Rose, Waria Kembang Kuning yang Menggantungkan Asa pada Pilpres 2019

“Aku percaya bawa harapan baru ya, makanya aku gak golput"

Surabaya, IDN Times - Angin malam yang menembus sela ranting pepohonan kian menusuk tulang. Sementara jarum jam menunjukkan pukul 23.30 WIB. Aku berada di tengah komplek pemakaman Kembang Kuning, Wonokromo. Sembari menyantap gorengan dengan teh hangat sajian Bu Muji, aku menikmati gelapnya malam yang diramaikan dengan nyanyian jangkrik.

“Lagi nunggu apa mas?” sapa Bu Muji yang nampak penasaran. Wajar saja. Pasalnya, aku sudah duduk di sana selama lebih dari 1 jam. Warung Bu Muji tidak seperti tempat ngopi pada umumnya. Dia tidak memiliki meja sebagai alas makanan. Dia memanfaatkan konstruksi kokoh kuburan Cina sebagai mejanya.

Dia mengikat tali di antara pilar-pilar makam untuk menggantungkan minuman kemasan. Tepat di sebelah gelasku, terpampang tulisan pemilik kuburan yang meninggal tahun 2010 silam.

“Oh gak bu, cuma lihat-lihat aja,” jawabku setelah menyeruput teh yang sudah dingin. “Kalau jam segini mah belum keluar. Satpol PP belum razia,” sahut Bu Muji seolah sadar akan maksud kedatanganku. Mataku yang awalnya celingunkan kesana-kemari, kini fokus mendengar apa yang disampaikan sang pemilik warung

Makam Kembang Kuning dikenal sebagai "Pujasera" seks yang terkenal di Surabaya. Harganya murah. Mulai dari Rp50 ribu hingga Rp150 ribu, setiap pengunjung bisa merasakan kepuasan seksual. Inilah tempat dimana perempuan dan waria mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk menlanjutkan hidup.

“Satpol PP razia itu biasanya dua kali sehari, apalagi ini malam Sabtu. Nanti baru ramai sekitar jam tiga,” lanjut perempuan yang malam itu mengenakan duster hitam dengan motif batik oranye.

1. Semakin malam, suasana Kembang Kuning semakin ramai

Rose, Waria Kembang Kuning yang Menggantungkan Asa pada Pilpres 2019IDN Times/Vanny El Rahman

Menit demi menit berlalu. Kini, jarum jam menunjukkan pukul 02.30 WIB. Tanpa sadar, di tengah tegukan teh manis hangatku, dua mobil atap terbuka yang bertuliskan Satpol PP melintasi Makam Kembang Kuning. Tidak terlihat suasana yang kacau, seolah-olah para penyedia jasa memahami betul bagaimana strategi agar tidak terjaring razia.

Setengah jam berlalu. Dinginnya malam Kota Pahlawan tidak lagi terasa. Kali ini, komplek kuburan Cina itu diramaikan dengan pengendara motor yang berlalu lalang. “Itu mereka anterin ‘orang-orang’ mereka (para pekerja seks komersial),” sahut Bu Muji.

Penasaran dengan kondisi , aku segera angkat kaki menuju motor yang terparkir tidak jauh dari warung. Ku putari seluruh kompek, mulai dari gerbang awal hingga tembusan menuju perumahan lain. Di sepanjang jalan, perempuan serta transpuan (waria) dengan dandanan dan semerbak parfum tersaji di sepanjang pemakaman.

Harus diakui, kadang kala suasana makam begitu mencekam. Aura “tempat peristirahatan terakhir” sangat terasa seiring batu nisan yang berbaris rapih. Belum lagi aroma melati dan cairan mawar. Namun, atmosfer tersebut seketika hilang dengan sederet PSK yang berjejer dengan pose dan spot terbaiknya.

2. Rose, telah bekerja menjadi PSK selama lebih dari 20 tahun

Rose, Waria Kembang Kuning yang Menggantungkan Asa pada Pilpres 2019IDN Times/Vanny El Rahman

Di tengah gelapnya malam, terlihat seseorang yang duduk seraya menikmati rokok yang  tersisip di antara telunjuk dan jari tengah. Rambutnya tergerai panjang. Pakaian pink yang dikenakannya remang-remang terlihat tatkala satu dua motor melintasi ruas tersebut.

“Psst, psst,” bisik dia. “Cari apa mas,” tanya dia kepadaku yang berdiri di seberang jalan. Mendengar suaranya, aku sadar dia adalah seorang transpuan. Ku dekatinya dan ku utarakan maksud kedatanganku. “Kalau mau ngobrol-ngobrol sambil direkam mau gak?” tanyaku dengan menyodorkan ponsel yang hendak aku gunakan.

“Yang penting dibayar aja. Pasti kan lama ya, aku minta Rp100 ribu ya,” jawab dia. Tidak seperti PSK lainnya, dia sama sekali tidak keberatan dengan permohonan izin untuk merekam. “Kalau aku sih sekarang pikirannya uang aja, selama dikasih uang, aku gak keberatan,” tambah dia.

Dia adalah Rose (bukan nama asli), transpuan berusia 35 tahun yang telah menghabiskan hampir separuh hidupnya untuk menjual diri. “Aku begini udah 20 tahun, sejak SMP,” dia menyambung “Cuma dulu pas SMP aku masih malu-malu, jadi malam mangkalnya pakai wig, terus pagi sekolah. Karena malam mangkal, jadi di sekolah tidur terus,”.

Baca Juga: Tuduhan UMKM Dolly Fiktif, Risma: Suruh Ngomong ke Saya

3. Dari coba-coba, menjadi kebutuhan, hingga tidak lagi memiliki pilihan

Rose, Waria Kembang Kuning yang Menggantungkan Asa pada Pilpres 2019IDN Times/Vanny El Rahman

Bagi kebanyakan orang, transpuan merupakan penyakit psikologis. Dalil agama turut menolak kehadirannya bahwa Tuhan hanya menciptakan laki-laki atau perempuan, tidak ada yang lain. Kendati begitu, Rose tidak merasa dirinya menderita penyakit.

“Aku sejak lahir udah kayak perempuan. Main sama cewek, main boneka. Jadi aku kayak begini bukan karena korban sodomi apalagi penyakit. Ini emang bawaan lahir,” terang dia seolah mengingat masa lalunya.

Dengan terbuka, ia membeberkan seluruh kisah hidupnya kepadaku, termasuk kali pertama ia merasakan hubungan sesama jenis. “Dulu awalnya coba-coba, eh terus ketagihan,” ucapnya sembari melepas tawa. Sesekali dia menyapa pengendara motor yang berlalu lalang. Dia cukup dikenal di sini.

Lambat laun, dia merasa seks adalah kebutuhan biologis. Kemudian, karena termakan usia, ia akhirnya merasa jenuh dengan dirinya yang haus akan kepuasan seksual. “Karena sekarang ini bisa jadi mata pencaharian, terus kadang dapat cowok ganteng lagi kan, jadi siapa yang gak mau.”

4. Bekerja sebagai PSK demi memenuhi kebutuhan hidup

Rose, Waria Kembang Kuning yang Menggantungkan Asa pada Pilpres 2019IDN Times/Vanny El Rahman

Kini jarum jam menunjukkan pukul 03.30 WIB. Beberapa masjid mulai menggemakan senandung tarhim. Ada juga yang memutar selawat yang dilantunkan oleh almarhum Gus Dur. Walau malam hendak berganti subuh, percakapan kami belum berakhir. Beberapa kali ada teman Rose yang datang hanya untuk sekedar menyapa atau meminjam korek.

Rose tidak hanya bekerja sebagai PSK, dia juga membuka jasa make up. Namun, ia sadar bila pekerjaan tersebut tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Alih-alih takut dengan dosa karena melakukan perbuatan senonoh di tengah kuburan, ia lebih khawatir ibu kandungnya tidak bisa makan keesokan harinya.

“Kakakku udah pada menikah, bapakku udah meninggal, jadi aku sekarang tulang punggung keluarga,” curhat dia. “Awalnya ibu juga gak izinin aku kayak begini, cuma ya karena aku bisa menghasilkan uang kali makannya sekarang ibu mengizinkan,”.

Tidak setiap malam ia bisa menjajakan diri. Di samping itu, lantaran khawatir terjaring razia, ia selalu mangkal setelah Satpol PP melakukan dua kali razia. “Aku ya ambil aman aja, paling mangkal jam 3. Sekarang paling banyak ya Rp400 ribu, kalau dulu sebelum Dolly ditutup bisa sampai Rp2 juta. Cuma daripada aku ditangkap ya.”

5. Berharap perubahan pada Pilpres

Rose, Waria Kembang Kuning yang Menggantungkan Asa pada Pilpres 2019IDN Times/Vanny El Rahman

Rose sadar bila maysarakat Indonesia akan mengikuti pesta demokrasi sebentar lagi. Dia mengikuti dinamika pilpres setiap harinya melalui media sosial. Terlihat dari raut wajahnya, dengan isu agama yang kian semarak, ia khawatir kebebasan Rose bersama teman-temannya akan semakin hilang.

“Ya makanya aku khawatir, karena Indonesia ini kan bukan negara satu agama saja. Kalau ibaratnya terlalu fanatik, kasian mereka yang non-agamis (tidak terlalu relijius),” ulas dia seiring asap rokok yang diembuskannya.

Walau bagaimanapun, nisan kuburan yang didukinya menjadi saksi akan optimismenya terhadap Pilpres 17 April nanti. Malam itu, dia menyampaikan dengan tegas, betapa pergantian pemimpin adalah momentum untuk mendapatkan hidup yang lebih baik.

“Aku percaya Pilpres bawa harapan baru ya, makanya aku gak mau golput. Mungkin bukan buat aku aja, buat anak bangsa juga jadi harapan. Makanya aku selalu nolak kalau ada anak-anak kecil yang mau ‘main’, aku jadi ingat keponakanku.” Tandas dia mengakhiri diskusi panjang kami.

Mungkin kata-kata terakhir ini cukup menjadi “tamparan” bagi seluruh masyarakat Indonesia yang memilih golput sebagai pilihan terbaik pada Pilpres nanti.

Setelah memberikan uang yang aku janjikan, aku segera kembali ke warung Bu Muji untuk sekadar berpamitan kepadanya. Tidak sampai 5 menit, saat aku palingkan wajah ke tempat Rose, ternyata dia sudah mendapatkan pelanggan. Tanpa basa-basi, ia bersama seorang lelaki berjaket biru serta celana pendek hilang ditelan gelapnya kuburan. Mereka sudah berada di tengah pemakaman, entah apa yang mereka lakukan.

Baca Juga: Sayangkan Tutupnya Dolly, Caleg Gerindra Sarankan Pembuatan Lokalisasi

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya