Menikahkan Korban dengan Pelaku, Bentuk Kekerasan Seksual Ganda

Yang menikahkan melanggar tiga UU sekaligus

Surabaya, IDN Times - Beberapa pekan lalu, media dihebohkan dengan dua kasus kekerasan seksual di Banyuwangi dan Tuban. Dua korban dalam kasus itu bukannya dilindungi malah dinikahkan dengan pelaku, dengan dalih menutup aib. Hal tersebut merupakan bentuk kekerasan ganda bagi korban yang juga masih berusia anak-anak.  

1. Menikahkan korban dengan pelaku melanggar hukum

Menikahkan Korban dengan Pelaku, Bentuk Kekerasan Seksual GandaIlustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Media & Barandanager Save The Children, Dewi Sri Sumanah mengatakan, menikahkan korban dengan pelaku, adalah melanggar hukum. Pertama, mereka melanggar Undang-undang Perlindungan anak, kemudian melanggar UU Perkawinan, serta UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

"Jadi ketika ada korban Kekerasan Seksual anak dan dinikahkan dengan pelaku, secara hukum, itu melanggar hal tersebut, " ujar Dewi kepada IDN Times, Sabtu (30/7/2022).

Baca Juga: Kisah Malang SA, Dipaksa Menikah dengan Pemerkosanya, Lalu Ditinggal

2. Kekerasan ganda bagi korban anak

Menikahkan Korban dengan Pelaku, Bentuk Kekerasan Seksual Gandailustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Menikahkan korban anak kekerasan seksual dengan pelaku, kata dia, adalah bentuk kekerasan ganda pada anak. Anak telah mendapat kekerasan dari pelaku, anak juga dipaksa harus hidup dengan orang yang telah melakukan kejahatan dengan dirinya.

"Tentu akan ada tekanan mental itu kepada anak, dan berdampak pada hidup si anak selamanya, kita bisa bayangkan," ungkapnya. "Karena anak-anak belum memiliki daya kemampuan, daya tahan yang cukup mereka masih sangat bergantung pada orang dewasa, pengasuh utama, tentunya orang tua," Dewi menambahkan.

3. Orangtua harus selalu ada di pihak anak

Menikahkan Korban dengan Pelaku, Bentuk Kekerasan Seksual GandaIlustrasi kasus kekerasan seksual. (Pixabay.com/Tumisu)

Menurut Dewi, orangtua yang mendapati anaknya menjadi korban kekerasan seksual harusnya selalu hadir dan mendampingi anak. "Peran orangtua dalam hal ini sangat penting untuk bisa mengasuh anak. Orangtua juga harus menjadi orang pertama yang paham dengan psikologis anak," papar Dewi.

Bahkan, jika sampai korban tersebut hamil di usia sekolah, orangtua juga wajib menjamin korban mendapatkan haknya, yakni mendapat pendidikan.

"Maka tidak boleh dikeluarkan dari sekolah dan dalam konteks norma sosial malah jadi buli, maka di sini penting untuk memastikanq kesadaran di tempat apapun baik sekolah dan masyatakat, karena anak ini korban," kata Dewi.

Saat masuk peradilan juga demikian. Korban anak harus mendapatkan haknya, seperti mendapatkan ganti rugi.

"Yang terpenting juga dalam penanganan kekerasan seksual ini, penegakamn hukum harus kenceng, terhadap pelaku, sehingga ada efek jera. Perlu dihukum sesuai Undang-undang yang berlaku dan norma sosial," pungkasnya.

Baca Juga: Anak Kiai Akan Nikahi Perempuan yang Ia Cabuli, Diputuskan Besok 

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya