Asal-usul Gili Iyang, Pulau Oksigen Dambaan Wisatawan
Sejak masa pemerintahan Sultan Abdurrahman (1811-1854)
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Belasan tahun silam, tim Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menemukan kandungan oksigen di pulau Gili Iyang, Kabupaten Sumenep, Madura mencapai 20,9% dengan LEL (Level Explosif Limit) 0,5%. Kandungan oksigen itu termasuk dalam ambang batas normal dan bermanfaat bagi kesehatan makhluk hidup yang menghirupnya.
Temuan itu ternyata menarik banyak wisatawan dan peneliti untuk mendatangi pulau kecil tersebut. Tak ayal, turis dari dalam negeri dan mancanegara pun menyerbu pulau mini dengan penduduk kurang lebih 4500 jiwa itu.
Nah, kalau kamu penasaran dengan sejarah Gili Iyang, simak artikel ini.
Baca Juga: Promosikan Gili Iyang, Bupati Fauzi: Pulau Bebas Nyamuk!
1. Sejarah Gili Iyang mulai dihuni manusia
Gili Iyang adalah sebuah pulau kecil di tengah 17 ribu pulau di kawasan Nusantara yang didatangi banyak kalangan, suku, dan bahkan bangsa hanya untuk menghirup oksigen di pulau mini itu.
Salah satu anggota penyusun buku pulau Giliyang, Arman Mustafa mengatakan, Gili Iyang sendiri merupakan bagian dari Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep. Pulau ini diyakini mulai dihuni sejak masa pemerintahan Sultan Abdurrahman (1811-1854). Dalam buku berjudul Gili Iyang Salah Satu Pulau Wisata Sehat (2014) disebutkan kalau ada seorang keluarga pelaut dari Makassar bernama Daeng Masalle.
"Kita dapat info itu dari keturunan Daeng Masalle yang pertama kali tiba melalui pantai Leguna," kata Arman seperti dikutip dari Sumenep.go.id.
Pantai Leguna tersebut saat ini menjadi Desa Banraas. Satu di antara dua desa di Gili Iyang. Mengenai asal usul nama Gili Iyang, menurut Arman berasal dari kata Gili (pulau) dan Iyang (sesepuh). Meski ia sendiri tidak menampik jika ada versi lain.
"Malah ada yang mengatakan jika Daeng Masalle itu tiba di Gili Iyang sekitar 1920-an. Ini mungkin perlu dikaji lagi, karena yang menceritakan pada kami itu keturunan Masalle yang kedelapan. Ia juga menyebut tahun kedatangan leluhurnya itu. Yaitu tahun 1818," ungkap Arman.
Setelah Masalle, banyak keluarganya yang dari Makassar ikut hijrah melalui Desa Bancamara. Mereka terus menetap turun-temurun dan berasimilasi dengan warga lokal.
"Sisa-sisa sejarahnya masih ada salah satunya berupa pagar Batu tempo dulu " tutup Arman.
Baca Juga: 5 Trivia Gili Iyang di Madura, Pulau yang Punya Kadar Oksigen Tinggi