Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi papan reklame luar ruangan.unsplash.com/Paweł Czerwiński

Surabaya, IDN Times - Pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Surabaya hingga triwulan ke-3 tahun 2022 masih rendah, yakni baru mencapai 54 persen dari target senilai Rp4,7 miliar. Komisi B DPRD Surabaya pun menyoroti adanya kebocoran pajak reklame di Kota Pahlawan. 

1. Sejumlah raklame di Surabaya tidak bayar pajak

Ilustrasi reklame di jalanan. Foto Dok

Sekretaris Komisi B Mahfudz, usai rapat dengar pendapat dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Surabaya, menyebut, salah satu sumber kebocoran pajak berasal dari usaha reklame. Sebab, ada sejumlah titik raklame yang tidak bayar pajak.

"Reklame ada beberapa titik yang sudah 8 tahun, 10 tahun tidak bayar pajak. Saya beri contoh diantaranya di jalan Embong malang, jalan Ahmad Yani dan di Wonokromo. Itu saja kalau dikumpulkan sekitar 3 milyar rupiah," ungkapnya.

2. Nilai pajak yang tidak dibayar bervariasi

Papan reklame yanh diduga melanggar aturan sementara ditutup. Dok/Istimewa

Setidaknya, ada sekitar 50  objek reklame yang menunggak pajak, dengan nilai pajak yang bervariasi. Mulai Rp100 juta hingga Rp400 juta.

"Ada yang 500 juta, 400 juta, ada yang 100 juta. Kalau bisa terbayarkan kan lumayan buat nambah PAD kita," terang Mahfudz.

3. Pemerintah harus tegas

Pexels.com/Brett Sayles

Ia pun mengingatkan Bapenda Surabaya agar bisa memaksimalkan potensi pajak dari raklame tersebut. Jika ada papan reklame tak bayar, maka pemerintah harus tegas untuk memotong papan tersebut.

Selain itu, PAD dari sektor pajak hotel, restoran dan hiburan juga harus dimaksimalkan, pasca relaksasi di masa pandemik. Mahfudz menyebut hotel Garden sebagai salah satu penunggak pajak yang nilainya besar.

"Jangan hanya fokus memungut PBB. Saat ini cenderung yang dipaksa bayar pajak itu rakyat kecil lewat PBB, sedangkan para pengusaha seperti dibiarkan," tegasnya lagi.

Editorial Team