Cerita Badung Para Penegak Hukum

Arogansi, seks, narkoba, hingga pemerasan

Surabaya, IDN Times – Lima anak muda tengah duduk santai mengobrol di Warung Bengkel Kopi, di Jalan Gayung Kebonsari Timur, Ketintang, Kecamatan Gayungan, Surabaya, Rabu malam awal November 2021. Mereka meriung membahas fenomena pelanggaran polisi yang beberapa pekan menyeruak ke publik. Salah satu dari mereka kemudian terperanjat saat scrolling media sosial di gawai yang ia pegang.

"Cuk! Enek maneh iki, polisi nilang karo njaluk brambang (Ada lagi ini, polisi menilang terus minta bawang," ujar pemuda itu yang kemudian memancing penasaran teman-temannya untuk melihat gawai mereka juga.

Mereka semakin asik membahas ulah tak patut para anggota polisi yang banyak viral di media sosial. Topik yang lumayan menggelitik ya ulah polisi yang menilang sambil meminta bawang satu karung kepada sopir truk pengangkut bawang itu.

Setelah kemudian hari viral, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus angkat bicara. Dia memastikan kalau video itu benar adanya. Kejadian Senin 1 November 2021, sekitar pukul 18.00 WIB, di Jalan Parimeter 2, Kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.

Petugas yang memalak satu karung bawang merah itu adalah Aipda PDH. “Ini yang viral di medsos, tindak lanjut yang sudah dilakukan oleh Polda Metro Jaya kemudian memanggil yang bersangkutan dan melakukan pemeriksaan," tutur Yusri.

Aipda PDH yang belakangan diketahui berdinas sebagai Polantas Polres Bandara Soekarno-Hatta pun telah dipindah tugas ke bagian Yanma Polda Metro Jaya. “Yang bersangkutan sudah dilakukan pemeriksaan oleh propam Polda dan langsung dicabut, ditarik, dipindah tugaskan ke Polda Metro Jaya. Di Bintara Yanma sementara ini, sambil menjalani pemeriksaan," kata Yusri.

                                                                            ***

Sepekan berlalu, pelanggaran polisi menjadi topik hangat yang dibincangkan publik, tak terkecuali publik tongkrongan warung kopi. Topik yang menasional waktu itu adalah kasus dugaan pemerkosaan ayah kepada tiga putrinya di Luwu Timur yang penyelidikannya dihentikan polisi. Kasus ini kembali meledak setelah ditulis Project Multatuli berjudul "Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan". Topik ini kemudian melahirkan gerakan #PercumaLaporPolisi yang menggema di twitter. Desakan publik untuk membuka kembali kasus ini kian nyaring, hingga polisi pun membuka lagi kasus ini.

Kerja buruk sebagian anggota Korps Bhayangkara itu satu demi satu terbongkar ke publik. IDN Times di 11 Provinsi mencoba menelusuri dan menemukan betapa beragamnya pelangaran polisi di beberapa daerah. Sebagian besar dari para pelanggar ini telah dikenai sanksi disiplin hingga pemecatan.

1. Arogansi dan kekerasan

Cerita Badung Para Penegak HukumViral aksi Polisi banting mahasiswa (dok. IDN Times/Ger)

Belum lama sebelum anggota polisi meminta bawang satu karung kepada sopir truk itu viral, ulah polisi ‘Smackdown’ demonstran di Tangerang, Banten viral lebih dulu. FA salah seorang mahasiswa dibanting polisi di tengah kericuhan demonstrasi di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, pada Rabu (13/10/2021).

Siang viral, sorenya Polres Tangerang buru-buru membuat video dengan mewawancarai korban tentang kondisinya yang tampak baik-baik saja. Lalu, ditambah seremonial pelaku meminta maaf pada korban yang juga direkam video.

Namun, belakangan Brigadir NP, polisi yang membanting mahasiswa itu, diganjar sanksi setelah menjalani persidangan disiplin di Mapolda Banten. Sidang disiplin dipimpin langsung Kapolreta Tangerang Kombes Pol Kombes Pol Wahyu Sri Bintoro. NP dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindakan di luar prosedur dan menimbulkan korban.

"Dalam putusan persidangan NP dijatuhi sanksi berlapis sesuai peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri," kata Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga, Kamis (21/10/2021).

NP juga diganjar tahanan 21 hari, dimutasi bersifat demosi dari jabatannya sebagai bintara Polres Tangerang. Selama menjalani hukuman dia juga tidak diberikan penugasan dan kewenangan apapun.

"Tidak cukup dengan itu saudara NP diberikan sanksi tertulis secara administasi. Akan tertunda kenaikan pangkat bahkan menjadi kendala mengikuti pendidikan lanjutan," katanya.

                                                                            ***

Jauh sebelum insiden ‘Smackdown’ itu, deretan arogansi dan kekerasan yang dilakukan  polisi terjadi di beberapa daerah. Di Bali misalnya, seorang polisi yang bertugas di Polda Bali diduga menganiaya remaja laki-laki berinisial RSA (14) hingga tulang kering kaki korban patah. Saat kejadian, korban sedang membonceng teman perempuannya dan melintas di Jalan Bypass Sanur. Mereka hendak pulang ke Desa Padangsambian, Denpasar. Sesampainya di dekat The Hub, sejumlah polisi berpakaian preman mencegat mereka sehingga terjadi kepanikan. Diketahui bahwa aparat saat itu sedang membubarkan aksi balapan liar di kawasan Jalan Bypass Ngurah Rai Sanur, Sabtu (25/9/2021).

Saat korban akan putar balik, sepeda motornya ditendang oleh polisi hingga korban jatuh. Kemudian korban meninggalkan sepeda motornya dan lari. Sedangkan teman perempuannya sudah berada di seberang jalan.

Tepat di depan The Hub, RSA lalu didorong hingga terjungkal, kemudian polisi tersebut mengeluarkan alat setrum dan diarahkan ke paha dan rusuk korban. Kaki korban diinjak hingga patah dan mulutnya dipukul hingga berdarah. Dalam kondisi kesakitan, korban disuruh mengambil sepeda motornya di pinggir jalan. Karena tidak kuat, korban kemudian meminta tolong agar polisi tersebut meneleponkan ayahnya.

Akhirnya bersama ayah korban, polisi tersebut membantu menggendong korban ke dalam mobil dan mengantarnya ke Rumah Sakit Bross di Renon. Polisi itu lalu dilaporkan ke Propam Polda Bali pada Selasa (28/9/2021).

Selain kekerasan terhadap remaja, seorang polisi berinisial Iptu E dicopot dari jabatannya sebagai Kanit Buser Polresta Denpasar setelah dilaporkan melakukan pemukulan terhadap seorang pemandu lagu berinisial M, yang bekerja di sebuah klub malam, Jalan Bypass Ngurah Rai, Kuta, Kabupaten Badung, pada 25 Mei 2021 malam.

Empat hari berselang, kejadian serupa terulang di tempat lain. Dua polisi jajaran Polresta Denpasar diduga melakukan pemukulan terhadap seorang pengunjung di parkiran sebuah klub malam pada 30 Mei 2021. Polisi tersebut bahkan disebut sempat mengeluarkan senjata. Namun kaba ini ditepis oleh Kapolresta Denpasar.

                                                                            ***

Di Surabaya, kekerasan polisi menimpa jurnalis Tempo Nurhadi. Ia harus mendapatkan tendangan, pukulan, tamparan, hingga ancaman pembunuhan saat diinterogasi. Saat itu Nurhadi tengah dalam tugas menginvestigasi kasus skandal korupsi yang menyeret pajabat di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Sampai dini hari (Sabtu 27/3 – Minggu 28/3), Hurhadi mendapatkan teror dan kekerasan oleh anggota polisi itu.

Kasus ini mendapatkan perhatian publik. Koalisi Masyarakat Sipil seperti LBH, Kontras, dan Aliansi Jurnalis Independen (Aji) mendampingi korban untuk menjebloskan para pelaku ke jeruji besi. Dukungan dari kalangan Jurnalis juga mengalir deras.

Polda Jatim kemudian menetapkan dua tersangka dalam kasus ini. Kadiv Advokasi Antikekerasan Terhadap Jurnalis, Fatkhul Khoir menyebut ada dua tersangka yang ditetapkan sejak Jumat (7/5/2021). Keduanya ialah anggota Polda Jatim. Yakni Purwanto dan Firman yang sebelumnya juga mengikuti rangkaian kasus, penyelidikan, prarekonstruksi hingga gelar perkara.

"(Dua tersangka) Purwanto dan Firman. Iya (oknum polisi)," kata Fatkhul. Kasus kekerasan jurnalis Nurhadi oleh dua anggota polisi itu terus menggelinding hingga persidangan. Sampai sekarang, proses persidangan terus berlanjut.

                                                                                 ***

Pembukaan awal tahun 2021, masyarakat dikejutkan dengan tersiarnya berita penganiayaan yang dilakukan oleh 6 anggota Polresta Balikpapan, Kalimantan Timur kepada seorang tahanan bernama Herman, yang berujung kematian. Herman meninggal pada 3 Desember 2020 setelah ditahan di Polresta Balikpapan.

Kasus meninggalnya Herman secara tak wajar dilaporkan pihak keluarga korban secara resmi kepada Direktorat Reserse Kriminal Umum dan ditembuskan kepada Bidang Propam Polda Kaltim pada 4 Februari lalu.

Pada Selasa (16/3/2021) Kasus kematian Herman pun memasuki tahap rekonstruksi. Polda Kaltim yakni Ditreskrimum melakukan rekonstruksi untuk mengetahui awal terjadinya penganiayaan terhadap korban. Wadirkrimum Polda Kaltim AKBP Roni Faisal telah memastikan bahwa meninggalnya Herman karena penganiayaan.

"Dipastikan di situ ada penganiayaan. Untuk sementara, belum ada (fakta baru)," ucapnya.

Ada empat barang bukti yang disita kepolisian dari enam pelaku dan dimunculkan kembali saat reka ulang. Yaitu selang, ekor ikan pari, tongkat T, dan staples.

"Saya pastikan keenam tersangka tadi ada perannya yang nantinya akan kami buka di pengadilan satu persatu," imbuhnya.

2. Tilang dulu peras kemudian

Cerita Badung Para Penegak HukumIlustrasi tilang. IDN Times/Mia Amalia

Kontroversi tilang menilang sampai sekarang masih jadi ‘sego jangan’ atau makanan harian bagi para pengendara di negeri ini. Bahkan, masyarakat masih suka grrogi saat berkendara, kok tiba-tiba di depannya ada polisi berompi polantas.  

Nah, menceritakan soal tilang menilang, delapan tahun silam, ada kisah menggelikan seorang polisi yang menilang wisatawan asing asal Belanda, Van der Spex, di Simpang Lio, Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali. Kala itu sang polisi mengajak Van der Spex masuk ke dalam pos polisi di Simpang Lio untuk menilangnya karena tidak memakai helm.

Anggota polisi tersebut lalu meminta yang bersangkutan menunjukkan driving lisence. Tapi, Van der Spex tidak bisa menunjukkan dokumen yang diminta. Sehingga ia disarankan untuk selanjutnya berproses ke Pengadilan Negeri Denpasar dengan perkiraan biaya Rp1.250.000.

Namun apabila Van der Spex tidak mau ke pengadilan, sang polisi menawarkan jalan mulus dengan membayar kepadanya sebesar Rp200 ribu. Bule itu akhirnya bersedia membayar Rp200 ribu berupa empat lembar uang pecahan Rp50 ribu.

Usai menerima uang Rp200 ribu, polisi itu menyampaikan ke Van kalau dia bisa pergi ke mana saja hari itu, asalkan di wilayah hukumnya, tanpa mengenakan helm. Tapi untuk esok hari, tetap harus mengenakan helm.

Lalu terjadi obrolan. Polisi itu menanyai Van, akan pergi ke mana? Van pun menjawab kalau akan kembali ke vilanya minum bir. Lalu, polisi itu dengan gercep menawari Van minum bir bersama di dalam pos polisi. Sang polisi membeli bir menggunakan uang tilang yang dibayarkan oleh Van. Kata-kata polisi ini kemudian menjadi viral dan selalu diingat oleh masyarakat.

"This your money. I pay one hundred to beer, one hundred for my government okay. (Ini uang kamu. Saya pakai seratus ribu untuk membeli bir dan seratus ribu untuk pemerintah saya ya.)" ungkap polisi itu.

Lebih mengejutkan lagi, polisi tersebut kemudian menenteng beberapa botol bir untuk diminum bersama Van. Bahkan ketika Van mengatakan hanya ingin minum satu botol bir karena setelah ini harus berkendara, polisi tersebut menyampaikan tidak masalah dan jika ada masalah bisa menghubunginya. Polisi itu kemudian blak-blakan bercerita bahwa ia telah menilang dua wisatawan lainnya, masing-masing Rp300 ribu dan Rp100 ribu. 

                                                                          ***

Pada Agustus tahun lalu, sempat dihebohkan dengan tersebarnya video berdurasi 03.16 menit yang memperlihatkan dua polisi Polres Jembrana berinisial Made W dan Putu melakukan pemerasan kepada wisatawan asal Jepang. Tulisan dalam video tersebut menceritakan bahwa wisatawan diminta membayar Rp1 juta karena tidak menyalakan lampu depan sepeda motor yang dikendarainya. Padahal wisatawan tersebut telah menunjukkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Surat Izin Mengemudi (SIM) miliknya.

Setelah videonya viral, kedua polisi tersebut dipanggil oleh Kasi Propam Polres Jembrana. Pemerasan tersebut belakangan terungkap terjadi ketika razia oleh Polsek Pekutatan, Jembrana pada pertengahan 2019 silam. Satu di antara anggota polisi yang bermasalah disebut akan segera pensiun.

Baca Juga: Arahan Kapolri Potong Kepala, Kapolda Metro: Saya Blender Sekalian 

3. Narkoba, seks hingga curas

Cerita Badung Para Penegak HukumIDN Times/Arief Rahmat

Belum lama. Kejadian pada Maret 2021, dua anggota Polresta Bandar Lampung terlibat pembegalan truk pengangkut kompos di Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan, Lampung. Kemudian, pada Juni 2021 lalu, dua anggota polisi Briptu ZA bertugas di Polda Lampung dan Briptu IE bertugas di Polres Metro terlibat penyalahgunaan narkoba. Setelah dikembangkan, petugas kembali mengamankan Briptu IE yang didapati memiliki sepucuk senjata api rakitan jenis revolver beserta empat butir peluru aktif.

Masih di Lampung, seorang  polisi berpangkat Brigadir Polisi Kepala (Bripka) Irfan Setiawan menjadi dalang perampasan mobil milik mahasiswa di Bandar Lampung hingga penyalahgunaan narkotika jenis sabu.

Di Bandung, Jawa Barat ada ibu rumah tangga berinisial SM yang jadi korban KDRT jadi tersangka karena dilaporkan balik oleh suaminya sendiri. Ia ditetapkan sebagai tersangka dari hasil penyidikan yang dilakukan oleh Polres Cimahi. SM ditersangkakan dengan tuduhan menelantarkan anak selama bertahun-tahun. Padahal, SM juga pernah melaporkan suaminya karena menjadi korban KDRT.

Polisi dinilai mengabaikan semua bukti-bukti yang dimiliki oleh SM. Faktanya, SM merupakan korban KDRT fisik dan psikis oleh suaminya sendiri. "Komnas Perempuan juga merekomendasikan agar pihak kepolisian menimbang semua bukti. Komnas Perempuan menyatakan bahwa SM ini merupakan korban KDRT tapi kenapa bisa ditetapkan menjadi tersangka," ujar Pengacara SM, Hardiansyah.

Bergeser ke Surabaya, Jawa Timur. Ada kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh tiga anggota polisi di Kota Surabaya ini terjadi pada Kamis, 29 April 2021. Awalnya, lima orang anggota Satreskoba Polrestabes Surabaya tertangkap bersama 3 warga sipil tengah pesta narkoba di sebuah hotel.

Mereka digerebek tim dari Div Propam Polri bersama Bid Propam Polda Jatim Dari kelima orang tersebut, hanya 3 polisi yang berlanjut ke persidangan yaitu Iptu Eko Julianto, Aipda Agung Pratidina dan Brigpol Sudidik. Dua polisi lainnya tak memenuhi unsur alat bukti untuk lanjut menjadi terdakwa. Sidang perdana kasus ini telah dilaksanakan pada 15 September 2021.

Pelanggaran serupa juga dilakukan oleh seorang polisi dari Polresta Mojokerto, RAN (35). Ia kedapatan tengah pesta narkoba di sebuah vila di Kabupaten Mojokerto bersama tiga orang lainnya yaitu PM (28) dan PAS (26) pemandu lagu asal Surabaya serta seorang laki-laki, YS (35) warga Surabaya. Kasus ini terungkap pada 19 Oktober 2021. Hingga saat ini, proses penyidikan terhadap kasus tersebut masih berlanjut setelah RAN ditetapkan sebagai tersangka.

Meski proses belum selesai, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Gatot Repli Handoko menegaskan bahwa polisi yang menyalahgunakan narkoba akan mendapat sanksi berat. "Bila perlu dilakukan PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat)," tegas Gatot.

Teranyar, ada kasus Kapolres Nganjuk, AKBP Jimmy Tama yang dicopot dari jabatannya tak lama setelah dilantik, sekitar 2 bulan. Pencopotan oleh Kapolri ini diduga akibat penanganan Jimmy terhadap kasus keracunan massal yang kurang memuaskan.

Kasus pelanggaran hukum lain diduga dilakukan oleh anggota Satlantas Polres Trenggalek berinisial ABS (39). ABS dilaporkan ke Bidpropam Polda Jatim oleh seorang perempuan berinisial AT (36) yang mengaku telah dihamili oleh ABS. Sayangnya, pria yang sudah berisitri itu meminta AT untuk menggugurkan kandungannya.

Laporan AT diserahkan pada Senin (4/10/2021) setelah tidak ada kejelasan tangung jawab dari ABS. Sebelum memutuskan ke Polda, AT sudah melaporkan ABS ke Propam Polres Trenggalek dan sempat melakukan mediasi. Dalam mediasi itu, ABS bersedia bertangungjawab dan menikahi AT secara siri.

Namun setelah mediasi itu, AT tak menerima tanggung jawab apa pun dari ABS. Akhirnya, AT pun melanjutkan laporannya ke Polda Jatim. Hingga kini, AT masih menunggu kelanjutan dari laporannya. "Tidak ada komunikasi setelah mediasi tersebut, bahkan nomor HP saya sudah diblok pasca mediasi," ujarnya, Sabtu (23/4/2021).

Perkara seksual juga pernah menjerat anggota polisi dari Polda Bali, Briptu Ryanzo Christian Ellessy Napitupulu. Pada 3 Juni 2021 ia divonis 2,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Denpasar. Ia terbukti melanggar Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait pemerasan.

Sebelum divonis, Briptu Ryanzo ditahan dan ditetapkan menjadi tersangka pada 21 Desember 2020 atas dugaan tindak pidana pengancaman, pemerasan, dan persetubuhan terhadap seorang perempuan sesuai dengan Laporan Polisi Nomor LP/458/XII/2020/Bali/SPKT tanggal 18 Desember 2020 di SPKT Polda Bali.

Selain mengancam, dia juga menyetubuhi korban MIS (21) dalam rentang waktu 15 Desember 2020 pukul 23.00 Wita hingga 16 Desember 2020 pukul 02.00 Wita di sebuah kos-kosan di wilayah Kecamatan Depasar Selatan. Korban saat itu disebut melakukan open Booking-Order (BO) melalui aplikasi MiChat.

Briptu Ryanzo sempat mengancam MIS dengan kasus prostitusi online. Kejadian tersebut berujung pemaksaan terhadap korban untuk melayani hasrat seksual Ryanzo. Tak cukup di situ, smartphone pelapor disita dan uangnya diambil. Tersangka juga meminta jatah setoran bulanan kepada MIS.

4. Saatnya Propam bersih-bersih polisi nakal

Cerita Badung Para Penegak HukumKapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo melambaikan tangan kepada awak media usai menjalani pertemuan dengan Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), di Bandung, Jawa Barat, Selasa (16/3/2021) (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Setelah tingkah polah pelanggaran anggota polri itu viral, Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat kawat yang berisi perintah penindakan tegas kepada para polisi yang melanggar prosedur. Dalam sebuah kesempatan pidato, Jenderal Listyo juga menyitir adagium ‘ikan busuk mulai dari kepala’ yang mengisyaratkan perintah pemecatan bagi polisi yang melangar prosedur.

Beberapa Polda mulai bergerak melaksanakan surat kawat Kapolri itu. Di Lampung misalnya, Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad, mengatakan selama periode 2020/2021 ini ada 19 anggota terbukti melakukan pelanggaran kode etik.

"Kebanyakan anggota melakukan pelanggaran itu terlibat kasus tindak pidana kriminal umum sama narkoba. 19 oknum itu sudah diberi sanksi dari hasil keputusan sidang komisi kode etik Polri," kata Pandra sapaan akrabnya saat dihubungi IDN Times Rabu (3/11/2021).

Pandra mengatakan, saat ini tinggal melaksanakan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) pada 19 polisi tersebut, karena secara keputusan sudah tidak layak menjadi anggota Polri.

"Kan kalau pemberhentian dengan hormat dia dapat hak pensiun tapi kalau pemberhentian dengan tidak hormat tidak dapat hak itu. Dia jadi masyarakat biasa," ujarnya.

Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jawa Timur  juga sedang menangani anggota polisi 'bandel'. Beberapa dari mereka sedang menjalani pemeriksaan, sidang hingga putusan lantaran terbukti melakukan pelanggaran kode etik kepolisian.

Bahkan, Kapolda Jatim, Irjen Pol Nico Afinta sendiri turut mengawasi langsung proses jalannya sidang di Bidang Propam Polda Jatim pada Selasa (2/11/2021) lalu. "Saya datang ke sini untuk melihat langsung bagaimana proses jalannya sidang, supaya tidak main-main," tegas Nico.

Baca Juga: Saksi Terisak di Sidang Lanjutan Kasus Kekerasan Jurnalis Nurhadi

5. Menguji kepecayaan publik pada Polri

Cerita Badung Para Penegak HukumIlustrasi polisi lalu lintas. IDN Times/Yogi Pasha

Pada 12 Agustus 2021, Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) mempublikasikan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Kepolisian RI (Polri) hanya sebesar 66,3 persen saja. Persentase tersebut menjadi yang terendah dibandingkan kepada lembaga penegak hukum lainnya.

Misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi masih memiliki kepercayaan tertinggi sebesar 76,2 persen. Pengadilan dan Kejaksaan Agung punya tingkat kepercayaan yang sama besar, yakni 73,7 persen. KedaiKOPI melakukan survei secara daring pada 22-30 Juli 2021. Survei tersebut dilakukan terhadap 1.047 responden di 34 provinsi di Indonesia.

Temuan Divisi Propam Polri juga turut melengkapi data peningkatan pelanggaran anggota polri pada tahun 2020 sebesar 32 persen atau 3.304 pelanggaran. Sedangkan triwulan pertama 2021 jumlah pelanggaran disiplin sebanyak 536 pelanggaran. Sampai Oktober 2021, Divisi Propam mengklaim pelanggaran anggota polri menurun dibanding 2020.

Kepercayaan publik pada Polri kian merosot bisa jadi selain dipicu perilaku beberapa anggotanya yang bar-bar, juga karena leletnya menyelesaikan kasus. Berdasarkan catatan LBH Bandar Lampung banyak kasus dilaporkan pada polisi lambat ditangani bahkan tidak ada tindak lanjut. 

Menurut, Kepala Divisi Ekonomi, Sosial dan Budaya LBH Bandar Lampung, Indra tak ada transparansi informasi dari pihak kepolisian terkait kasus yang dilaporkan.

"Memang faktanya itu agak susah ya, apalagi hari ini ada tagar #percumalaporpolisi. Itu bisa menggambarkan soal bagaimana masalah penegakan hukum di kepolisian," kata Indra saat ditemui di Kantor LBH Bandar Lampung, Rabu (3/11/2021).

Indra menyampaikan, ada kasus yang pernah didampingi LBH Bandar Lampung sudah bertahun-tahun tidak ada perkembangan. Apalagi jika kasus tersebut menyangkut hak-hak korban kekerasan seksual, kesejahteraan buruh dan bersentuhan dengan pihak pemerintah atau aparat.

"2018 lalu, mahasiswa mendapat kekerasan saat penggusuran Pasar Griya di Bandar Lampung melawan Pemkot Bandar Lampung. Korban melakukan laporan pada Polda, sampai hari ini pelaku diduga anggota Satpol PP sudah ditetapkan tersangka tapi tidak ada perkembangan lebih lanjut," terangnya.

Kasus lainnya, juga terjadi pada korban kekerasan seksual masih anak-anak. Indra mengatakan, korban sudah melaporkan selama tujuh bulan tapi tidak ada penyelesaian. Padahal sudah sampai pada tahap penyelidikan pelaku.

"Bahkan pascakorban melaporkan, pelaku ini masih berkeliaran di depan korban. Padahal korban sudah trauma diperkosa 10 orang itu tapi dia masih harus melihat pelaku bebas berkeliaran," papar Indra.

Di Jawa Tengah, Kantor Perwakilan Ombudsman Jawa Tengah menerima 76 laporan dari masyarakat terkait kinerja pihak kepolisian di 35 kabupaten/kota. 

Kepala Ombudsman Jateng, Siti Farida mengungkapkan sepanjang bulan Januari hingga akhir Oktober 2021, tak kurang 76 aduan warga diterima oleh pihaknya dengan mayoritas keluhan mengenai proses penyelidikan kasus yang bertele-tele dan terkesan lelet.

"Ada beberapa warga yang mengeluh layanan pihak kepolisian ini terlalu lama waktunya. Terutama dalam pengaduan warga di kantor polisi," kata Farida kepada IDN Times, Jumat (5/11/2021).

Ia mengatakan kinerja kepolisian setiap tahunnya memang kerap dikeluhkan masyarakat dengan jumlah yang terus meningkat. 

Meski laporan warga tak seramai tahun lalu, akan tetapi dirinya mencermati di tahun 2021 ada sejumlah kasus yang berakhir damai saat berhadapan dengan pihak kepolisian. Salah satu kasus yang menonjol yaitu berkaitan dengan pelanggaran kode etik yang sedang diproses oleh Propam Polres Kebumen. 

"Dari total keseluruhan laporan warga di tahun ini sebanyak 576 kasus, aduan warga terkait kepolisian menempati peringkat ketiga setelah kasus agraria dan pelayanan medis. Dan ada 11 kasus yang melibatkan kepolisian yang sudah diproses, sisanya ada yang dihentikan, disortir oleh tim Irwasda Polda Jateng dan beberapa kasus dihentikan. Termasuk kasus polisi yang ditangani Propam Kebumen," kata Farida.

Pihaknya menyoroti berbagai keluhan masyarakat mengenai layanan kepolisian di lima kabupaten. Masing-masing layanan kepolisian yang dilaporkan yaitu di Polres Pati, Polrestabes Semarang, Polres Tegal, Polsek Trucuk, Klaten.

"Di Polrestabes Semarang kita menemukan dugaan praktik pungli yang memberatkan warga. Ketika diusut di lokasi uji SIM, nyatanya ada tarif yang tidak sesuai dengan ketentuan. Ada juga yang komplain soal tempat uji SIM yang fasilitasnya tidak memadai. Tentunya hal ini kita tampung dan langsung dikonfirmasi ke aparat setempat," bebernya.

Sementara itu, mendengar riuhnya berita pelanggaran polisi, Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Ahmad Luthfi ketika memimpin apel memerintahkan personelnya wajib bertugas secara maksimal sehingga hasilnya bisa dirasakan masyarakat. 

Ia berkata sudah berusaha mengingatkan personelnya untuk cerdas berempati dan bersikap rendah hati dalam bertugas. 

"Setiap anggota tidak boleh jumawa upayakan untuk ramah dan bersifat melayani masyarakat. Jangan sampai prestasi yang telah dirintis menjadi hancur karena masyarakat menilainya sombong dan tidak peka," tegasnya.

Ahli Hukum Pidana dari Universitas Dwijendra, Made Wahyu Chandra Satriana, menyampaikan apabila ada indikasi aparat penegak hukum melakukan pelanggaran hukum, maka wajib ditindak berdasarkan hukum yang berlaku yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP atau Peraturan Perundang-Undangan Khusus lainnya yang mengatur tentang perbuatan tersebut.

"Saya cukup prihatin dan menyesali kejadian-kejadian pemerasan yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum, dalam hal ini pihak kepolisian. Dari sudut pandang saya, seharusnya segala tindakan yang dilakukan oleh setiap orang harus berdasarkan hukum yang berlaku dan sesuai prosedurnya masing-masing. Tidak boleh main hakim sendiri," katanya.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatra Utara Amin Multazam lubis, juga memberi catatan. Menurutnya, kepolisian sebagai institusi penegak hukum harusnya bisa memberikan kinerja yang memuaskan. Karena pasca reformasi masyarakat memberikan kepercayaan penuh untuk menjaga ruang-ruang sipil.

Namun, kepercayaan masyarakat itu justru dijawab dengan maraknya laporan yang masuk kepada organisasi masyarakat sipil atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh para anggota polisi yang bandel. Baik kasus penyiksaan hingga penggunaan kekuatan berlebihan. Kepolisian juga masuk sebagai institusi yang diduga paling banyak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

"Artinya ruang besar yang diberikan pada kepolisian justru membuat kepolisian jadi institusi yang paling disorot dan kerap mendapat predikat negatif. Oleh sebab itu dorongan untuk menuntaskan reformasi kepolisian mutlak diperlukan. Tidak hanya secara struktural, namun juga secara kultural," kata Amin yang ditemui IDN Times di kantornya di Medan.

Sekarang, publik terus merindukan Polri kembali bisa memberi rasa aman. Karena publik juga bangga dengan bapak-bapak polisi yang hebat melayani dengan hati. Agar generasi selanjutnya tak ragu bercita-cita menjadi polisi.  

Tim penulis: Silviana, Anggun Puspitoningrum, Fariz Fardianto, Riani Rahayu, Maya Aulia Aprilianti, Prayugo Utomo, Ayu Afria Ulita Ermalia, Khairul Anwar, Ardiansyah Fajar, Fitria Madia, Bagus F.

Baca Juga: Polisi yang Banting Mahasiswa Berpangkat Brigadir

Topik:

  • Zumrotul Abidin
  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya