[OPINI] Mempertaruhkan Moralitas Presiden

“Kita harus taat konstitusi”, sebuah pernyataan multitafsir

Berawal dari desas-desus hingga badai isu penundaan pemilu yang dilontarkan
oleh beberapa menteri di Kabinet Indonesia Maju dan cek ombak Jokowi tiga
periode yang disampaikan oleh beberapa pendukung jokowi dari masyarakat sipil,
diikrarkan oleh Asosiasi Kepala Desa Seluruh Indonesia hingga beberapa politisi yang
memberikan celah formulasi hukumnya sebagai basis legal guna penambahan masa
jabatan Presiden dapat terwujud tidak bisa dihentikan.

Pertanggungjawaban sikap Presiden Joko Widodo yang secara eksplisit menyatakan bahwa, “Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden. Menteri atau partai politik bebas saja berpendapat karena ini kan demokrasi. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi." 

Pernyataan Presiden yang multitafsir dan keinginan kolega sekitar Presiden yang menginginkan penambahan masa jabatan Presiden, membuat badai isu ini sulit dihentikan.

Baik dari segi keinginan mau menambah masa jabatan Presiden hingga keinginan untuk tidak menambah masa jabatan Presiden, keduanya membutuhkan tameng Konstitusi. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi yang sekaligus norma dasar dari semua aturan turunan yang ada di bawahnya mempunyai andil yang fundamental guna memberikan jubah legalitas dari dua kepentingan tersebut.

Pendek kata, kalau menurut konstitusi yang sekarang tidak diperbolehkan Presiden menjabat melebihi dua periode, tetapi jika terjadi amandemen kelima hingga mengubah Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 guna menambah masa jabatan Presiden, maka tidak ada alasan lagi untuk menolak perpanjangan masa jabatan tersebut, sekaligus aturan hukum di bawahnya harus mengikutinya.

Harus diakui bahwa hukum adalah alat dan jalan yang harus dilalui untuk memenuhi kepentingan-kepentingan politik warga negaranya. Dia bisa dipertahankan jika ada kepentingan untuk mempertahankan, dan dia juga secepat kilat dapat diubah
jika kepentingan mengharuskannya untuk diubah.

Berbeda jika berbicara soal moralitas. Immannuel Khan berpendapat bahwa moralitas (moralitat/sittlichkeit) adalah kesesuaian sikap dan perbuatan dengan norma atau hukum batiniah. Artinya Moralitas akan tercapai apabila mentaati hukum lahiriah bukan lantaran hal itu membawa akibat yang menguntungkan atau lantaran takut pada kuasa sang pemberi hukum, melainkan menyadari sendiri bahwa hukum itu merupakan kewajiban.

Dari pendapat Immannuel Khan, beberapa poin yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin negara yang bermoral adalah pertama, pemimpin tersebut harus mempunyai kesesuaian sikap dengan perbuatan dan perkataannya. Kedua, segala bentuk tindakan hukum yang dilakukan, semata-mata lantaran kewajiban menaati norma kesusilaan/norma batinnya, bukan karena godaan kekuasaan oleh kolega di Istana yang akan menguntungkan dirinya beserta jajarannya juga bukan karena regulasi hukum yang memperbolehkannya.

Rekam jejak digital sikap Presiden terhadap isu ini cenderung tidak memperlihatkan sikap yang tegas dan konsisten. Di awal isu ini beredar, beliau merespons dengan sikap menolak dengan narasi, “Ini sama seperti menampar muka saya”. Tetapi pernyataan sikap yang akhir-akhir ini pasca viral di dunia maya dan media masa diubah dengan pernyataan “Kita harus taat konstitusi”.

Artinya, jika konstitusi itu diubah ada peluang beliau untuk maju lagi. Ketidaksesuaian sikap terhadap isu yang sama, membuat saya mempertanyakan moralitas Presiden Jokowi di periode kedua masa jabatannya.

Jika Presiden Jokowi hanya berdasar pada semua yang saya lakukan adalah sesuai dengan konstitusi dan regulasi hukum yang ada, maka sikap seperti ini yang
dikatakan oleh Immannuel Khan sebagai pemimpin yang jauh dari moralitas, semua
tindakan hukum dan sikap pribadi hanya didasarkan dengan “apa hukumnya”.

Berbeda jika sikap dan tindakan hukumnya didasarkan pada “bagaimana seharusnya
hukum”, beliau akan menaruh nilai-nilai moralitas di garda terdepan sebelum bertindak sesuai dengan regulasi atau hukum yang ada.

Masih ada dua tahun untuk mempertaruhkan moralitas Presiden Joko Widodo terhadap isu ini, bagaimana ending dari badai isu ini? We will see!

 

Penulis: Ferry Anggriawan S.H., M.H
Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang

Baca Juga: Mahasiswa Lamongan Tolak Presiden Tiga Periode dan Kenaikan BBM

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya