Mengintip Asrama Papua Usai Kisruh Sabtu Malam

Penyelesaiannya harus dilihat dari berbagai sudut pandang

Surabaya, IDN Times - Pagar besi berbentuk tombak yang dilapisi plastik mika hijau itu terlihat sepi. Padahal Jalan Kalasan, tempat bangunan berada, sedang ramai-ramainya di tengah hari sekitar pukul 12.45 WIB. Tak ada penanda bahwa bangunan yang panjangnya sekitar 15 meter tersebut merupakan Asrama Mahasiswa Papua, saksi bisu berbagai tragedi antara warga Papua, ormas, dan aparat kepolisian.

Gerbang yang tingginya sekitar 3 meter tertutup rapat. Dari sela-sela mika yang rusak bekas penyerangan Ormas pada 16 Agustus 2018 silam, terlihat beberapa orang sedang bersantai. Namun, ketika tidak ada yang menyahut dengan segera ketika IDN Times memberikan salam. Perlu beberapa menit hingga tiga orang menghampiri gerbang.

"Ada apa ya, Mbak? Maaf kami sedang tidak terima tamu," ujar seorang pria yang mengaku bernama Kidok, Rabu (5/12). Kidok pun membuka gerbang yang hanya mampu memunculkan kepalanya saja.

1. Penghuni AMP makin tertutup terhadap orang asing

Mengintip Asrama Papua Usai Kisruh Sabtu MalamIDN Times/Fitria Madia

Sudah empat hari pasca evakuasi AMP yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Namun trauma dan rasa kehati-hatian masih nampak pada raut wajah Kidok. Bahkan, ada salah satu di antara mereka yang bertugas sebagai juru video, ya dia merekam percakapan kami menggunakan kamera ponselnya.

"Maaf, kami saat ini masih berduka. Tidak ada yang dapat disampaikan. Tolong mengerti," tutur Kidok. Seekor anjing kecil turut mengibas-kibaskan ekornya seakan mengamini pernyataan Kidok. Seperti ingin segera menyudahi obrolan di depan gerbang, Kidok hanya menjawab sekenanya.

2. Memang dikenal tertutup

Mengintip Asrama Papua Usai Kisruh Sabtu MalamIDN Times/Fitria Madia

Gerak-gerik defensif yang ditunjukkan oleh Kidok dan teman-temannya tersebut menunjukkan betapa traumanya mereka dengan kejadian Minggu (2/12) dini hari. Di tengah malam saat mereka tengah merayakan hari besarnya, tiba-tiba kepolisian mendatangi dan mengangkut 237 orang Papua yang berasal dari berbagai daerah. Mereka pun ditahan di Mapolrestabes Surabaya hingga pukul 17.00 WIB.

Namun, menurut keterangan Juru Parkir yang bertugas di Warung Soto seberang AMP, keseharian anggota AMP memang tertutup. Jarang mereka melakukan interaksi dengan masyarakat sekitar.

"Paling cuma keluar mau beli apa lalu masuk lagi. Sama saya saja yang setiap hari berjaga di sini, saya tidak ada yang kenal satu pun dari mereka," ujarnya pria yang tak mau disebutkan namanya tersebut.

Ia mengisahkan kondisi saat tergolong yang paling parah. Bahkan, koordinator asrama yang saat ini menjabat pun tidak membuka komunikasi dengan warga sekitar.

"Kalau dulu saya kenal kepala sukunya (sebutan untuk koordinator asrama) sebelum ini, namanya si Decky. Dia ramah, sering menyapa dan ngobrol sama kita. Kakaknya Decky dulu juga kepala suku sama ramahnya. Tapi saya heran ini sekarang sama sekali tidak ada yang begitu," katanya. Ia juga menyangkal bahwa masyarakat telah menolak keberadaan para mahasiswa Papua. 

3. Ketua RW beberapa kali mendapat keluahan soal penghuni asrama

Mengintip Asrama Papua Usai Kisruh Sabtu MalamIDN Times/Fitria Madia

Sementara itu, Ketua RW 11, tempat AMP berada, Yulie menuturkan bahwa dirinya kerap mendapatkan keluhan dari masyarakat tentang mahasiswa yang menempati asrama tersebut.

"Warga sudah sambatan. Karena mereka kalau mengadakan acara musiknya makin larut malam makin keras. Terus kegiatannya gak jelas. Kegiatan apa ini? Warga gak tahu, RT gak tahu, RW gak tahu. Mereka itu seperti gak menghargai kita-kita ini," tutur Yulie saat dihubungi IDN Times.

Lebih lanjut, perangkat desa telah mencoba berbagai cara untuk melakukan pendekatan kepada para mahasiswa yang menghuni asrama. Namun, berbagai upaya mengalami penolakan. Mereka pun jarang melakukan prosedur pengajuan izin keramaian atau minimal memberikan pemberitahuan atas diadakannya suatu acara.

"Sudah saya ingatkan. Tolong kalau ada kegiatan lapor. Gak pernah diindahkan itu. Kalau saya tanya cuma syukuran Pak RW karena teman ada yang lulus ujian mencapai sarjananya. Tapi kok terus? Masak ujian terus?" sesal Yulie.

Baca Juga: Aliansi Mahasiswa Papua di Malang: Kami Cinta NKRI!  

4. Masyarakat tidak melakukan penolakan

Mengintip Asrama Papua Usai Kisruh Sabtu MalamDok. IDN Times/Istimewa

Meski mengeluh, Yulie mengatakan bahwa masyarakat sekitar tidak melakukan tindakan diskriminasi atau penolakan kepada para mahasiswa Papua tersebut. Ia menilai, sikap tertutup itulah yang justru membuat mereka menarik diri dari kehidupan sosial sekitar asrama.

"Kita tidak menolak. Dia sendiri yang memisahkan diri," tegas Yulie.

5. Kondisi mahasiswa Papua masih memprihatinkan

Mengintip Asrama Papua Usai Kisruh Sabtu MalamDok. IDN Times/Istimewa

Terlepas dari kondisi sosial yang terjadi, kondisi psikologis para penghuni asrama juga patut diperhatikan. Mereka merasa paranoid saat melangkahkan kaki keluar asrama. Mereka merasa selalu ada mata yang mengekor tiap gerak-gerik mereka.

"Kita orang mau beli air, beli air buat minum, takut. Mau beli beras, takut. Mau beli sayur, takut. Seperti ada yang selalu mengawasi," ujar salah satu penghuni asrama, Alince Tekege saat dihubungi IDN Times.

Selain itu, beberapa anggota AMP yang mengikuti aksi peringatan Hari Papua Barat, Sabtu (1/12) juga masih dalam tahap pemulihan dari luka-luka yang mereka dapat atas penyerangan yang dilakukan oleh ormas-ormas saat mereka melakukan aksi.

"Yang kemarin kepala bocor itu dari luar Surabaya. Saat ini masih dalam tahap penyembuhan. Teman-teman lain yang di AMP Surabaya juga ada yang luka-luka masih dalam penyembuhan," jelas Alince.

Baca Juga: Aliansi Mahasiswa Papua, Berburu Keadilan di Kota Pahlawan

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya