Surat Ijo Masih Jadi Sengketa, Warga Datangi Kantor DPRD Surabaya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Surabaya, IDN Times - Sertifikat tanah dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) para pemegang lahan dengan status surat ijo masih menjadi permasalahan bagi warga. Hari ini (9/3) warga yang tergabung dalam Perkumpulan Penghuni Tanah Surat Ijo Surabaya (P2TSIS) menyuarakan keluh kesahnya di depan Kantor DPRD Kota Surabaya. Massa yang berasal dari berbagai daerah di Surabaya, seperti Wonokromo, Jagir dan Ngagel ini berkeras bahwa tanah dengan keterangan Surat Ijo tak ada hubungannya dengan kekayaan daerah.
Polemik Surat Ijo di Surabaya memang seolah tak ada rampungnya. Di atas lahan yang bersertifikat hijau itu, awalnya Belanda membangun rumah untuk karyawan. Lantaran turun menurun, status surat itu pun jadi tak jelas. Sebaliknya, Pemkot Surabaya menyatakan tanah itu berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) alias milik mereka. Dalam UU Agraria, Surat Ijo tak pernah diatur. Undang-undang itu hanya mengatur Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Milik (HM).
1. Keluhkan pembayaran berlipat
Koordinator Lapangan P2TSIS, Hariyono mengatakan bahwa mereka tak ingin dibebankan retribusi. Terlebih, status tanah Surat Ijo yang mereka punyai membuat para penghuni diharuskan membayar PBB dengan besar yang sudah ditentukan. "Kami sudah bayar PBB. Kok ya masih dibebani retribusi, kami keberatan," kata Hariyono saat usai aksi di DPRD.
2. Belum ada kejelasan sertifikat tanah
Tanah tersebut, kata dia, sudah dihuni oleh warga terdampak selama 20 tahun hingga saat ini. Warga pun meminta hak terkait sertifikat yang mereka miliki. "Kami semua mendengar janji pemerintah untuk memberikan sertifikat tanah. Sampai sekarang kami belum terima. Jelas pemerintah ingin menguasai tanah milik negara ini," kata Hariyono.
3. Tuntut kembalikan tanah negara kepada wong cilik
Sementara itu, Ketua Umum P2TSIS, Endung Sutrisno meminta tanah tersebut dikembalikan ke wong cilik. "Pemkot sudah gak bisa campur tangan. Ini sudah hak warga. Jangan dikacaukan," kata Endung.
Usai menyerukan suaranya, pihak DPRD membukakan pintu dan mendengarkan keluh kesah masyarakat dan diterima oleh komisi B. Endung mengatakan bahwa semuanya akan ditinjau ulang oleh Komisi B. "Kami diizinkan masuk, didengarkan dan dijanjikan peninjauan serta pembahasan ulang. Kami akan lakukan aksi setiap Senin untuk menagih kelanjutan hak kami" pungkasnya
Baca Juga: Rawan Tanah Longsor Susulan, 16 Warga Ponorogo Mengungsi