Cerita Santri Pondok Pesantren Penyandang Disabilitas di Banyuwangi

Santri belajar bersosialisasi hingga belajar hidup mandiri

Banyuwangi, IDN Times - Nizam Fanisi (14), siswa pondok pesantren disabilitas di Kabupaten Banyuwangi merasa rindu belajar mengaji bersama teman temannya di Pondok. Terutama selama musim libur sekolah Natal dan Tahun Naru 2020.

Dia juga rindu suasana belajar hidup mandiri selama menginap di asrama pondok. Rasa rindu tersebut akhirnya terbayar saat dia mulai masuk kembali belajar mengaji di pondok pesantren dan bertemu teman temannya.

"Kalau tidur sini kangen sama Ibu, kalau tidur rumah kangen tidur sini. Selama libur saya kangen bertemu teman teman dan belajar mengaji bareng ustadz," kata Nizam, Selasa (7/1).

1. Anak berkebutuhan khusus belajar hidup mandiri

Cerita Santri Pondok Pesantren Penyandang Disabilitas di BanyuwangiPara santri dan guru sedang berkumpul di Pondok pesantren anak berkebutuhan khusus di Banyuwangi. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Nizam merupakan siswa penyandang tunanetra. Saat ini dia sedang mempelajari baca Alquran juz 30. Menggunakan Alquran braille, Nizam belajar mengaji bersama sesama teman tunanetra dengan dibaca serentak.

Selama di Pondok, Nizam tinggal bersama 13 teman lainnya yang berasal dari berbagai kota. Mulai dari Sidoarjo, Surabaya, Jember, dan kawasan Banyuwangi sendiri. 

Menurutnya, suasana di pondok berbeda dengan suasana pendidikan sekolah formal. Selama mondok mereka bisa belajar bagaimana hidup mandiri mulai dari bangun tepat waktu, makan sendiri, merapikan tempat tidur sendiri hingga urusan mencuci baju sendiri.

"Saya juga senang bisa punya teman-teman bermain di sini," jelasnya.

2. Guru mengurus santri seperti anak kandung sendiri

Cerita Santri Pondok Pesantren Penyandang Disabilitas di BanyuwangiSuasana fasilitas tempat tidur di Pondok pesantren anak berkebutuhan khusus di Banyuwangi. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Pondok Pesantren Disabilitas KH A Dahlan di bawah Pengurus Cabang Muhammadiyah Banyuwangi tidak hanya menaungi penyandang tunanetra. Namun juga autis, down syndrome, mental retardasi, visual impairment, cerebral palsy ringan, tunadaksa, serta tunarunguwicara.

Pengasuh pondok pesantren disabilitas, Narmi mengatakan, terdapat 10 guru yang harus berkenalan secara intensif kepada para santri. Di sana, relasi murid dan guru tidak hanya sebatas urusan belajar mengajar, namun sudah seperti mengurus anak kandung sendiri. Mulai dari mengajari cara makan, mencuci baju, mandi hingga cebok setelah buang air kecil dan besar.

"Kami ajari mandiri, pertama ya urusan ke kamar mandi kita yang bersihkan. Makan diambilkan, tapi mereka sangat tertib. Alhamdulillah kenal selama dua minggu anak-anak sudah bisa nyuci baju, mandi, jemur pakaian sendiri," jelasnya.

Baca Juga: BPBD Banyuwangi Sebut Banjir Berpotensi Terjadi di 10 Kecamatan

3. Kapasitas pondok sekitar 50 anak

Cerita Santri Pondok Pesantren Penyandang Disabilitas di BanyuwangiSuasana di Pondok pesantren anak berkebutuhan khusus di Banyuwangi. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Narmi melanjutkan, dari 14 santri, terdapat 6 santri yang menginap di pondok. Sementara sisanya sering diantar jemput oleh orang tuanya masing-masing. Kapasitas pondok pesantren saat ini masih bisa menampung hingga 50 santri.

"Kalau daftar bisa langsung datang, ini kapasitas bisa sampai 50 santri," ujarnya.

Para santri terus mendapatkan pemantauan dari pengasuh dan 10 guru yang ada di sana. Proses belajar terus berlangsung mulai dari tidur, hingga tidur kembali. Selain pengetahuan umum dan pendidikan Agama Islam, para santri juga mendapatkan terapi perilaku.

"Ada terapi, misal dia autis, ada terapi perilaku, bicara, terapi mau kontak mata, saling menatap agar bisa komunikasi dua arah, terapi kepatuhan dan lainnya," kata Narmi.

Baca Juga: KHA Dahlan, Pondok Pesantren Khusus Disabilitas di Banyuwangi

Topik:

  • Dida Tenola

Berita Terkini Lainnya