Setahun COVID-19, Surabaya Masih Konsisten Sumbang Angka Kematian

Ada lebih dari 1300 kasus kematian di Surabaya

Surabaya, IDN Times - Setahun sudah virus corona berkembang di Kota Surabaya. Hari demi hari angka-angka kasus konfirmasi positif COVID-19 terus bertambah. Berbagai macam cara telah dilakukan untuk menekan pertumbuhan virus ini. Namun apa daya, sepertinya COVID-19 masih betah bertengger di Kota Pahlawan.

Yang harus menjadi perhatian sebenarnya bukan hanya kasus yang terus bertambah setiap harinya. Ada nyawa-nyawa yang terenggut akibat keganasan virus ini. Publik seakan dibuat terlena dengan narasi kurva kasus yang melandai. Padahal, satu persatu nyawa berguguran akibat COVID-19.

1. Surabaya masih terus menyumbang angka kematian akibat COVID-19

Setahun COVID-19, Surabaya Masih Konsisten Sumbang Angka KematianIlustrasi proses penggalian makam salah satu jenazah COVID-19 (IDN Times/Aldila Muharma&Fiqih Damarjati)

Berdasarkan data di laman resmi Surabaya Tanggap COVID-19, hingga tanggal 14 Maret 2021 telah ada 1.336 korban jiwa akibat virus corona. Jumlah kumulatif itu merupakan angka kematian akibat COVID-19 tertinggi kedua di Indonesia setelah Semarang.

Jika ditarik ke satu bulan sebelumnya yaitu ada tanggal 14 Februari, total telah ada penambahan pasien meninggal sebanyak 26 orang. Ini artinya, paling tidak satu orang meninggal dunia akibat COVID-19 dalam satu hari di Kota Surabaya.

Meski tampak rendah, namun satu nyawa amat berarti. Jika kondisi ini terus berlajut, akan ada berapa banyak lagi nyawa yang hilang akibat COVID-19?

Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga, Dr. Santi Martini, dr., M.Kes mengingatkan bahwa kematian masih menjadi momok COVID-19. Meski sudah tak semasif dulu, namun virus ini tetap menjadi ancaman utamanya bagi yang memiliki risiko tinggi.

"Sekarang yang meninggal itu dengan risiko tinggi seperti lansia dan komorbid. Kondisi mereka amat rentan menjadi semakin buruk jika terpapar COVID-19," ujar Santi.

Baca Juga: Setahun Pandemik, Tenaga Kesehatan Disebut Lebih Siap Hadapi Wabah  

2. Dulu angka kematian tinggi karena overcapacity rumah sakit

Setahun COVID-19, Surabaya Masih Konsisten Sumbang Angka KematianTim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa

Angka kumulatif yang tinggi di Kota Surabaya sebenarnya didapatkan pada masa-masa awal COVID-19 menerjang. Contohnya, pada bulan Mei 2020 angka kematian akibat COVID-19 di Surabaya sedang gila-gilanya. Pada tanggal 18 Mei 2020 terdapat penambahan 10 pasien meninggal dunia akibat COVID-19 dalam satu hari. Di hari-hari berikutnya, pasien meninggal bertambah di kisaran angka 10 tiap harinya. Lalu, pada 12 Juni 2020, 12 orang meninggal dalam sehari. Bahkan, pada 18 Juli 2020, ada 16 tambahan pasien meninggal dunia akibat COVID-19 di hari tersebut.

Pada masa awal pandemik, epidemiolog lain asal Unair, Dr. Windhu Purnomo mengatakan bahwa memang banyak masalah kompleks yang menyebabkan pasien meninggal dunia terus berjatuhan. Faktor terbesarnya adalah overcapacity rumah sakit yang menyebabkan pasien terlambat mendapatkan pertolongan. Selain itu, jumlah tes PCR yang terbatas juga membuat pasien keburu meninggal sebelum diketahui telah terpapar COVID-19.

"Kalau dulu itu pasien mau masuk ke rumah sakit susah, selalu penuh. Jadinya tidak mendapat pertolongan lalu meninggal. Kalau sekarang kan kapasitas rumah sakit terus ditambah, tapi masih ada yang meninggal," tutur Windhu.

3. Warga dengan risiko tinggi amat rentan meninggal saat terpapar COVID-19

Setahun COVID-19, Surabaya Masih Konsisten Sumbang Angka KematianIlustrasi. Proses pemakaman salah satu jenazah COVID-19 di TPU Pondok Ranggon pada Selasa (16/9/2020) (IDN Times/Aldila Muharma - Fiqih Damarjati)

Senada dengan Santi, Windhu menilai bahwa penyebab kematian pasien COVID-19 adalah risiko tinggi yang ia miliki. Oleh karena itu, untuk mencegah angka kematian terus bertambah, para orang berisiko tinggi harus dilindungi dari COVID-19. Terutama dari lingkungan keluarga yang kerap kali membawa virus tersebut kepada para orang dengan risiko tinggi.

"Bisa saja sebenarnya lansia itu tidak pernah ke mana-mana. Tapi ada anak atau cucunya di rumah yang sering berpergian atau berkegiatan di luar rumah lalu terinfeksi dan malah menularkan ke lansia. Atau juga sudah tahu punya komorbid tapi diajak pergi, diajak keluyuran, atau membiarkan orang bertamu bertemu dengan anggota keluarga yang punya komorbid, yang lansia. Sehingga, mereka terkena dan tewas," ungkapnya.

Dengan demikian, menurut Windhu tak ada cara lain untuk menekan angka kematian selain mematuhi protokol kesehatan. Jika memungkinkan, sebenarnya dalam rumah atau di lingkungan keluarga juga harus memakai masker untuk melindungi para lanisa atau orang dengan komorbid.

4. Kesadaran diri diperlukan agar tidak terlambat menerima tindakan medis

Setahun COVID-19, Surabaya Masih Konsisten Sumbang Angka KematianIlustrasi virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara itu, Santi juga menambahkan bahwa ada kemungkinan angka kematian terus bertambah karena para pasien tidak sadar dengan kondisi tubuhnya sendiri yang melemah. Saat ini, masyarakat cenderung mengentengkan jika terkena COVID-19. Padahal, meski tak memiliki gejala berat, risiko kematian masih menghantui atau yang biasa disebut happy hypoxia.

"Ada kolega saya itu masuk rumah sakit baru ketika sudah merasa sesak akhirnya meninggal. Padalah kalau terlambat ditangani, kondisi tubuh itu sudah tidak bisa diapa-apakan lagi. Tindakan-tindakan medis yang diberikan hasilnya akan negatif," imbuh Santi.

Oleh sebab itu, Santi mengingatkan kepada masyarakat untuk memperhatikan tubuhnya dengan baik. Ia berharap agar masyarakat proaktif konsultasi atau memeriksakan diri kepada tenaga medis terkait kondisi mereka jika terkena COVID-19. Bisa juga dengan memiliki alat pengukur saturasi oksigen mandiri atau oxymeter yang harganya cukup bisa dijangkau.

"Memang tidak semua alat oxymeter itu akurat, bergantung mereknya. Tapi kalau sudah menunjukkan di bawah angka 95 itu sudah harus diperiksakan lebih lanjut," tutup Santi.

Baca Juga: Setahun Pandemik, dari Pasar Minggu hingga Kuningan

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya