Nestapa Nelayan Pujiharjo Malang, Musim Panen Justru Libur Melaut

Nelayan di Desa Pujiharjo tidak setiap hari bisa melaut

Malang, IDN Times - Desa Pujiharjo, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang menyimpan potensi wisata dan ekonomi bahari yang luar biasa. Pantai Sipelot jadi permukiman para nelayan mengais rezeki dari kekayaan laut yang melimpah. Namun, ternyata ada cerita tersendiri bagi mereka. Musababnya adalah peralatan serba terbatas.

Kondisi ini bisa dilihat pada bulan April seperti saat ini, Harusnya, para nelayan tengah panen Ikan Layur yabg harganya mencapai Rp50 sampai Rp80 ribu per kilogram. Namun, mereka memilih menepi lantaran perahu kecil mereka terlalu berisiko menentang ombak yang sedang tinggi.

1. Nelayan Desa Pujiharjo memilih tidak melaut saat cuaca tidak menentu, membuat penghasilan juga tersendat karena tidak bekerja

Nestapa Nelayan Pujiharjo Malang, Musim Panen Justru Libur MelautNelayan di Kabupaten Malang saat merawat jaring ikan. (Dok Sahabat Alam Indonesia)

Ketua Kelompok Nelayan Desa Pujiharjo, Sugiono mengungkapkan jika saat ini tidak semua nelayan berani melaut karena cuaca ekstrem. "Kalau musim hujan seperti ini memang mengurangi hasil tangkapan ikan. Soalnya cuaca buruk banyak yang tidak berani yang berangkat melaut. Jadi kalau yang berani berangkat, tapi yang tidak berani ya di rumah saja," terang Sugiono saat dikonfirmasi pada Sabtu (01/03/2023).

Sugiono sendiri memilih menunggu cuaca lebih bagus daripada mengambil risiko. Meskipun demikian, bukan berarti masalah selesai. Mereka masih haris mengeluarkan biaya untuk perawatan kapal yang mangkrak.

"Sambil kita menyervis alat-alat melaut. Kemarin sempat 2 bulan angin kencang, kita jadi kerja yang lain seperti bertani dan ada juga yang jadi tukang ojek," bebernya.

Baca Juga: Keluh Kesah Nelayan Lampung, Hadapi Kebijakan Sulit hingga BBM Langka

2. Masalah nelayan paling krusial adalah ukuran perahu yang kecil dan sulitnya mencari solar di Kabupaten Malang

Nestapa Nelayan Pujiharjo Malang, Musim Panen Justru Libur MelautUpacara larung saji di Desa Pujiharjo, Kabupaten Malang. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Ia juga menceritakan jika sebagian besar nelayan di Desa Pujiharjo hanya memiliki perahu kecil. Ketika ombak mengganas, otomatis mereka libur melaut. Tentu saja ini berimbas pada pendapatan mereka.

"Sebenarnya kalau dibilang (pendapatan) mencukupi ya mencukupi, tapi kalau yang kerjanya terus sebagai nelayan. Tapi kalau yang kerjanya tidak bisa setiap hari ya kurang," beber Sugiono.

"Terutama yang perahunya kecil, mereka tidak setiap hari bisa berangkat. Kalau perahunya besar ya bisa setiap hari melaut, ada ombak besar bisa diterjang," sambungnya.

Belum lagi ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar yang kian langka. Bahkan mereka harus menempuh 38 kilometer perjalanan darat untuk mendapatkan solar. Kemudian untuk mendapatkan solar juga mereka wajib membawa surat dari desa untuk diperlihatkan ke pihak SPBU, pasalnya jumlah solar juga dibatasi pembeliannya.

"Sekarang jadi lebih sulit, kadang stoknya gak ada karena dari SPBU-nya. Kemarin bahkan sampai cari ke Kecamatan Dampit. Kemudian juga gak bisa sembarangan bawa jerigen buat beli solar di SPBU," ucapnya.

3. Nelayan di Desa Pujiharjo berharap pemerintah membangun pemecahan ombak di Pantai Sipelot

Nestapa Nelayan Pujiharjo Malang, Musim Panen Justru Libur Melautilustrasi ombak (IDN Times/Mardya Shakti)

Para nelayan Desa Pujiharjo saat ini pun berharap pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang untuk membangun pemecahan ombak seperti di Pantai Sendang Biru, Kabupaten Malang. Pasalnya hanya dengan itu mereka yang memiliki perahu kecil tetap bisa bekerja dengan tenang.

"Harapan saya karena nelayan di sini setiap tahun terus bertambah, kemudian di pesisir itu jadi gak muat menampung semua perahu. Jadi kami minta dibuatkan pemecah ombak. Sehingga perahu itu biar di laut dan semua nelayan itu enak," bebernya.

Sugiono menceritakan jika saat pulang malam hari nelayan di desanya kesulitan untuk menaikkan kapal ke tepian karena jumlah orangnya terbatas. Seandainya ada pemecah ombak, mereka tidak perlu lagi mendaratkan perahu.

"Di sini ada 2 kelompok nelayan, di kelompok saya perahunya sekitar 40 perahu. Kemudian kelompok nelayan Batukuwing sekitar 38 kapal. Tapi setiap kapal itu biasanya diisi 3-4 nelayan," pungkasnya.

Baca Juga: Alasan Nelayan Bandar Lampung Tak Pernah Cari Ikan di Daerah Sendiri

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya