Dana Hibah, Anggaran yang Paling Mudah Digarong Politikus Nakal

Gak kapok-kapok bapak-bapak ini

Surabaya, IDN Times - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur sedang mendapat sorotan. Hal ini tak lepas dari wakil ketua mereka, Sahat Tua Simanjuntak yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (14/12/2022) malam. Ia diduga menerima suap dana hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) di Kabupaten Sampang. Sahat disebut menerima Rp5 miliar dari praktek haram tersebut. Anggaran dana hibah memang menjadi lahan basah bagi para politikus nakal. Minimnya pengawasan membuat anggaran ini mudah sekali digarong. 

Banyaknya celah dalam pemberian anggaran hibah ini bahkan diakui sendiri oleh anggota DPRD Jatim, Mathur Husyairi. Mathur menjelaskan, dana hibah tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Jatim. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri, dana hibah maksimal 10 persen dari APBD. "Jadi sekitar Rp1,8 triliun," ujar Mathur dihubungi IDN Times, Sabtu (17/12/2022).

Besaran dana hibah ini pun berdasarkan hasil reses atau serap aspirasi anggota DPRD di daerah pemilihannya masing-masing. Pokok-pokok pikiran hasil reses itu yang kemudian diajukan dalam pembahasan APBD. Tujuan dana hibah ini adalah untuk pengembangan suatu wilayah. 

Jumlah dana hibah setiap anggota DPRD ini beragam. Mathur sendiri, mengajukan Rp8 miliar dana hibah untuk Dapilnya di Madura di Tahun 2021 dan tahun 2022.  "Ada 12 Anggota Dapil Madura, kalau Rp8 miliar dikali 12 anggota, total dana hibah untuk Madura adalah Rp96 miliar," kata dia. 

Menurut Mathur, kelompok masyarakat atau lembaga dan yayasan dapat mengajukan dana hibah ke anggota DPRD. Misalnya, kelompok masyarakat A membutuhkan akses jalan, maka mereka akan diminta untuk membuat proposal yang diajukan ke Gubernur Jawa Timur. 

"Jadi kalau hasil reses atau kita kunjungan Dapil, mereka menyampaikan pak kepala desa ini butuh ini, ya oke ajukan proposal ajukan ke Gubernur. Dana hibah ini bukan punya dewan, eksekutif juga mengelola itu,” kata dia. 

Saat disetujui, 100 persen dana tersebut ditransfer ke rekening penerima. Dana tersebut juga dikelola sepenuhnya oleh penerima dana hibah. Di sinilah peluang sistem ijon diterapkan sangat besar. 

"Misalnya ini ada anggaran sekian, kamu bayar di depan kayak yang terjadi (OTT Sahat) ini kan 20 persen, belum lagi penerimanya. Sisa berapa itu nanti yang dibangun, tentu ini yang akan mempengaruhi kualitas (bangunan),” terang dia.

Selama ini, kata Mathur, tidak ada transparansi dalam penyaluran dana hibah di Pemprov Jatim. Selain itu, monitoring dan evaluasi juga tidak ada.  “Makanya saya selalu mendesak Pemprov Jatim, pertama harus dibuka data penerima hibah ini, diumumkan saja di website, masyarakat bisa akses, mereka bisa tahu desa saya dapat dari Pemprov Jatim untuk pembangunan ini, masyarakat bisa berpartisipasi, ” kata dia. 

“Ini mestinya Gubernur berbedah. Saya sudah pernah menyampaikan ke Gubernur untuk memperbaiki tata kelola, eh WhatsApp saya diblokir, mungkin beliau tersinggung,” pungkas Mathur.

Baca Juga: Profil Sahat Tua Simandjuntak, Wakil Ketua DPRD Jatim yang Kena OTT

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya