Saham Klub dan Reformasi PSSI yang Tersandera Konflik Kepentingan

Susahnya mendorong reformasi PSSI melalui KLB

Surabaya, IDN Times - Sebuah unggahan tentang pemilik saham Arema FC beredar luas di media sosial. Unggahan itu berisi tentang para pemegang saham klub yang dinaungi oleh PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (AABBI) itu. Unggahan yang disebut bersumber dari situs dari dokumen Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) itu menyebut bahwa Wakil Ketua Umum PSSI, yang juga mantan Presiden Klub Arema FC, Iwan Budianto menjadi pemegang saham terbanyak dengan 3.750 lembar atau senilai Rp3,75 miliar. 

Sementara, Presiden Klub saat ini, Gilang Widya Permana yang juga merupakan bos perusahaan J99 memegang sebanyak 750 saham atau senilai Rp750 juta. Nama terakhir adalah artis sekaligus pengusaha besar, Raffi Ahmad yang disebut memiliki 500 lembar atau senilai Rp500 juta. 

Unggahan ini tentu mengejutkan. Sebab, banyak pihak mulanya menduga Gilang merupakan pemilik saham terbesar klub. Apalagi, saat menunjuk Gilang sebagai Presiden Klub Juni 2021 lalu, Iwan menyebut akan ada saham yang dilepas. 

Menurut Iwan kala itu, setelah melalui negosiasi yang panjang, Gilang menjadi pemilik saham Arema FC, meskipun ia tak merinci berapa besarannya. "Memang ada sebagian saham yang dilepas. Jadi Gilang kini resmi menjadi salah satu konsorsium pemilik Arema," katanya, (07/6/2021) lalu. IDN Times sudah mencoba mengonfirmasi unggahan itu kepada manajer Arema FC, Ali Rifki. Namun, hingga berita ini ditulis, belum ada respons.

Tidak terbukanya kepemilikan saham itu pun kini menjadi sorotan. Banyak pihak menyoroti konflik kepentingan yang terjadi di klub berjuluk Singo Edan tersebut, terlebih setelah adanya tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 lalu. Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) sendiri menyebut bahwa konflik kepentingan menjadi salah satu muasal dari tragedi maut itu.

“Kepemilikan mayoritas saham mencapai 98,8 persen oleh pemilik klub dalam PT LIB dapat berpotensi menimbulkan konflik kepentingan sebab beberapa anggota Komite Eksekutif PSSI adalah juga pemilik klub yang akan membawa dampak pada saat pengambilan keputusan strategis yang menyangkut kepentingan klub,” tulis dokumen itu dalam BAB IV tentang analisa.

Sebagai rekomendasinya, TGIPF meminta agar PSSI dirombak dan bebas dari konflik kepentingan. "Untuk menjaga keberlangsungan kepengurusan PSSI dan menyelamatkan persepak bolaan nasional, pemangku kepentingan PSSI diminta untuk melakukan percepatan Kongres atau menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) untuk menghasilkan kepemimpinan dan kepengurusan PSSI yang berintegritas, profesional, bertanggungjawab, dan bebas dari konflik kepentingan."

Asumsi TGIPF mulai terbukti. Ketika banyak meminta adanya KLB demi merombak kepengurusan PSSI, Arema FC yang menjadi salah satu korban dalam tragedi ini memilih jalan 'aman'. Melalui pernyataan resminya pada Minggu, (24/10/2022), Presiden Klub Gilang Widya Permana meminta kasus ini diusut tuntas, tanpa meminta adanya KLB.

"Bahwa posisinya jelas, agar stakeholder sepak bola nasional introspeksi. Dan Berharap semuanya dapat diusut dengan tuntas oleh pihak-pihak yang berkepentingan," ujar Gilang.

KLB memang menjadi salah satu cara untuk mereformasi kepengurusan PSSI setelah usulan mundur dari TGIPF tak digubris. Di sisi lain, pemerintah juga tak bisa mengintervensi atau bahkan membubarkan kepengurusan federasi sepak bola. Jika itu dilakukan, sanksi adalah sebuah keniscayaan. Satu-satunya jurus adalah dengan mendorong klub sebagai pemilik suara untuk menggaungkan KLB.

Sayang, sejauh ini memang baru pemilik klub Persis Solo, Kaesang Pangarep yang meminta adanya KLB. "Pak, ijin tolong ajarin kami untuk meminta KLB. Maaf, kami anak baru di dunia sepak bola. Apakah kami perlu kirim surat resmi menggunakan kop surat perusahaan ke PSSI?" ujar Kaesang, Kamis (20/10/2022) lalu melalui akun Twitter miliknya.

Wajar jika hanya Persis yang berani 'berteriak' minta KLB. Maklum, petinggi PSSI sendiri saat ini banyak diisi oleh bos klub itu sendiri. Sebut saja Yoyok Sukawi. Exco PSSI ini juga merupakan CEO dari PSIS. Atau ada juga nama Pieter Tanuri yang juga merupakan bos serta pemilik saham Bali United.

Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek tertanggal 9 Mei 2022 lalu disebutkan bahwa Pieter menggelontorkan uang hingga Rp1 miliar untuk pembelian 2,5 juta lembar saham Bali United. "Jumlah saham sebelum transaksi 2.398.328.820 lembar (39,97 persen). Setelah transaksi 2.412.682.520 lembar (40,21 persen)," tulis Pieter dalam suratnya kepada Bursa Efek Indonesia.

Jika melihat kondisi itu, rombak total sepak bola Indonesia tampaknya masih jauh panggang dari api. KLB yang dianggap sebagai salah satu jalan pintas reformasi pengurus rasanya masih sulit dilakukan karena terbentur konflik kepentingan. Mungkin sudah waktunya suporter kembali turun ke jalan

Baca Juga: Tajir Melintir, Ini 5 Usaha Crazy Rich Malang

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya