang luar biasa. Tak butuh mencapai puncak, para pendaki sudah bisa melihat panorama jagat Banyuwangi secara menyeluruh. Potret alam Banyuwangi hingga kawasan Selat Bali akan benar-benar ditampilkan sempurna layaknya layar lebar sebuah bioskop.

Berbeda dengan jalur lainnya, rute pendakian Gunung Raung via Jambewangi ini secara total terdapat 10 pos yang bisa digunakan untuk beristirahat atau bermalam. Untuk waktu tempuh normal, jalur ini bisa diselesaikan selama 4 hari terhitung keberangkatan hingga turun di pos dasar.

Berikut detil 10 pos pendakian Gunung Raung via Jambewangi beserta historinya.

1. Bermula dari Pondok Tajeb

Puncak Gunung Raung. (FOTO: Ali Kabul for IDN Times)

Anggota kelompok Pecinta Alam Luwak, Ali Kabul, mengatakan bahwa awal mula ekspedisi pembukaan rute pendakian Gunung Raung via Jambewangi dimulai tahun 2004 silam. Namun sebelum itu, terlebih dahulu dilakukan pengkajian dan juga pemetaan jalur yang akan dilalui.

Kabul mengatakan, ada 10 pos yang dibuat untuk tempat istirahat. Namun tidak semua pos tersebut memiliki nama. Hanya beberapa pos saja yang kemudian diberikan nama karena sebuah insiden yang terjadi saat ekspedisi pembukaan jalur dilakukan.

Pos pertama biasa disebut Brak Seng. Ini berjarak 6 kilometer dari perkampungan terdekat di dusun Sidomulyo. Di pos ini masih banyak dijumpai tanaman perkebunan milik warga. Dari pos tersebut hingga pos ke 3 masih tidak memiliki nama, karena biasanya tidak banyak dijadikan tempat bermalam.

Pemberian nama dilakukan pada pos 4, yang kemudian dinamakan Pondok Tajeb. Kabul bercerita, penamaan ini diambil dari salah satu nama anggota ekspedisi, Tajeb. Ceritanya, kali pertama melakukan ekspedisi, si Tajeb ini terbilang sebagai orang paling penakut.

Pada suatu malam, si Tajeb ini merasa ketakutan dengan hutan belantara raya yang ada di Gunung Raung. Di dalam tenda, si Tejeb ini tidak lagi dapat menahan kencing. Namun dia takut untuk keluar tenda.

"Waktu yang lainnya bangun kok baunya pesing. Lah ternyata si Tejeb nekat kencing di dalam tenda gegara takut keluar. Akhirnya di situlah penamaan Pondok Tajeb ada," kata Kabul, Sabtu (29/7/2023).

2. Ada lintasan tengkorak menuju pos 5

Puncak Gunung Raung. (FOTO: Ali Kabul for IDN Times)

Dari Pondok Tajeb atau pos 4 menuju pos 5, Kabul menyebut ada sebuah jalur yang kemudian disebut lintasan tengkorak. Dasar penamaan ini karena pada area tersebut kelompok ekspedisi menemukan tulang belulang manusia.

"Kondisinya sudah lama, karena ada lumutnya dan oleh teman-teman sudah dikuburkan di lokasi itu juga. Kemudian diberikan penanda nisan," kata Kabul.

Sementara untuk pos 5 tidak memiliki nama. Karena pos ini juga jarang digunakan untuk bermalam. Penamaan pos selanjutnya diberikan di pos 6. Mereka memberinya nama Pondok Lengit. Penamaan ini diberikan karena pada pos 6 dihuni jutaan bahkan mungkin miliaran serangga.

"Jadi di sini ada serangga mirip nyamuk yang banyak dan mengerubungi itu. Kemudian untuk pos 7 itu tidak ada nama," katanya.

Penamaan selanjutnya diberikan di pos 8 yang kemudian disebut Pondok Rukun. Penamaan ini berdasarkan cerita kelompok Luwak yang hampir terpecah. Ceritanya, setelah ekspedisi kedua gagal, pada ekspedisi ketiga kelompok Luwak terlibat cekcok setelah melewati pos 7. Kondisi terus terjadi hingga di pemberhentian pos 8.

"Kondisi cuaca, fisik dan pikiran sudah tidak sinkron. Fokus dan mood juga sudah pecah, mungkin disebut frustasi ya karena pembukaan jalur benar-benar susah. Karena hutan belantara, kita hanya meraba-raba," jelasnya.

Di saat itulah kemudian turun hujan yang begitu derasnya. Suhu sekitar pun dengan cepat menurun. Mendapati situasi tersebut, dari 8 orang personil ekspedisi secara otomatis menunaikan tugasnya masing-masing untuk melakukan tindakan survival. Hingga akhirnya membangun sebuah tenda. Sejak itulah, kekompakan mereka terajut kembali.

"Karena situasi itu semua lupa dengan ego masing-masing. Karena fokus untuk bisa bertahan di tengah-tengah hutan belantara dan pohon-pohon besar. Kemudian disepakati pondok rukun," katanya.

Kabul menyebut, kondisi serupa juga sering kali dilakoni oleh kelompok pendaki Gunung Raung di titik ini. Menurutnya, di titik ini rasa lelah benar-benar pada puncaknya. Sehingga sering membuat pendaki suka marah-marah tak jelas. Di titik ini pula, godaan untuk menyerah paling kuat menyerang para pendaki.

"Biasa terjadi kan, orang kalau hampir mencapai finish itu godaannya berat. Kapan sampai, apa pulang saja, sudah tidak kuat, nah pikiran-pikiran seperti itu pasti munculnya di titik ini," ungkapnya.

Baca Juga: Pendakian Gunung Raung via Jambewangi Banyuwangi Lebih Eksotis!

Verified Writer

Agung Sedana

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya