TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Tempat Bersejarah Jejak Pertempuran 10 November 1945

Ada jembatan, hotel, benteng, hingga gedung radio

Parade Surabaya Juang (www.eventdaerah.kemenparekraf.go.id/parade-surabaya-juang)

Peristiwa 10 November 1945 menjadi salah satu momen paling heroik dalam sejarah Indonesia. Peristiwa ini diwarnai pertempuran sengit antara pasukan Indonesia dan tentara Sekutu di Surabaya. Peristiwa pertumpahan darah ini menjadi bukti perlawanan rakyat Indonesia yang gigih dalam mempertahankan kemerdekaan dari cengkeraman penjajah.

Meski sudah 79 tahun berlalu, jejak-jejak peristiwa 10 November 1945 masih dapat dijumpai di Kota Pahlawan, salah satunya melalui bangunan bersejarah. Ada jembatan, hotel, benteng, gedung radio, bahkan monumen yang dibangun untuk menghormati jasa para pahlawan yang gugur dalam pertempuran ini. Berikut 7 tempat bersejarah yang menjadi saksi bisu pertempuran 10 November 1945. Yuk, simak! 

1. Hotel Majapahit

Teatrikal perobekan bendera di depan Hotel Majapahit (eks Hotel Yamato). (instagram.com/surabaya)

Hotel Majapahit yang dulunya bernama Hotel Yamato berlokasi di Jalan Tunjungan No. 65, Kecamatan Genteng, Surabaya. Tempat ini menjadi saksi bisu insiden perobekan bendera Belanda pada 19 September 1945 di Surabaya. Insiden ini dipicu oleh tindakan provokatif Belanda yang mengibarkan benderanya ketika Indonesia baru saja merdeka. Ini dinilai sebagai bentuk penghinaan terhadap kedaulatan Indonesia.  

Pada waktu itu, setelah mengetahui bahwa suasana tidak kondusif lagi, arek-arek Suroboyo langsung memanjat atap hotel dan bergegas menurunkan bendera Belanda yang terpasang di sana. Ternyata mereka lupa membawa bendera merah putih sebagai pengganti bendera penjajah itu. Tapi, hal tersebut tidak masalah besar. Tanpa ragu, mereka langsung merobek warna biru yang ada di bendera Belanda, hingga menyisakan warna merah dan putih. Mereka lalu mengibarkan kembali bendera merah dan putih yang sudah menjadi lambang negara Indonesia. Tempat inilah yang mengantarkan arek-arek Suroboyo pada pertempuran yang lebih berdarah-darah, yaitu tragedi 10 November 1945. 

Baca Juga: Sejarah Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato Surabaya

2. Jembatan Merah dan Gedung Internatio

Potret Gedung Internatio di Surabaya (instagram.com/lovesuroboyo)

Jembatan Merah berlokasi di Krembangan Selatan, Kecamatan Pabean Cantikan, Surabaya. Jembatan yang terbentang di atas Sungai Kalimas ini menyimpan kilas balik pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Sejak awal abad 20, daerah Jembatan Merah sudah dipadati kantor pemerintahan, perbankan, bahkan Gedung Internatio. Sebagai salah satu jantung pemerintahan, tak heran jika kawasan ini sering kali dipadati tentara Sekutu.

Sebelum pertempuran 10 November membabi buta, arek-arek Suroboyo mengepung sekaligus menyerang tentara Sekutu yang bermarkas di Gedung Internatio. Mereka bahkan memanfaatkan kolong jembatan tersebut sebagai tempat berlindung. Singkatnya, peristiwa ini menyebabkan tewasnya salah seorang perwira tinggi sekutu bernama Aubertin Walter Sothern (AWS) Mallaby. Inilah yang menyebabkan tentara Sekutu murka, hingga akhirnya mereka mengutus ribuan tentara untuk membombardir Surabaya pada 10 November 1945. 

3. Benteng Kedung Cowek

Benteng Kedung Cowek berlokasi di Jalan Kedung Cowek, Kecamatan Bulak, Kota Surabaya. Melansir Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya, benteng ini didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk mengantisipasi serangan militer dari laut. Itulah sebabnya, benteng ini berdiri menghadap laut. Konon katanya, benteng ini mulai dibangun pada 1900-an. 

Bangunan yang telah menjadi cagar budaya ini sering dimanfaatkan wisatawan untuk mengeksplorasi jejak-jejak sejarah di dalamnya, salah satunya tentang peristiwa pertempuran 10 November 1945. Benteng ini menjadi tempat pertahanan sekelompok pemuda yang berasal dari Tapanuli, Aceh, Deli, dan beberapa daerah di Sumatera yang bernama Pasukan Sriwijaya. Pasukan Sriwijaya bersama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang merasa terancam dengan kehadiran Sekutu lantas melakukan perlawanan dari benteng ini. Dulunya, di balik tembok beton ini, terdapat sejumlah meriam.      

4. Monumen Tugu Pahlawan

Monumen Tugu Pahlawan berlokasi di Jalan Pahlawan, Alun-alun Contong, Kecamatan Bubutan, Surabaya. Monumen ini dibangun untuk mengenang peristiwa bersejarah di Surabaya, pertempuran 10 November 1945, yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Pahlawan. Menurut buku Negara di Tengah Kota: Politik Representasi dan Simbolisme Perkotaan Surabaya 1930-1960 karya Sarkawi B. Husain (2010), Monumen Tugu Pahlawan ini berdiri gagah menggantikan dua gedung penting sebelumnya, yaitu Gedung Raad van Justitie (Gedung Pengadilan bagi Orang-orang Eropa pada Masa Kolonial) dan Gedung Kempetai (Gedung Polisi Militer Jepang). Monumen Tugu Pahlawan dibangun di atas Gedung Kempetai yang telah hancur akibat serangan meriam Sekutu dari arah pelabuhan Tanjung Perak.     

Melansir museum.kemdikbud.go.id, di sebelah Monumen Tugu Pahlawan ini terdapat bangunan Museum Sepuluh Nopember. Bangunan museum berada di bawah tanah, sehingga hanya atapnya saja yang terlihat. Penempatan ini dilakukan agar tidak menganggu pemandangan Tugu Pahlawan. Museum Sepuluh Nopember menyimpan memori dan artefak dari perjuangan heroik arek-arek Suroboyo saat pertempuran 10 November 1945. Koleksi yang dipamerkan di sini beragam, mulai dari foto hingga senjata yang dipakai rakyat Surabaya maupun pihak Sekutu dan tentara Jepang. Koleksi unggulan museum ini adalah suara pidato Bung Tomo.

5. Monumen Resolusi Jihad

Tak jauh dari Monumen Tugu Pahlawan, terdapat Monumen Resolusi Jihad yang berlokasi di Jalan Pahlawan Nomor 9, Kampung Bubutan VI/2, Kecamatan Bubutan, Surabaya. Melansir nu.or.id, istilah "resolusi jihad" berkaitan erat dengan Hari Pahlawan, sebab istilah yang dicetuskan para ulama pada 22 Oktober 1945 ini menjadi pemantik arek-arek Suroboyo dalam upaya mengusir penjajah. Pada tanggal yang sama inilah Indonesia memperingati Hari Santri Nasional.   

Monumen ini berdiri di depan gedung yang bernama Hoofdbestuur Nahdlatul Oelama. Gedung ini sekaligus menjadi permulaan berdirinya organisasi Nahdlatul Oelama (NO) yang dibangun pada tahun 1909. Mulanya, tempat ini difungsikan sebagai kantor Djawatan Agama Kota Surabaya, yang dikepalai oleh K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari. Saat era penjajahan Belanda, para santri juga turut serta dalam mempertahankan keutuhan Republik Indonesia, dengan mewajibkan setiap muslim, terutama laki-laki, yang tinggal dalam radius 94 km untuk turut serta bertempur melawan penjajah. 

6. Gedung RRI Surabaya

Gedung Radio Republik Indonesia (RRI) yang terletak di Jalan Pemuda, Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng, Surabaya sudah ada sejak zaman kolonial. Melansir Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, RRI adalah jaringan radio dan televisi publik berskala nasional di yang didirikan tanggal 11 September 1945. Kini, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Radio Nasional. RRI merupakan jaringan radio tertua di Indonesia dan merupakan lembaga penyiaran publik yang penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Pada awalnya, radio di Indonesia dimulai dengan berdirinya Batavia Radio Vereniging (BRV) pada 16 Juni 1925 di Batavia (sekarang Jakarta). RRI berperan penting dalam menyebarkan informasi sekaligus mengoordinasikan gerakan perlawanan rakyat Indonesia. Selama masa perjuangan kemerdekaan, RRI menjadi sumber informasi yang dapat dipercaya sekaligus menjadi sarana untuk menggalang semangat perjuangan rakyat Indonesia. Dalam kurun 13-20 Oktober 1945, Bung Tomo sebagai salah satu tokoh kunci pertempuran 10 November 1945 giat berpidato melalui RRI Surabaya. Sayangnya, aktivitas ini harus terhenti karena Gedung RRI Surabaya diduduki oleh pasukan Gurkha dari Inggris pada 28-30 Oktober 1945. Pertempuran sengit antara tentara Sekutu dengan rakyat Surabaya pun tidak dapat dihindarkan. Bahkan, Gedung RRI Surabaya ikut terbakar dalam tragedi ini.    

7. Gedung Don Bosco

Gedung Don Bosco berlokasi di Jalan Tidar, Kecamatan Sawahan, Surabaya. Gedung ini merupakan bangunan yang didirikan sejak tahun 1937 oleh pemerintah Belanda. Mulanya, gedung ini merupakan panti asuhan. Sejak kedatangan militer Jepang pada 1942 hingga 1945, gedung ini kemudian dialihfungsikan menjadi gudang persenjataan. Melansir surabayatourism.com, Gedung Don Bosco dulunya merupakan tempat penyimpanan senjata pemerintah Jepang terbesar di Surabaya, bahkan di Asia Tenggara. Pada tanggal 1 Oktober 1945, gudang senjata di bawah pimpinan Mayor Harimoto ini dikepung arek-arek Suroboyo sepanjang malam.

Di sinilah Bung Tomo bersama tokoh Surabaya lainnya merebut pasokan senjata dari Jepang untuk digunakan dalam pertempuran melawan tentara Sekutu. Menurut buku Pertempuran Surabaya November 1945 karangan Des Alwi (2012), inisiatif merebut gudang persenjataan berangkat dari kesadaran pejuang tanah air akan senjatanya yang hanya bambu runcing, pedang, dan celurit. Mereka membutuhkan senjata api yang lebih modern. Setelah gedung ini diserahkan kepada Pemerintah Indonesia, para pejuang bergegas membagikan senjata yang ada di dalamnya kepada pejuang lainnya. Sejarah mencatat, arek-arek Suroboyo bahkan membutuhkan empat gerbong kereta api untuk mendistribusikan aneka senjata ini.  

Nah, itulah 7 tempat bersejarah yang menjadi saksi bisu pertempuran 10 November 1945. Jadi, bangunan mana saja yang hendak kamu eksplorasi? 

Baca Juga: Info Event di Surabaya Sepanjang Bulan Oktober 2024

Verified Writer

Talita Hariyanto

Manusia hina sebagai makhluk mulia

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya