Pesisir Utara Jawa Disebut Rawan Tenggelam Akibat Perubahan Iklim

Penurunan tanah terjadi akibat penggunaan air tanah berlebih

Banyuwangi, IDN Times - Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mengeluarkan laporan ancaman tenggelamnya pesisir utara Pulau Jawa. Kawasan Asia Tenggara juga diprediksi akan mengalami dampak yang cukup parah akibat perubahan iklim global dan penurunan tanah akibat tata kelola kota-pemukiman.

Berdasarkan hasil pemantauan citra satelit, sejumlah wilayah juga dilaporkan terjadi penurunan tanah hingga 6 cm per tahun. Panel daring tentang perubahan iklim tersebut diikuti sejumlah pakar perubahan iklim global, pemerhati dan pemerintah.

Pakar Iklim dan Meteorologi BRIN, Prof. Edvin Aldrian mengatakan, kerentanan pesisir Pantai Utara Jawa terjadi akibat kenaikan permukaan air laut lebih cepat terjadi dibandingkan daerah lain. Hal ini semakin diperburuk oleh pergeseran tektonik dan
efek surutnya air tanah.

“Hilangnya wilayah pesisir dan kemunduran garis pantai di Asia Tenggara telah diamati dari tahun 1984-2015. Proyeksi menunjukkan bahwa permukaan laut regional rata-rata terus meningkat. Ini membuat kejadian banjir lebih sering di derah pantai," ujar Edvin Aldrian, yang juga Wakil Ketua Kelompok Kerja I IPCC, Kamis (16/9/2021).

1. Tingkat banjir di pesisir utara lebih tinggi

Pesisir Utara Jawa Disebut Rawan Tenggelam Akibat Perubahan IklimPakar Iklim dan Meteorologi BRIN, Prof. Edvin Aldrian. IDN Times/Tangkapan layar

Ditambah lagi, katanya, tingkat total ekstrim air (ETWL) lebih tinggi di daerah dataran rendah serta erosi pantai mulai terjadi di sepanjang pantai berpasir. Kenaikan air laut kiga tidak lepas dari fenomena mencairnya es di kutub bumi dan pemuaian air laut karena pemanasan global.

Inilah yang mengakibatkan penambahan volume air laut, serta meningkatnya intensitas dan frekuensi banjir yang menggenangi wilayah daratan. 

“Dapat disimpulkan bahwa perubahan iklim yang disebabkan aktivitas manusia menyebabkan tingkat banjir yang lebih tinggi termasuk yang terjadi pada pesisir utara Pulau Jawa,” ujarnya.

Sementara itu, Peneliti Ahli Utama Bidang Teknologi Penginderaan Jauh BRIN, Rokhis Khomarudin mengatakan, berdasarkan hasil pemantauan citra satelit terbukti terjadi penurunan muka tanah di Surabaya antara 0.3 – 4.3 cm per tahun. Sementara di kawasan pesisir pantai utara lain, Pekalongan antara 2.1-11 Cm, Semarang antara 0.9 – 6 Cm, DKI Jakarta antara 0.1-8 Cm dan Cirebon antara 0.3-4 cm per tahun.

"Dari data satelit tergambar bahwa pesisir utara Jawa, terutama Pekalongan, mengalami
penurunan muka tanah yang paling tajam. Kondisi geologi daerah pesisir yang merupakan
tanah lunak ditunjang dengan peningkatan pembangunan pemukiman dan penggunaan air," jelasnya.

2. Penggunaan air tanah berlebihan

Pesisir Utara Jawa Disebut Rawan Tenggelam Akibat Perubahan IklimIlustrasi perubahan iklim. (Pixabay.com/geralt)

Sementara itu, Peneliti Ahli Utama BRIN, Prof. Eddy Hermawan mengungkapkan fenomena turunnya permukaan tanah di pesisir utara Pulau Jawa lebih mengkhawatirkan dibandingkan dengan selatan Jawa yang struktur geologinya cenderung berbukit. Cirebon, Pekalongan, Semarang, dan Surabaya adalah kota-kota pesisir utara Jawa yang
paling rawan terhadap penurunan tanah ekstrim hingga tahun 2050.

“Kondisi morfologi daerah pesisir yang relatif datar membuat hampir seluruh aktivitas pembangunan infrastruktur jalan dan perekonomian dipusatkan di utara Jawa. Ini membuat beban tanah karena bangunan dan penyedotan atas penggunaan air tanah menjadi lebih intensif dibandingkan dengan wilayah lain," katanya.

Eddy mengatakan, dibutuhkan upaya mitigasi dengan kebijakan penggunaan air tanah, penanaman mangrove, dan pencegahan perusakan lingkungan.

Baca Juga: Perubahan Iklim: Kantin di Kampus Berlin Kurangi Menu Daging

3. Perlu campur tangan pemerintah

Pesisir Utara Jawa Disebut Rawan Tenggelam Akibat Perubahan Iklimpixabay.com

Menyoroti permasalahan ini, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, Prof. Hariadi Kartodihardjo menyatakan, persoalan paling mendasar tata ruang kota masih penuh kepentingan pihak-pihak tertentu.

Pemerintah harus memiliki manajemen risiko bencana untuk mewujudkan konsistensi keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan hidup.

“Perubahan iklim merupakan isu global yang kebijakan mitigasinya harus disusun dan ditaati oleh pemerintah pusat dan daerah dengan melibatkan semua lapisan masyarakat. Dengan demikian, semua orang mempunyai tanggung jawab yang sama untuk mengimplementasikan aksi atau gerakan sosial dan adaptasinya untuk meminimalisir risiko bencana,” tuturnya.

Baca Juga: 5 Peristiwa Terkait Perubahan Iklim Sepanjang Agustus 2021

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya