Ingin Lepas dari Tengkulak, Petani kopi Kalibaru Buat Produk Sendiri

Produk mandiri diharapkan bisa meningkatkan nilai jual kopi

Banyuwangi, IDN Times - Petani Desa Kalibaru Wetan, Kecamatan Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi memiliki luas panen kopi rakyat di kawasan KPH Banyuwangi Barat seluas 2.700 hektar. Namun, selama ini mereka hanya menggantungkan hasil penjualannya ke tengkulak.

 

1. Biasa jual gelondongan ke tengkulak

Ingin Lepas dari Tengkulak, Petani kopi Kalibaru Buat Produk SendiriIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Saat ini, petani kopi Desa Kalibaru Wetan mulai mendapat jalan terang, untuk belajar menjadikan kopi hasil panennya sendiri agar memiliki nilai jual lebih tinggi. Salah satunya dengan membuat produk kopi siap seduh bersama.

"Sudah puluhan tahun petani sini jualnya gelondongan, petik langsung jual ke tengkulak, semoga setelah ini tidak lagi tergantung ke tengkulak," kata Kepala Desa Kalibaru Wetan, Muji Purwanto, saat ditemui, Kamis (13/12).

Baca Juga: 71 ribu Ton, Stok Beras Banyuwangi Aman untuk Natal dan Tahun Baru

2. Mendapat bantuan mesin pengolah panen kopi Rp1,2 M

Ingin Lepas dari Tengkulak, Petani kopi Kalibaru Buat Produk SendiriIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Saat ditemui, Muji sedang menghadiri peresmian pabrik pengelolaan kopi di Dusun Wonorejo, bantuan dari Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT). Keinginan petani untuk lepas dari tengkulak, berpeluang dimulai dari sana.

"Sistem pengelolaannya nanti lewat Bumdes. Kopi hasil panen dari petani akan dikelola di sini agar nilai jualnya meningkat," katanya.

Kemendes memberikan alat produksi pasca panen mulai dari pemisahan kulit, oven, sortir, sangrai, penggilingan hingga alat penyegelan kemasan produk dengan nilai bantuan Rp1,2 miliar.

3. Terdapat 2.700 hektar kebun kopi di satu dusun

Ingin Lepas dari Tengkulak, Petani kopi Kalibaru Buat Produk SendiriIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Penduduk Desa Kalibaru Wetan saat ini sebanyak 12 ribu jiwa. Khusus di Dusun Wonorejo yang mayoritas petani kopi, tersapat 334 Kepala Keluarga yang mengelola kebun kopi seluas 2.700 hektar dengan sist tumpang sari di lahan perhutani.

"Masyarakat menanam dibawah naungan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), satu dusun sini mayoritas pekebun kopi," jelasnya.

Dari bantuan tersebut yang sangat dibutuhkan, kata Muji, seperti alat oven karena mwasan Kalibaru sering turun hujan. Mesin oven kopi yang diberikan terdapat dua unit dengan kapasitas masing-masing 2500 Kg.

"Musim bulan 7 puncak panen kopi sampek bulan 11, musim hujan, ada oven agar kualitas kopi bagus bisa tetap bagus," katanya.

Sebelumnya petani menjual kopi gelondong dengan harga Rp 5000- Rp 5200 untuk petik asal. Sementara bila petani mau petik merah akan dihargai Rp 5800- Rp 6000.

"Kalau yang petik merah PTPN XII Malangsari, mau menerima, ada di dekat sini," ujarnya.

4. Petani ingin meningkatkan nilai jual kopi

Ingin Lepas dari Tengkulak, Petani kopi Kalibaru Buat Produk SendiriIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Salah satu petani, Maksun (60) mengatakan, dirinya sudah menjadi petani kopi sejak 1970-an, hingga saat ini masih terbiasa menjual gelondongan. "Pengennya harganya bisa lebih mahal," ujar Maksun.

Maksun saat ini mengelola 5 hektar kebun kopi. Tiap hektarnya memiliki produktivitas hingga 3 ton gelondong kopi.

"Susutnya kalau sudah dikupas, satu kilo jadi seperempat," jelasnya.

5. Mendapat pendampingan dan pelatihan

Ingin Lepas dari Tengkulak, Petani kopi Kalibaru Buat Produk Sendiripexels.com/Skitterphoto

Pasca mendapatkan bantuan mesin pasca panen, petani melalui Bumdes akan mendapatkan pelatihan dan pendampingan dari semua unsur mulai, Pemkab Banyuwangi, Kecamatan hingga desa.

"Pendampingan berkesinambungan dari organisasi perangkat daerah terkait khususnya untuk hilirnya, karena dengan adanya bantuan mesin pengolahan berubah produknya dari yang selama ini jual masih biji kopi sekarang ada peluang menjual olahannya," ujar Bagian Fungsi Komunikasi dan Kebijakan Bank Indonesia Perwakilan Jember, M Iqbal Hafis, yang turut hadir.

Pendampingannya, kata Hafis berupa penguatan kelembagaan hubungan finansial dan non finansial Bumdes, kelompok tani dengan anggota, hingga pelatihan penggunaan mesin pengolahan.

"Kalau sudah sustainable usahanya, manajemen lembaga khususnya pembukuan sudah bagus bisa dihubungkan ke kredit program pemerintah seperti kredit komersil, modal kerja atau investasi," ujarnya.

Tidak hanya di Kalibaru, Kemendes PDTT juga memberikan bantuan ke sejumlah kecamatan lain yang memiliki potensi desa lain. Antara lain seperti di Bulusari Kalipuro, Glagah, Licin, dan Sempu.

Baca Juga: 7 Minuman Pengganti Kopi di Pagi Hari, Dijamin Bikin Segar dan Melek

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya