Mitigasi dan Ritual, Cara Mereka Berdamai dengan Semeru

Melihat bagaimana masyarakat sekitar Gunung Semeru hidup

Malang, IDN Times - Hari gunung yang diperingati 11 Desember setiap tahun oleh masyarakat dunia. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pegunungan bagi kehidupan, sekaligus melihat peluang dan tantangannya. Pegunungan berperan dalam mengatur kualitas air, udara, tanah, serta iklim, dan rumah bagi beberapa spesies yang terancam punah. Sekarang, gunung terancam oleh perubahan iklim, penggunaan lahan, eksploitasi berlebihan, dan bencana alam.

Terkait dengan bencana alam, Indonesia termasuk negara yang berada dalam cakupan Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), yaitu daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi karena dikelilingi cekungan Samudra Pasifik. Dengan posisi berada di atas tiga lempeng tektonik; lempeng Eurasia, Indo-Australia, serta lempeng Pasifik, Indonesia memiliki jumlah gunung api aktif sebanyak 127 atau terbanyak di dunia.

Terakhir, kejadian Gunung Semeru yang erupsi mengingatkan kita tentang tantangan warga yang bermukim di areal pegunungan. Ancaman bisa datang kapan saja tanpa ada peringatan. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan gunung sudah pasti harus sadar mitigasi bencana akibat aktivitas vulkanik, termasuk meminimalisir kerugian materi. 

1. Pandangan masyarakat setempat melihat Gunung Semeru

Mitigasi dan Ritual, Cara Mereka Berdamai dengan SemeruErik (kanan), warga Desa Kamar Kajang yang sejak kecil hidup bersama Gunung Semeru. (IDN Times/Istimewa)

Salah satu warga Desa Kamar Kajang, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang yang lokasi tempat tinggalnya berada di zona merah erupsi Gunung Semeru, mengungkapkan jika selalu ada rasa khawatir jika sewaktu-waktu gunung tertinggi di Jawa ini mengeluarkan isi perutnya.

"Kalau rasa takut pasti ada, apalagi erupsi tahun kemarin termasuk memakan korban yang cukup banyak. Rasanya ngeri, kalau diceritakan bagaimana ya, sangat takut," beber Eriono saat dikonfirmasi pada Minggu (11/12/2022).

Meskipun demikian, pria yang akrab disapa Erik ini mengaku jika sejak kecil hidupnya sudah berdampingan dengan Semeru. Sehingga baik dirinya atau warga sekitar sudah terbiasa dengan fenomena alam di sana.

"Kalau sejak kecil sebenarnya saya sudah hias alihat laharnya, sama wedus gembel atau gemuruh-gemuruh sudah biasa," bebernya.

Justru warga dari luar desanya yang justru sering berdatangan untuk melihat fenomena alam di Gunung Semeru. Hal ini yang sebenarnya harus menjadi perhatian pemerintah daerah setempat.

"Untuk mitigasi sepertinya perlu dikembangkan lagi, meskipun sebenarnya warga sini sudah biasa (dengan erupsi), tapi kalau terlalu dekat dengan kawah atau aliran lahar kan bahaya. Orang-orang kejadian seperti itu malah dijadikan uji nyali, tapi biasanya yang datang mendekat itu bukan masyarakat sini, malah kadang masyarakat dari luar desa," ujarnya.

"Kalau orang sini kan tahu kalau banjir ketinggiannya sekian, kalau ada wedus gembel bentuknya seperti apa. Kalau warga sini sudah tahu," sambungnya.

2. Ancaman utama Gunung Semeru

Mitigasi dan Ritual, Cara Mereka Berdamai dengan SemeruGubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kedua kiri) meninjau rumah yang terendam abu vulkanik dari guguran lahar panas Gunung Semeru di Desa Sumber Wuluh, Lumajang, Jawa Timur, Minggu (5/12/2021). (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

Pria yang berprofesi sebagai penyiar radio lokal Lumajang ini mengatakan jika ancaman paling nyata di daerahnya adalah banjir lahar dingin. Warga khawatir banjir lahar dingin bisa sewaktu-waktu datang saat mereka tidur atau tengah bekerja.

"Pemukiman di sekitar gunung aktif ini punya masalah tentang lahar dingin, kita menyebutnya banjir. Soalnya banjir ini kembawa lava yang bertumpuk di Watu Kobong dekat Semeru, ini mencekam sekali kalau sampai ke Kamar Kajang," tuturnya.

Ia mengatakan kalau banjir biasanya datang dari luberan Kali Lanang yang masuk ke wilayah Kecamatan Candipuro. Banjir ini yang dikhawatirkan masuk ke pemukiman warga.

"Dulu yang paling parah erupsi tahun 1974 kata orangtua saya, Waktu itu sudah menghanguskan sekitar 100 KK di Sumbersari, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Lalu juga waktu erupsi 1976 kerusakannya hampir sama," jelasnya.

3. Cara masyarakat menghadapi bencana Gunung Semeru

Mitigasi dan Ritual, Cara Mereka Berdamai dengan SemeruRumah warga yang terancam awan panas Gunung Semeru. (IDN Times/istimewa)

Masyarakat Desa Kamar Kajang ternyata sudah menerapkan sistem khusus dalam menghadapi ancaman bencana Gunung Semeru. Mereka membentuk Satgas Khusus untuk memantau aktivitas gunungbyang menjadi primadona para pendaki ini.

"Ada Satuan Tugas (Satgas) khusus yang dibentuk desa. Anggotanya ya orang-orang kampung sendiri dan orang-orang dekat situ. Mereka seperti tim khusus untuk memantau aktivitas Semeru dan koordinasi menggunakan HT," jelasnya.

Satgas ini akan membagikan informasi jika kondisi Gunung Semeru sudah mengkhawatirkan. Lalu warga akan dievakuasi ke wilayah yang lebih aman.

"Kalau setiap ada bencana alarm hanya dari HP aja. Yang menghubungi warga itu orang khusus dari pihak desa. Ada tempat pengungsian khusus di Kecamatan Penanggal," katanya.

4. Dukungan Pemkab Lumajang

Mitigasi dan Ritual, Cara Mereka Berdamai dengan SemeruBupati Lumajang Thoriqul Haq (ANTARA FOTO/HO-Diskominfo Lumajang)

Erik mengatakan kalau dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang sampai saat ini hanya berupa relokasi rumah warga yang berada di zona merah saja. Meskipun demikian, program ini belum berjalan maksimal.

"Kalau anggaran mitigasi dari pemerintah daerah ya cuma untuk relokasi. Tapi sampai saat ini masih banyak warga di zona merah yang belum dipindahkan," bebernya.

Ia mengungkapkan justru yang lebih dulu dipindahkan adalah warga yang rumahnya tidak terdampak erupsi. Sementara warga yang jelas-jelas terdampak justru tak terperhatikan.

"Sayangnya yang direlokasi justru dipilah-pilah, justru orang yang rumahnya tidak terdampak parah yang direlokasi duluan. Jadi orang yang berada di zona merah di suruh nempatin (rumahnya sendiri)," ungkapnya.

"Kita sudah mengajukan (warga yang rumahnya rusak parah), tapi dari pemerintah daerah tapi entah kenapa warga yang rumahnya terkubur atau rusak parah belum mendapatkan (relokasi). Jadi mereka ada yang mengungsi ke rumah kerabat, bahkan ada yang ngontrak rumah sampai habis-habisan," sambungnya.

5. Acara adat untuk Gunung Semeru

Mitigasi dan Ritual, Cara Mereka Berdamai dengan Semeruilustrasi sesajen (instagram.com/budoyojawi)

Warga Desa Kamar Kajang ternyata memiliki ritual tersendiri untuk keselamatan Gunung Semeru. Ritual ini dilaksanakan setia bulan secara bergotong-royong.

"Ada semacam ritual seperti baca doa untuk Semeru, kalau adat di sini kebanyakan sesajen. Lebih ke mendoakan Semeru agar baik-baik saja. Biasanya dilakukan setiap bulan pada Jumat Legi dan Jumat Wage. Karena yang paling rawan biasanya hari-hari itu, jadi setiap dua hari itu ada sesajen," paparnya.

"Ritualnya biasanya juga dilakukan bersama-sama di satu rumah warga. Tidak sendirian, seperti tahlil kalau biasanya orang menyebut," tambahnya.

Sayangnya ritual ini kini harus terhenti karena erupsi Gunung Semeru membuat sebagian warga harus mengungsi.

6. Cara masyarakat mengembangkan kawasan Gunung Semeru menjadi penghasil ekonomi

Mitigasi dan Ritual, Cara Mereka Berdamai dengan SemeruTruk yang hancur setelah tertimbun banjir lahar dingin. (IDN Times/istimewa)

Masyarakat sekitar sampai saat ini masih mengandalkan pertanian sebagai sumber penghidupan. Tanah pasca erupsi yang subur menjadi segala tanaman bisa tumbuh subur.

"Biasanya pertanian, mayoritas ada yang sawah padi, tanam singkong, tanaman kapulaga, sampai sayur," ujar Erik.

Sayangnya, aktifitas Gunung Semeru yang kini meningkat lagi membuat para petani haris gigit jari. Tanaman yang mereka tanam harus luder akibat awan panas sampai hujan abu vulkanik.

"Sekarang habis semua karena erupsi, gagal panen karena sawah ludes semua. Jadi, mayoritas penduduk sini menganggur sekarang," curhatnya.

"Memang setiap hari guguran awan panas ini ada. Membuat perekonomian lumpuh total mulai dari erupsi 2021. Tidak ada pekerjaan, jadi cuma bengong sambil meratapi rumah-rumah dan persawahan yang tenggelam," imbuhnya.

7. Peran komunitas pecinta alam terhadap masyarakat di kawasan Gunung Semeru

Mitigasi dan Ritual, Cara Mereka Berdamai dengan SemeruErik (paling kanan) bersama warga dan relawan di sekitar Gunung Semeru. (IDN Times/istimewa)

Terakhir Erik menceritakan jika selama ini banyak komunitas pecinta alam dari Cianjur, Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, sampai Malang yang datang. Kereka membantu evakuasi sampai mencari korban erupsi Gunung Semeru.

"Mereka sangat membantu, karena kalau ada mereka membuat proses evakuasi jadi mudah dan cepat. Mereka juga ada yang membantu membagikan sembako," katanya.

Tapi menurutnya saat ini perlu adanya bantuan penghijauan di beberapa yang terdampak erupsi Gunung Semeru. Pasalnya hutan-hutan di sana sudah gundul akibat dilewati lahar dingin dan awan panas.

"Istilahnya hijaukan kembali hutan agar tidak gundul akibat erupsi Gunung Semeru Soalnya banyak sekali hutan yang gundul, jadi dibutuhkan suplai tanaman. Supaya segar kembali dan tenang menghirup udara segar. Karena setiap hari yang kuta hirup ini adalah asap beracun," pungkasnya.

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya