Throwback Kejayaan Kayutangan Heritage di Era Kolonial

Kayutangan sekarang atau era kolonial?

Malang, IDN Times - Kawasan warisan budaya (heritage) Kayutangan di Jalan Basuki Rahmat, Kota Malang kini mulai dihidupkan kembali oleh Pemerintah Kota Malang. Trotoar hingga lampu-lampu jalan diperbarui demi menarik wisatawan. Wajah baru Kayutangan itu juga memantik kebangkitan ekonomi di wilayah yang sempat bagai kota mati itu.

Sejarawan FX Domini BB Hera memiliki pendapat lain soal Kayutangan Heritage. Ia menilai jika versi terbaik Kayutangan adalah saat masa kolonial tahun-tahun 1920an sampai 1930an.

Ia tidak asal bicara, ia bilang jika bentuk trotoar kuno pada masa itu lebih baik. Bentuk lantai trotoar tersebut berwarna kuning dengan permukaan kotak-kotak seperti permen cokelat. Kemudian keberadaan trem juga menjadi daya tarik tersendiri yang membuat wilayah tersebut makin cantik.

1. Trotoar di era kolonial libih bagus dan nyaman

Throwback Kejayaan Kayutangan Heritage di Era KolonialTrotoar di Kayutangan Heritage. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Pada tahun 1920an, trotoar di Kayutangan Heritage terbuat dari batu itu memiliki fungsi yang bagus untuk keamanan para pejalan kaki. Kemudian bentuknya yang kotak-kotak tadi itu bisa membuat aliran air mengalir saat musim hujan. Selain itu orang tidak akan jatuh karena pijakannya kuat.

"Sekarang, tidak ada lagi trotoar yang membuat pejalan kaki merasa aman ketika ada genangan air. Lantai-lantai batu iti sekarang masih ditemui di Stasiun Klakah Lumajang, itu sejaman dengan Kayutangan, dan buat saya akan tetap emrasa aman berjalan di situ meskipun ada hujan atau air," sambungnya dengan raut kecewa.

Selain itu, kini trotoar Kayutangan memiliki struktur naik turun sehingga terkesan tidak rapi. Trotoar itu, kalau terkena akar pohon akan mudah terangkat.

Ia mengungkapkan kalau ternyata batu-batu trotoar di Kayutangan masih ada, tapi sudah ditutupi semen. Batu-batu kuno tersebut ternyata masih bisa dilihat di Toko Riang yang ada di sebelah persis Bioskop Merdeka yang sekarang tinggal menaranya saja.

Alumni prodi Sejarah Universitas Negeri Malang (UM) ini, menjelaskan alasan pedestarian kuno itu disemen salah satunya karena Kayutangan adalah jalan arteri sebagai poros utama yang membelah kota pendidikan ini. Kemudian ada juga permasahan lahan parkir saat ketika wilayah bagian Kecamatan Klojen akan dijadikan kampung heritage.

"Jadi trotoar dulu dipersempit lalu diperluas lagi karena urusan parkir kendaraan bermotor, tentu berbeda dari masa kolonial yang masih lalu lalang sapi dan pedatinya. Sekarang masalah kita adalah parkir, kemarin yang saya dengar akan ada parkir terintegrasi. Karena di Bandung dan Yogyakarta sudah menerapkan itu, misalnya di Yogyakarta terpusat ada di Jalan Abu Bakar Ali sementara di Bandung atau Braga setahu saya tidak terpusat. Tinggal Malang ini mau seperti apa saya belum tahu," tambahnya.

Baca Juga: Wajah Kakek Arifin Jadi Mural di Kayutangan, Simak Sosoknya!

2. Keberadaan trem

Throwback Kejayaan Kayutangan Heritage di Era KolonialJalur trem di Jalan Jenderal Basuki Rachmat, Kota Malang. (Dok. Museum Arsip Nasional)

Pria yang akrab disapa Sisco ini juga mengatakan Kayutangan era kolonial lebih memmesona karena ada kereta trem. Trem tersebut membelah Jalan Jenderal Basuki Rachmat. Sampai saat ini jalur rel kereta trem tersebut masih ada, hanya saja sudah ditutup oleh aspal.

"Untuk mendukung Kayutangan Heritage kenapa tidak koridor kota tua itu dihidupkan kembali. Karena setau saya haltenya itu ada di alun-alun juga, dan itu tembus sampai jagalan," bebernya.

Menurutnya, reaktivasi jalur kereta trem itu tentu akan memperindah Kayutangan sebagai kawasan heritage. Apalagi ia mencontohkan trem di San Francisco yang yang masih dipertahankan.

"Apalagi Kayutangan itu memiliki peristiwa bersejarah juga baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan, bahkan Bung Karno ketika meninggal jasadnya dilewatkan Kayutangan dari arah lapangan udara Bugisan yang sekarang menjadi Abdulrachman Saleh menuju Blitar pada 22 Juni 1970," katanya.

3. Orang yang paling merasakan perubahan Kayutangan Heritage

Throwback Kejayaan Kayutangan Heritage di Era KolonialSalah satu bangunan peninggalan kolonial Belanda di Kayutangan Heritage. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Wakil Direktur Eksekutif Museum HAM Omah Munir tahun 2017 ini mengungkapkan, sebenarnya yang paling merasakan perubahan wajah Kayutangan berulangkali adalah para pedagang. Pasalnya mereka yang merasakan pergantian wajah Kayutangan mulai dari gonta-ganti peraturan, gonta-ganti wajah infrastruktur trotoarnya, hingga gonta-ganti pohonnya juga.

Namun, ia masih mengapresiasi Pemerintah Kota Malang saat ini yang mau mengembalikan wajah Kayutangan menjadi heritage kembali. Karena dulu infrastruktur Kayutangan dirubah sedemikian rupa tidak dengan suasana heritage.

"Sekurang-kurangnya sekarang masih ada semangat untuk mengembalikan Kayutangan seperti dahulu kala walaupun tidak akan sama persis," pungkasnya.

Baca Juga: Tiang Listrik di Kayutangan Heritage Malang Digunjing Netizen

Rizal Adhi Pratama Photo Community Writer Rizal Adhi Pratama

Menulis adalah pekerjaan untuk merajut keabadian. Dengan menulis kita meninggalkan jejak-jejak yang menghiasi waktu. Tulisan dan waktu adalah 2 unsur yang saling tarik menarik membentuk sejarah.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya