Jual Kaos hingga Jadi Buruh Tani, Cara Pekerja Proyek Bertahan Hidup

Pandemik membuat proyek bangunan sepi

Jember, IDN Times - Merantau jadi pilihan cepat bagi sebagian orang untuk mencari rupiah. Salah satu profesi yang banyak dipilih oleh para perantau adalah pekerja proyek atau kuli bangunan. Selain tanpa perlu pusing mengikuti proses rekrutmen yang panjang, modal utama menjalani profesi ini hanya tenaga yang fit.

Sayangnya, selama pandemik banyak kuli bangunan yang menganggu. Lantaran tak ada kerjaan di tanah rantau, mereka memilih pulang ke kampung halaman.

Salah satunya Fauzi (45). Warga Desa Sruni, Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember ini sudah menggantungkan kebutuhan ekonomi keluarga dari bekerja menjadi kuli bangunan sejak 15 tahun silam. Jam terbangnya pun cukup tinggi. Tak hanya Jawa Timur, Fauzi adalah kuli bangunan lintas provinsi. Bali, Sulawesi, Kalimantan, hingga Sumatera sudah dijamahnya.

"Kalau kerja di proyek (bangunan) paling sering di Bali, dan kawasan Jawa. Kalau Kalimantan dan Sumatera, selain di proyek juga pernah di kebun sawit," kata Fauzi, kepada IDN Times, Jumat (12/3/2021).

1. Sejak Mei 2020 beberapa pekerjaan yang Fauzi garap mandek

Jual Kaos hingga Jadi Buruh Tani, Cara Pekerja Proyek Bertahan HidupIlustrasi Hak Kerja Revolusi (IDN Times/Arief Rahmat)

Sayangnya, Akibat dampak pandemik Fauzi kehilangan pekerjaan. Ia nyariss tak lagi beraktivitas sejak Mei 2020. "Terakhir saya mengerjakan proyek bangunan di kampus Jember, enak karena tergolong dekat dengan rumah. Tapi akhirnya karena Corona, proyek sempat dihentikan, dilanjutkan hanya beberapa pekerja, dan saya tidak dikabari lagi," ujarnya.

Memasuki bulan Juni 2020, Fauzi sempat ingin merantau ke Pulau Bali. Namun, mendengar ada persyaratan rapid test, ia pun mengurungkan niatnya. Selain kala itu harga tesnya masih mahal, ia juga belum pasti mendapat pekerjaan di sana. 

"Saya akhirnya bertahan di rumah sampai sekarang. Karena kalau merantau ke Bali harus punya kabar dari kenalan dulu, kalau di sana ada kerjaan proyek. Sebenarnya ada, tapi rata-rata hanya sebentar sudah selesai," katanya.

Agar asap dapur tetap mengepul, Fauzi pun putar otak. Ia kini kerap menawarkan diri sebagai buruh serabutan. Tak hanya bangunan, Fauzi juga beberapa kali menjadi buruh tani.

"Sekarang masih nganggur, terkahir bikin cor tempat jemuran padi. Kalau buruh tani sekarang lagi sepi, karena belum masuk musim panen padi," ujar pria dua anak ini.

2. Pandemik memaksa Sarif mandiri, ia kini berjualan kaos hingg jadi buruh tani

Jual Kaos hingga Jadi Buruh Tani, Cara Pekerja Proyek Bertahan HidupPexels.com/pixabay

Senasib, Ahmad Syarifudin (29) pun begitu. Warga Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan, Jember ini juga tak lagi bekerja sebagai kuli bangunan di Bali. Padahal, saat penerapan pembatasan sosial jelang mudik pada Mei 2020, Sarif memilih tidak pulang kampung. Alasannya karena banyaknya aturan selama perjalanan. Bahkan, saat itu Pemkab Jember menerapkan wajib karantina 14 hari bagi pendatang. 

"Tapi sama saja, saat itu banyak proyek yang sifatnya hanya sebentar dan harus pindah tempat lagi. Jadi sering nganggur juga di sana sambil nunggu proyek baru," katanya.

Syarif sendiri sudah 4 tahun bekerja sebagai kuli bangunan. Menurutnya jenis pekerjaan ini cepat mendapatkan uang tanpa harus melamar.

"Kalau kuli bangunan kita cukup punya kenalan pekerja atau mandor yang bisa ngasih info kerjaan proyek. Tanpa ribet melamar," jelasnya. Ia mengaku mendapat bayaran Rp90-Rp130 ribu per hari. Nominal itu belum termasuk jam lembur. 

Sayangnya, sejak pandemik pendapatannya tak menentu. Saat ini, Sarif pun mengandalkan pemasukan menjadi buruh di sawah. 

"Sekarang saya sama teman teman coba melanjutkan jualan buku, kaos. Di rumah saya juga coba merintis jual sambal kemasan. Pendemik ini memaksa saya buat belajar mandiri untuk mencari potensi kerjaan di rumah, saya berusaha tidak lagi jadi kuli bangunan mumpung masih muda," katanya.

Baca Juga: 10 Potret Kuli Bangunan Baru Belajar Ini Bikin Tepok Jidat, Lucu Abis!

3. Proyek kerap tak jelas, uang habis untuk menunggu

Jual Kaos hingga Jadi Buruh Tani, Cara Pekerja Proyek Bertahan HidupIlustrasi/ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Cerita lain datang dari Samsul (42), warga Desa Kesilir, Kecamatan Wuluhan Jember. Samsul baru sepekan pulang dari Bali setelah 2 bulan lebih bekerja menjadi kuli bangunan. Tidak jauh berbeda dengan Fauzi dan Sarif, dia juga memutuskan pulang karena sepinya proyek bangunan.

"Sekarang kalau nyari proyek yang besar bisa berbulan bulan kerja susah. Banyak tenaga kerja yang dikurangi. Kalau proyek kecil yang seminggu selesai, 4 hari selesai ada aja. Tapi ya harus nunggu informasi juga," katanya.

Proyek bangunan kecil, menurutnya secara perhitungan akan rugi. Setiap kuli bangunan, harus menghemat biaya tempat tinggal dan makan. Bila harus menunggu ada proyek baru, tabungan yang harusnya dikirim ke keluarga di rumah bisa habis untuk biaya hidup.

"Kemarin saya juga sempat mau tidak dibayar. Sudah 1,5 bulan telat. Waktu itu uang saya tinggal Rp130 ribu, sudah mau saya gunakan untuk pulang kampung saja. Tapi akhirnya terbayar, di hari saat saya mau pulang," katanya.

Samsul sendiri sebelumnya bekerja sebagai buruh tani dan sesekali menyewa sawah untuk bercocok tanam. Selama dua bulan terkhir, Samsul memutuskan kerja di Bali karena masa tanam padi selama 3 bulan, tidak ada pekerjaan buruh tani, hingga panen raya tiba.

"Kemarin saya berangkat sama 7 orang dari sini semua. Ya semuanya buruh tani, kalau pas musim tanam padi ya menganggur, kalau musim panen baru banyak yang butuh tenaga kerja," ujarnya.

Baca Juga: Demo karena Hajatan Dilarang, Begini Curhatan para Pekerja Seni Madiun

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya