[OPINI] Asa Itu Masih Ada, Joko Tingkir!

Saatnya membuktikan anthem 'Setia Bersamamu'

Pasang surut aturan bukan hal baru bagi Persela. Persela sudah mencicipi asam garam labilnya federasi dan operator liga. Persela tim yang merangkak dan terus berusaha berdiri di atas semua polemik yang ada di liga kita tercinta.

“Aku bangga menjadi Arek LA, ke mana-mana dijuluki Joko Tingkir, lahir di sini di kota pemberani, Bumi Lamongan julukan Joko Tingkir,” salah satu chant yang digaungkan dari tribun timur Stadion Surajaya, Lamongan ketika Persela Lamongan berlaga.

Masih menjadi pertanyaan, chant itu apakah tetap akan dinyanyikan Arek-arek Lamongan, apakah mereka masih bangga dengan Lamongan? Sebuah pertanyaan yang sulit dijawab jika Persela musim depan harus turun kasta.

Persela sekarang ini hanya mengemas 20 poin dari 28 pertandingan yang dilakoninya pada Liga 1 musim 2021/2022. Persela seakan lupa caranya menang, tim ini hanya mendapatkan tiga kemenangan. Sisanya berakhir imbang sebanyak 11 kali dan kalah 14 kali. Miris.

Dari dalam hati Arek Lamongan, sungguh sangat berat jika Laskar Joko Tingkir—julukan Persela- harus degradasi tahun ini. Banyak spanduk di pusat hingga perbatasan Lamongan yang bertuliskan kalau tidak mau degradasi, tidak rela jika harus turun ke Liga 2.

Maklum, Persela tak pernah degradasi semenjak naik ke kompetisi tertinggi Liga Indonesia pada tahun 2003 lalu. Lewat drama play off di Stadion Manahan, Solo, Joko Tingkir menunjukkan tajinya. Seakan terasa kalau Surakarta bagian dari kerajaan yang pernah dipimpinnya.

Joko Tingkir sendiri sebenarnya pendiri Kerajaan Pajang peralihan dari Kerajaaan Demak yang berpusat di Surakarta yang sekarang lebih akrab disebut Solo. Penyematan julukan Joko Tingkir terkesan tidak pas. Tapi, Bupati Lamongan, Masfuk kala itu tak kehilangan cara agar julukan ini tetap cocok bagi Persela.

Masfuk terinspirasi cerita petilasan Joko Tingkir di Pringgoboyo, Kecamatan Maduran, Lamongan yang disampaikan Presiden ketiga, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam pidatonya. Ternyata, julukan ini mendapatkan respons positif. Tak hanya itu, dia juga menggelontorkan dana yang besar dari APBD Lamongan kala itu.

Sokongan dana yang besar membuat Persela mulai eksis pada era 2000-an. Arek-arek Lamongan yang selama ini lebih suka berangkat ke Gelora 10 November (G10N) Tambaksari, Surabaya untuk mendukung Persebaya, perlahan beralih ke Gelora Surajaya Lamongan. Mereka bangga karena Persela mulai berprestasi.

Singkat cerita, Persela menjuarai Divisi 2 Liga Indonesia yang sekarang bernama Liga 3 pada tahun 2001. Persela berhak naik ke Divisi 1 Liga Indonesia setara Liga 2 saat ini. Musim pertama Divisi 1 tahun 2002, Persela hanya menjadi tim medioker. Persela tak mampu menembus delapan besar.

Musim berikutnya, Persela meningkatkan kualitas. Trio pemain asing, Kleber Dos Santos, Juan Duran dan Jorge Rodriguez lebih berkeja keras. Hasilnya, Persela menempati peringkat satu Grup B Divisi 1 Liga Indonesia tahun 2003.

Pada musim itu, Persela membukukan delapan kemenangan dari 10 pertandingan, sekaligus mengambil tiket delapan besar. Tapi, pada babak delapan besar, Persela hanya mampu menempati posisi ketiga. Karena yang otomatis lolos ke Divisi Utama sekarang Liga 1, hanya dua tim teratas, maka Persela perlu melakoni play off agar bisa lolos.

Dalam play off, Persela menghadapi Persib Bandung, PSIM Yogyakarta dan Perseden Denpasar untuk memperebutkan dua tiket ke Divisi Utama Liga Indonesia musim berikutnya. Pertandingan pertama, Persela menelan pil pahit, kalah satu gol dari Persib pada 14 Oktober 2003.

Pertandingan kedua, Persela menang 3-1 dari Perseden pada 16 Oktober 2003. Gol Persela dicetak Ronald Pieters yang mencatatkan brace, kemudian satu gol penalti Juan Duran. Kemudian laga ketiga kontra PSIM pada 18 Oktober 2003, Persela hanya meraih hasil kacamata.

Persela menduduki peringkat kedua pada babak play off, peringkat pertama ditempati Persib. Sejatinya, poin Persela sama dengan PSIM. Hanya saja, tim kebanggaan Kota Soto ini unggul selisih satu gol. Tim yang dilatih Riono Asnan ini pun naik ke kasta tertinggi Liga Indonesia.

Suka cita pun dirasakan warga Lamongan. Mereka tak lagi sungkan memakai atribut biru muda. Bahkan di perantauan, mereka dengan bangga menceritakan Persela. Sejak naik ke kasta tertinggi, Persela tak pernah degradasi.

Tapi, jurang degradasi semakin dekat dengan Persela. Sejak kompetisi digelar secara absurd di tengah pandemik COVID-19 ini, Persela tak mampu berbuat banyak. Tak ada lagi pertandingan home and away, Surajaya tak lagi menunjukkan keangkerannya bagi tim tamu.

Persela sendiri menjadi tim yang sulit dikalahkan jika bermain di rumahnya. Tim-tim besar pernah ditaklukkan di Surajaya. Atmosfer dukungan yang totalitas menjadi kekuatan magis bagi para pemain. Persela hampir terdegradasi pada musim 2019, tapi selamat karena masih ada kesempatan bermain di Surajaya.

Kini, harapan Persela untuk bertahan di Liga 1 sangat tipis. Liga domestik di tengah wabah digelar dengan format seri di tiap-tiap provinsi. Tapi, operator liga seakan kerasan di Bali. Praktis putaran kedua tak pindah ke provinsi lainnya. Bahkan, jatah untuk Jawa Timur tidak ada. Padahal, di Jatim banyak stadion besar nan berkualitas.

Sejak bermain di Bali juga, Persela babak belur. Tak pernah menang sama sekali. Hasil pertandingan hanya berakhir imbang dan kalah. Secara bergantian, pemainnya terkonfirmasi positif COVID-19, baik melalui hasil medis maupun ‘salah ketik’. Persela disuruh perang dengan pasukan seadanya.

Pasang surut aturan bukan hal baru bagi Persela. Persela sudah mencicipi asam garam labilnya federasi dan operator liga. Persela tim yang merangkak dan terus berusaha berdiri di atas semua polemik yang ada di liga kita tercinta.

Namun, kekalahan dari tim tuan rumah, Bali United FC pada pekan ke-28 Liga 1 2021/2022 semakin membenamkan Persela di zona degradasi tepatnya di posisi ke-17 klasemen sementara. Peluang Persela untuk lolos memang ada, tapi sangat tipis.

WhatsApp (WA) aku pun dipenuhi pesan dari teman-teman. “Piye Persela? (Bagaimana Persela)”, “Ikhlasno ae degradasi (ikhkasin aja degradasi)”, “Ajur lur, sido degradasi iki (Hancur jadi degradasi ini)”, “Semangat Persela” dan masih banyak lagi.

Sebagai pendukung Persela, aku hanya tersenyum membaca pesan-pesan yang masuk. Sekarang saatnya membuktikan anthem ‘Setia Bersamamu’, apapun hasilnya Persela tetap kebanggaan. Lubuk hati terdalam berbisik, asa itu masih ada Joko Tingkir! Syaratnya, jika empat laga ke depan dilibas dengan kemenangan, Persela menatap laga melawan Borneo FC, Persikabo, PSM, PSIS dan Bhayangkara FC. Tak lupa, sembari berharap Barito Putera kalah beruntun dari empat tim Jatim. Kemudian Persipura Jayapura terjungkal di dua laga selanjutnya.

Harapan ini tak pantas jika dibebankan ke Direktur Teknik, Gustavo Fabian Lopez saja. Seluruh pemain, jajaran pelatih, manajemen hingga Tuhan Yang Maha Esa juga patut dimintai harapan tersebut. Karena, Persela manut Gusti!

Baca Juga: Jelang Lawan Persela, Eduardo Sebut Persela Diuntungkan Jadwal  

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya