PSG Unej Sebut Belum Ada Regulasi Kekerasan Seksual di PTN

Kasus RH lebih parah karena korbannya anak di bawah umur

Jember, IDN Times - Pusat Studi Gender Universitas Jember (PSG) Unej turut mengawal kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan dosen di kampusnya. Ini merupakan kali kesekian lembaga tersebut menuntaskan kasus pelecehan seksual. Pada tahun 2019, Unej berhasil menuntaskan kasus serupa dengan berujung pemecatan dosen.

Pemecatan bisa saja kembali kepada dosen RH. Mereka menilai kasusnya lebih parah karena korbannya bukan mahasiswa, melainkan anak di bawah umur.

1. Draft regulasi sudah diserahkan

PSG Unej Sebut Belum Ada Regulasi Kekerasan Seksual di PTNIlustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mardya Shakti)

Linda mengatakan, selama ini pihaknya belum memiliki regulasi yang mengatur tentang penyelesaian kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi. Sebelumnya, Unej menuntaskan kasus kekerasan seksual menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) No. 53 tahun 2010 tentang disiplin kepegawaian.

"Kalau sekarang, status Unej (kepemilikan regulasi), kami sudah menyampaikan draftnya ke rektorat, dan nampaknya itu sedang dikaji di rektorat. Sambil menunggu juga ini semakin kuat ketika Permendikbud Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual itu juga digedok, itu akhirnya bisa nyambung dengan visi dan misi kami," ujar Ketua Pusat Studi Gender, Unej, Dr Linda Dwi Eriyanti saat dihubungi IDN Times, Jumat (9/4/2021).

Baca Juga: Unej Pernah Pecat Dosen yang Melakukan Pelecehan Seksual  

2. Hingga kini belum ada regulasi

PSG Unej Sebut Belum Ada Regulasi Kekerasan Seksual di PTNIlustrasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Sejak PSG Unej terbentuk pada pertengahan 2020 untuk mengawal kasus kekerasan seksual, pihaknya mengalami serangkaian kendala. Banyak korban yang merasa belum sepenuhnya dilindungi oleh regulasi.

"Dari proses perjalanan menjalankan lembaga aduan, ada beberapa kejadian yang diadukan, tapi hampir semuanya tidak ingin kasus itu diungkap ke publik, maka kami merasa ada yang salah di sini. Karena korban tidak merasa yakin ada yang berpihak kepadanya," ujarnya.

"Dan sangat logis, mengingat di perguruan tinggi belum ada regulasinya. Bahkan di tingkatkan lebih tinggi, Kemendikbud, untuk perguruan tinggi negeri itu belum ada regulasinya," jelasnya.

3. Turut membahas regulasi

PSG Unej Sebut Belum Ada Regulasi Kekerasan Seksual di PTNunsplash.com/Vidhyaa Chandramohan

Pada Maret 2021, PSG Unej diundang oleh Kemendikbud untuk terlibat dalam pengujian materi publik regulasi Permendikbud Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Kepercayaan tersebut diperoleh karena Unej dinilai pernah berhasil menuntaskan kasus kekerasan seksual di tahun 2019.

"Ketika Kementrian mengundang kami dalam uji publik Permendikbud Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Di lingkungan kampus, ya kami semangat mempersiapkan diri. Dan dari pengalaman itu, kami menyampaikan dalam usulan draft yang sedang digodok oleh kementerian," jelasnya.

4. Optimistis kasus bisa tuntas

PSG Unej Sebut Belum Ada Regulasi Kekerasan Seksual di PTNIlustrasi/Sukma Shakti/IDN Times

Linda mengatakan, kasus kekerasan seksual terbaru yang melibatkan RH, Dosen Fisip Unej bisa berjalan tuntas, terutama bila terbukti telah melakukan kekerasan seksual, apalagi kepada anak di bawah umur.

Rasa percaya diri tersebut muncul karena di tahun 2019, Unej bisa membuat dosen sampai dipecat karena perilaku cabulnya kepada mahasiswa. Sementara saat ini, kasusnya dinilai lebih parah karena yang menjadi korban anak di bawah umur dan juga telah berurusan dengan polisi.

"Di FIB itu kasusnya belum sampai ke ranah hukum, tapi sanksinya sudah sampai pemecatan, apalagi ini sudah diproses melalui kepolisian dan korbannya anak lagi," ujarnya.

Selain regulasi kekerasan seksual yang belum terbentuk, Linda menyebut, aturan dalam pegawai negeri sipil sebenarnya sudah bisa membuat dosen dipecat bila terbukti melakukan tindakan asusila.

"Karena aturan PNS ketat sebenarnya, ketika ada kasus berkaitan dengan etika, dan asusila aturannya ketat. Jadi dengan dasar aturan PNS itu sebenarnya sudah bisa dilakukan pemecatan, ketika ada tindakan yang menyalahi norma untuk PNS," katanya.

Sementara itu, Rektor Unej, Iwan Taruna mengatakan, sebagai bukti keseriusan untuk menangani kasus kekerasan seksual, pihaknya bakal menggunakan regulasi peraturan rektor.

"Kami telah komitmen untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual. Mitigasi sudah punya, salah satunya yang diajak Kemendikbud untuk mereview tentang aturan menteri terkait penanganan kekerasan semacam itu di dalam kampus. Jadi ada Permen dan aturan rektor, itu jadi dasarnya nanti.

"Jadi oleh Kemendikbud kami jadi referensi yang baik terkait dengan kasus yang kemarin itu, Unej aja bisa kok, kampus lain harus bisa," tambahnya.

Baca Juga: Kasus Dosen Cabul Unej, Polisi: Rekaman Kejadian Bisa Jadi Petunjuk

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya