Tuding Industri Rumahan Cemari Sungai, Pengusaha Kulit Magetan Lapor Dewan

Mencemari sungai dan mengakibatkan bau busuk

Magetan, IDN Times – Sejumlah anggota Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia (APKI) DPD Magetan, Jawa Timur mendatangi ruang kerja bupati setempat Suprawoto, Rabu (10/10). Mereka mengadu soal limbah dari pengolahan kulit dari industri rumah tangga yang mencemari lingkungan terutama di aliran Sungai Gandong.

Selain itu, produksi rumah tangga yang dijalankan mengakibatkan bau tidak sedap.  Akibatnya, mengganggu proses proses produksi. Warga yang tinggal di sekitar lokasi Lingkungan Industri Kulit I Desa Banjarejo, Kecamatan Ngariboyo mengeluhkannya selama puluhan tahun ini. Permasalahan itu dibahas antara bupati dan perwakilan APKI DPD Magetan secara tertutup.

1. APKI desak pemkab tangani limbah dan bau

Tuding Industri Rumahan Cemari Sungai, Pengusaha Kulit Magetan Lapor DewanIDN Times/Nofika Dian Nugroho

Ketua APKI DPD Magetan Basuki Rahmawan mendesak pemkab segera mengatasi permasalahan itu. Ia berharap agar polusi akibat proses pengolahan kulit sapi maupun domba sebagai bahan kerajinan bisa diminimalisir.

“Supaya bau limbah berkurang. Kalau musim kemarau seperti sekarang sangat mengganggu,’’ ujar dia ditemui usai dialog dengan bupati.

Ia menyadari, proses penyamakan kulit selalu mengakibatkan bau tidak sedap. Sebab, berasal dari sapi maupun domba yang telah disembelih. “Tikus mati saja baunya menyengat, apalagi kulit (sapi atau domba),’’ ungkap Basuki.

 

2. Minta pemkab segera realisasikan LIK II

Tuding Industri Rumahan Cemari Sungai, Pengusaha Kulit Magetan Lapor DewanIDN Times/Nofika Dian Nugroho

Basuki menjelaskan, LIK I di Desa Banjarejo sudah over kapasitas. Jumlah warga yang melakukan penyamakan kulit mencapai 200-an orang. Dengan kondisi seperti itu, pemkab diminta merealisasikan pembangunan LIK II yang rencananya juga didirikan di Desa Banjarejo di atas lahan seluas 13 hektare.

LIK I, ia menuturkan, tetap digunakan sebagai tempat produksi. Untuk mengurangi bau, maka kulit setengah jadi diproses hingga siap dipakai sebagai bahan kerajinan seperti sepatu, jaket dan dompet. Sedangkan LIK II, sebagai tempat memproses kulit mentah ke setengah jadi.

“Kalau seperti itu bisa mengurangi bau. Sehingga, kapasitas produksi yang sekarang sekitar 600 meter kubik per hari bisa bertambah,’’ kata Basuki.

3. Bupati mengaku kesulitan menangani limbah penyamakan kulit

Tuding Industri Rumahan Cemari Sungai, Pengusaha Kulit Magetan Lapor DewanIDN Times/Nofika Dian Nugroho

Bupati Magetan Suprawoto menyatakan produksi penyamakan kulit senantiasa mengakibatkan bau di lingkungan sekitar. Bahkan, di Tunisia selaku negara yang salah satu komoditas ekspor utamanya adalah kulit juga mengalami hal demikian. “Namanya limbah penyamakan kulit tetap bau,’’ ujar dia ditemui terpisah.

Kendati demikian, pihak pemkab tetap berupaya agar bau akibat proses penyamakan kulit tidak membahayakan bagi lingkungan dan warga. Suprawoto mewacanakan pengolahan limbah Bahan Berbabaya Beracun (B3) dilakukan di Magetan.

"Dikaji di sini dulu, misalnya, apa bisa. Kalau tidak bisa ya tetap di Cileungsi (Bogor), tapi jika pengusaha yang membawa ke sana biayanya terlalu mahal,’’ ujar dia.

4. Ada investor tertarik kembangkan penyamakan kulit

Tuding Industri Rumahan Cemari Sungai, Pengusaha Kulit Magetan Lapor Dewandrreddys.com

Selain masalah limbah penyamakan kulit, Suprawoto menjelaskan, pertemuannya dengan APKI juga membahas tentang ketertarikan investor untuk terlibat dalam produksi itu. “Saya panggil mereka (APKI) untuk mengetahui kesanggupannya bekerjasama dengan investor,’’ kata dia.

 

Baca Juga: 5 Wisata Alam Cantik di Magetan, Indahnya Kebangetan!

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya