Bobol Protokol Kesehatan dan Malapetaka COVID-19 di Bangkalan

Epidemiolog tegaskan PSBB sebagai solusi

Bangkalan, IDN Times - "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un." Kalimat istirja terdengar lebih sering di kampung Subaidah (24), seorang warga Desa Tengket, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan. Ia menghitung, setidaknya dalam sehari ada 2 sampai 3 orang tetangganya yang meninggal dunia. Kabar duka ini tersiar secara rutin tiap hari pada pekan lalu, tak seperti biasanya.

Ida, sapaan akrab Subaidah, menggambarkan bagaimana mencekamnya suasanya lingkungan rumah sejak dua pekan lalu. Satu persatu tetangga atau kenalannya terjangkit COVID-19. Tak jarang juga mereka berakhir meninggal dunia. Ada juga yang keburu meninggal sebelum diketahui penyebabnya yang kemungkinan besar turut terpapar COVID-19.

"Minggu lalu, awal lonjakan kasus itu, setiap hari ada berita duka. Sehari juga kadang 2-3 meninggal. Ada karena COVID-19, ada juga karena meninggal biasa di rumahnya," ujar Ida kepada IDN Times, Rabu (16/6/2021).

Kisah serupa juga dialami Safira Nur (25), warga Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan ini. Bapak dan kedua saudara Safira terkonfirmasi positif COVID-19. Padahal, mobilitas mereka juga tak begitu tinggi. Kini, ketiganya tengah menjalani isolasi di Gedung Badan Pengembangan Wilayah Surabaya Madura (BPWS).

"Bapak, mas, dan adikku terkonfirmasi positif. Ketahuan saat swab di penyekatan Suramadu. Semoga gak kenapa-kenapa," tutur Safira.

Saat ini, Safira tengah kalut mengkhawatirkan keadaan keluarganya. Perantau yang tinggal di Surabaya ini harus mondar-mandir ke lokasi isolasi untuk menyuplai kebutuhan keluarganya selama isolasi. Salah satu kekhawatiran utamanya adalah sang bapak yang sudah tergolong sebagai lanjut usia.

1. Kasus COVID-19 di Bangkalan melonjak sejak 6 Juni 2021

Bobol Protokol Kesehatan dan Malapetaka COVID-19 di BangkalanForkopimda Jatim saat sidak di Jembatan Suramadu, Sabtu (8/5/2021). Dok istimewa

Kondisi yang dialami oleh Ida dan Safira juga menjadi kegelisahan warga Jawa Timur, utamanya Bangkalan. Kasus COVID-19 di Bangkalan meningkat tajam sejak awal Juni 2021. Berdasarkan penelusuran IDN Times, peningkatan signifikan pertama kali terjadi pada tanggal 6 Juni 2021.

Jika biasanya, dalam sehari kasus COVID-19 di Bangkalan hanya bertambah tak sampai 5 orang dalam sehari, tiba-tiba di tanggal 6 Juni terdapat penambahan kasus sebanyak 25 orang. Jumlah ini terus meningkat dari hari ke hari. Di tanggal 7, tambahan kasus menjadi 40 dalam sehari. Bahkan, keesokan harinya, penambahan kasus menjadi 2 kali lipat yaitu 80 kasus perhari.

Meningkatnya penambahan kasus tiap hari ini terus terjadi hingga tanggal 25 Juni 2021. Dalam sehari, terdapat puluhan penambahan kasus COVID-19 di Bangkalan. Tititk tertinggi penambahan kasus terjadi pada tanggal 18 dan 19 Juni yaitu masing-masing hingga 100 kasus. Akibatnya, berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jatim tanggal 25 Juni 2021, Bangkalan menjadi daerah dengan kasus aktif COVID-19 terbanyak di Jatim dengan angka 1043 kasus. Posisi kedua diduduki oleh Kabupaten Banyuwangi dengan selisih dua lebih dari dua kali lipat yaitu 480 kasus aktif.

Sayangnya, penambahan kasus perharinya di Kabupaten Bangkalan ini tak dibarengi dengan tingginya angka kesembuhan. Alhasil, pasien COVID-19 yang berujung meninggal dunia pun tinggi. Di pekan pertama penambahan kasus, pasien meninggal dunia akibat COVID-19 berada di angka kisaran 1-4 orang. Kemudian, angka pasien meninggal mulai meningkat sejak tanggal 10 dan 13 dengan masing-masing 8 orang meninggal perhari.

"Kita sudah melakukan berbagai upaya untuk menangani kasus di Bangkalan. Salah satunya dengan menambah kapasitas bed di RSUD Bangkalan. Awalnya 90 bed jadi 216 untuk ruang isolasi biasa dan ICU 8 jadi 13 bed," jelas Juru Bicara Satgas COVID-19 Jatim, dr Makhyan Jibril Al Farabi saat dihubungi IDN Times, Selasa (22/6/2021).

Saat ini, terdapat 5 kecamatan yang menjadi zona merah di Bangkalan. 5 kecamatan ini terdiri dari Kecamatan Bangkalan dengan kasus aktif 1130 orang, Kecamatan Socah dengan kasus aktif 214 orang, Kecamatan Burneh dengan kasus aktif 351 orang, Kecamatan Klampis dengan kasus aktif 219 orang, dan terakhir yaitu Kecamatan Sepuluh.

2. Diduga akibat Lebaran dan kepulangan PMI

Bobol Protokol Kesehatan dan Malapetaka COVID-19 di BangkalanJuru Bicara Satgas COVID-19 Jatim dr Makhyan Jibril. IDN Times/ Dok. Istimewa

Jibril menuturkan, pihaknya tidak mengetahui pasti apa awal mula penyebab lonjakan kasus di Bangkalan ini. Salah satu dugaan paling kuat adalah adanya budaya mudik atau toron pada masa Lebaran 2021, pertengahan Mei 2021 lalu. Pada masa lebaran ini, mobilitas masyarakat tengah tinggi baik antar daerah maupun interaksi antar tetangga dan keluarga besar. Jika dihitung, meningkatnya penambahan kasus terjadi dua pekan setelah Hari Raya Idul Fitri dan Lebaran Ketupat.

"Memang kalau dari prediksi kita sudah belajar ya dari tahun lalu, tahun 2020. Pascalebaran itu kasus naik terus sampai bulan Agustus. Baru bulan September baru bisa turun. Kenaikannya bahkan sampai 500 persen waktu itu," papar Jibril.

Padahal, berdasarkan data Dinkes Jatim, di rentang waktu yang sama yaitu 2-4 pekan pascalebaran, penambahan kasus di Bangkalan pada tahun 2020 tak sesignifikan ini. Penambahan kasus tiap harinya tak sampai 10 orang hingga bulan Juli 2020.

Selain Lebaran, kepulangan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Bangkalan juga diduga memicu lonjakan kasus. Meski mereka sudah dites swab PCR setibanya di Kota Surabaya, namun kemungkinan false negatif masih ada. Apalagi, terdapat sejumlah temuan kasus varian Delta COVID-19 asal India yang kemungkinan dibawa oleh para PMI.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Epidemiolog Universitas Airlangga, Dr. Windhu Purnomo, dr., MS. Windhu menggaris bawahi salah satu kesalahan kebijakan yang diterapkan pemerintah yaitu kewajiban karantina kepulangan PMI yang hanya 5 hari saja.

"Seharusnya karantina untuk COVID-19 minimal 14 hari karena masa inkubasi dari Sars-Cov-2 ini bisa sampai 14 hari. Saya juga mendengar kabar, banyak mereka pulang dari provinsi, tapi ketika sampai Bangkalan mereka tidak dikarantina. Mereka menolak dikarantina. Bayangkan itu, ngeri banget!" ungkap Windhu.

Dengan masa karantina yang tak memenuhi standar inkubasi ini, Windhu menduga banyak PMI yang lolos dan masuk ke Bangkalan dengan keadaan positif COVID-19. Pasalnya, hasil negatif dari tes swab PCR maupun antigen tidak akurat jika sebenarnya pasien tersebut masih dalam keadaan masa inkubasi. Meski kini kebijakan tersebut sudah diubah jadi 14 hari wajib karantina, namun bagi Windhu semua sudah terlambat.

"Kita ini kebobolan karena melakukan kebijakan yang tidak sesuai dengan sains. Kalau kebijakan tidak sesuai dengan keilmuan maka hancur," tegas Windhu.

Seluruh faktor ini kemudian diperparah dengan rendahnya kepatuhan protokol kesehatan masyarakat Bangkalan. Berdasarkan pantauan langsung IDN Times di Kecamatan Blega, Bangkalan, masyarakat yang mengenakan masker amat minim. Hanya petugas minimarket dan SPBU saja yang tampak patuh meski sesekali menurunkan maskernya. Sementara warga melenggang bebas tanpa masker meski berpergian ke luar rumah.

3. Ditemukan varian Delta dari sampel klaster Bangkalan

Bobol Protokol Kesehatan dan Malapetaka COVID-19 di BangkalanRektor Unair, Prof Muhammad Nasih (tengah) bersama Tim Peneliti Vaksin Unair, Prof Ni Nyoman (kanan). IDN Times/Fitria Madia

Kebobolan yang terjadi akhirnya membawa malapetaka lain yaitu masuknya varian baru COVID-19. Penemuan varian ini berdasarkan hasil whole genome sequencing yang dilakukan oleh Institute of Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga (Unair). Awalnya, Rektor Unair Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., MT., Ak mengumumkan 3 sampel COVID-19 dari klaster Bangkalan memiliki strain B.1617.2 atau varian Delta.

Penelitian whole genome sequencing dari klaster Bangkalan ini terus dilakukan. Data terakhir, sudah ada 11 orang dari Klaster Bangkalan yang dinyatakan terpapar varian Delta. Sementara 9 di antaranya sudah berhasil sembuh setelah 14 hari perawatan. 8 dari 9 pasien sembuh itu dirawat di Rumah Sakit Lapangan Indrapura. Sementara satu sisanya dirujuk ke RSUD Bojonegoro.

"Yang kita khawatirkan ya itu, karena ada varian baru. Karena kita sudah sequencing. Yang akhir-akhir ini kita dapatkan itu varian Delta dari penyekatan Suramadu itu yang rata-rata domisilinya itu di Bangkalan sehingga kemungkinnan juga mempengaruhi kecepatan penularan di sana," sebut Jibril.

Hasil temuan whole genome sequencing itu pun mengarahkan varian Delta menjadi dugaan salah satu faktor penyebab lonjakan kasus COVID-19 di Bangkalan. Untuk memastikan hal tersebut, Satgas COVID-19 telah menyerahkan 156 sampel untuk diteliti. 137 sampel diserahkan ke ITD sementara sisanya ke Litbangkes Kemenkes RI.

Sayangnya, upaya penelusuran varian Delta di Jatim masih terhambat. Pasalnya, Jatim belum memiliki laboratorium yang bisa melakukan whole genome sequencing dengan cepat. ITD Unair pun membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk menyelesaikan penelitian strain virus ini.

"Teknologi sequencing kita gak terlalu maju. Kalau mau sequencing itu masih manual, harus kultur dulu," ungkapnya.

Baca Juga: Kasus Terus Bertambah, Bangkalan Jadi Zona Merah

4. Kematian kasus COVID-19 di Bangkalan tinggi

Bobol Protokol Kesehatan dan Malapetaka COVID-19 di BangkalanIlustrasi. Pemakaman Jenazah COVID-19 (Dok. Kemensos)

Berbagai situasi yang terjadi di Bangkalan ini akhirnya membuat kondisi chaos. Mimpi buruk belasan orang meninggal dunia akibat COVID-19 di Bangkalan terus meningkat tiap harinya, Sejak tanggal 15 Juni, setidaknya ada 10 orang meninggal dunia per hari. Bahkan, di tanggal 20 Juni, ada 17 pasien COVID-19 meninggal dalam sehari. Berdasarkan data tersebut, tingkat kematian akibat COVID-19 atau Case Fatality Rate (CFR) Bangkalan mencapai 9,50 persen.

Windhu melihat bahwa varian Delta memang bisa saja mengambil andil dalam tingginya tingkat kematian di Bangkalan. Warga yang meninggal pun termasuk para tenaga kesehatan yang sebenarnya sudah mendapatkan vaksin dua kali. Padahal, jika sudah mendapatkan vaksin dua kali, seharusnya dampak paparan virus bisa lebih rendah.

Di samping adanya varian Delta itu, Windhu menilai kondisi psikologi masyarakat Bangkalan berperan lebih besar dalam tingkat kematian. Keengganan masyarakat untuk ke rumah sakit membuat sering terlambatnya penanganan. Masih banyak masyarakat yang tak percaya COVID-19 sehingga takut dimanipulasi dicap positif COVID-19 jika dirawat di rumah sakit.

"Mereka takut di-COVID-kan malah. Jadi, kalau sakit di rumah, sampai parah baru ketika sudah gak bisa nafas mau ke rumah sakit. Ketika baru dirawat sebentar atau belum sampai dirawat sudah meninggal. Banyak yang meninggal sebelum 24 jam di rumah sakit," ungkapnya.

Selain itu, fasilitas kesehatan yang belum mumpuni juga memperparah kondisi. Jumlah kasus aktif yang lebih dari 1000 orang di Bangkalan ini tak sebanding dengan ketersediaan tempat tidur di RSUD Bangkalan. Alhasil, banyak pasien yang telat menerima penanganan di rumah sakit.

"Belum lagi soal sudah penuhnya rumah sakit Bangkalan. BOR-nya sudah merah, orang antre masuk tidak bisa, mati. Banyak juga kematian yang belum masuk ke rumah sakit," imbuhnya.

Baca Juga: Ajak Rusak Penyekatan Suramadu, Pria Bangkalan Ditangkap Polisi

5. Penyekatan sempat dilakukan di Suramadu, sayangnya upaya itu diprotes

Bobol Protokol Kesehatan dan Malapetaka COVID-19 di BangkalanForkopimda Jatim saat sidak di Jembatan Suramadu, Sabtu (8/5/2021). Dok istimewa

Sebagai salah satu cara untuk menangani atau setidaknya mencegah meluasnya kekacauan di Bangkalan, posko penyekatan di Jembatan Suramadu pun dibangun. Posko pertama didirikan oleh Pemkot Surabaya bersama Polres Pelabuhan Tanjung Perak di pintu keluar Suramadu sisi Surabaya sejak Minggu (6/6/2021).

Melalui posko itu, seluruh pengendara utamanya yang memiliki plat selain L harus dites swab antigen terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mencegah warga yang positif COVID-19 masuk ke Surabaya dan menyebabkan penularan yang lebih luas.

Rupanya, satu posko ini saja tak cukup. Posko penyekatan pun juga didirikan di sisi Bangkalan dengan sistem stiker. Pengendara yang sudah mendapat hasil negatif tes swab antigen akan diberi stiker khusus pada kendaraannya agar tak perlu dites lagi. Stiker ini pun diganti setiap hari untuk menghindari kecurangan.

Penyekatan Suramadu ini pun dianggap berhasil. Berdasarkan data tanggal 21 Juni 2021, total telah ada 42.929 pengendara yang dites swab oleh Posko Penyekatan sisi Surabaya. Hasilnya, 951 orang positif swab antigen dan 651 positif swab PCR. Sementara itu, 11.400 pengendara juga terjaring swab di penyekatan sisi Bangkalan. Hasilnya, 194 orang positif antigen dan 142 positif PCR.

"Ternyata penyekatan itu bukan hanya untuk skrining, tapi untuk menurunkan mobilitas. Karena kalau seperti itu, perjalanan mobil itu sampai 5 ribuan per hari. Sekarang turun 2-3 ribu. Sekarang orang kalau gak penting-penting banget akhirnnya males," sebut Jibril.

Meski dianggap efektif, ternyata penyekatan ini menuai kontroversi. Berbagai gelombang penolakan ditunjukkan utamanya oleh warga Madura. Salah satunya yaitu aksi demonstrasi oleh massa Koalisi Keluarga Masyarakat Madura Bersatu pada Senin (21/6/2021). Mereka menolak kewajiban tes swab di posko penyekatan Suramadu karena merasa didiskriminasi dan lelah diswab terus setiap hari.

"Apa iya COVID-19 hanya menjangkit orang yang berpergian di Suramadu? Jangan terkesan tebang pilih dan mendiskreditkan masyarakat Madura," ujar Korlap Aksi, Ahmad Annur.

Aksi penolakan ini pun terus dilakukan. Bahkan, sekelompok massa menyerang posko penyekatan Suramadu sisi Surabaya pada keesokan harinya. Kericuhan terjadi pada Selasa (22/6/2021) dini hari saat sekitar seratus orang menyerang, melempari, dan berusaha merusak posko penyekatan Suramadu.

Kebijakan penyekatan ini juga dikritik oleh Pengamat Kebijakan Publik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (Uinsa), Andri Arianto. Ia melihat, pemerintah masih menjadikan warga hanya sekadar obyek kebijakan tanpa melibatkan mereka secara langsung. Hasilnya, warga bisa menjadi kecewa dan menolak kebijakan tersebut.

"Ini membuktikan, bahwa selama ini tidak pernah ada semacam forum yang berkelanjutan untuk bersama daerah yang seharusnya dilakukan oleh Pemprov Jatim untuk kebijakan publik lintas daerah," sebutnya.

Dengan berbagai penolakan dan pertimbangan, posko penyekatan Suramadu pun akhirnya dirubuhkan pada Kamis (24/6/2021). Forkopimda Jatim memutuskan untuk memberlakukan Surat Izin Keluar Masuk yang harus diurus oleh warga Bangkalan jika ingin masuk ke Surabaya. SIKM ini berlaku selama 7 hari dengan syarat negatif swab antigen. Tapi nyatanya, belum jelas SIKM ini diperiksa di mana lantaran posko pemeriksaan telah dibubarkan.

6. Testing, tracing, vaksinasi, dan PPKM Mikro diharap bisa jadi solusi

Bobol Protokol Kesehatan dan Malapetaka COVID-19 di BangkalanPemeriksaan kendaraan di posko PSBB di MERR Surabaya, Selasa (28/4/2020). IDN Times/Faiz Nashrillah

Posko penyekatan telah dibubarkan. Pemprov Jatim pun putar otak untuk menangani lonjakan kasus COVID-19 di Bangkalan. Salah satunya yaitu dengan memasifkan testing serta tracing. Kasus-kasus yang ditemukan positif COVID-19 akan ditesting secara maksimal kepada seluruh kontak eratnya.

"Seperti yang kita lakukan sekarang, tracing di Bangkalan di RS, Puskesmas dan daerah-daerah kasus COVID-19. Ternyata di daerah-daerah tersebut muncul klaster-klaster keluarga. Ketika kita lakukan tes, yang positif bisa 60 sampai 80 persen," sebut Jibril.

Selain memasifkan testing dan tracing, salah satu program kebanggaan pemerintah sampai saat ini yaitu Pemmberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro. PPKM Mikro diharapkan bisa dilakukan dengan baik utamanya di kecamatan-kecamatan zona merah.

"Tapi sekarang fokusnya adalah tracing, menemukan kasus sebanyak-banyaknya di situ. Yang kedua, melakukan isolasi terpusat. PPKM Mikro diperkuat. Ruang isolasi diperluas kapasitasnya," tutur Jibril.

Tak hanya itu, saat ini Pemprov Jatim tengah mempertimbangkan tracing plus, yaitu menyertakan petugas vaksinasi dalam tracing. Saat warga dinyatakan negatif ketika di-tracing, maka mereka akan langsung divaksinasi.

Namun, Jibril mengaku bahwa upaya-upaya tersebut sulit dilakukan jika kesadaran masyarakat kurang. Apalagi, PPKM Mikro yang pada dasarnya membutuhkan partisipasi besar dari masyarakat. Pemkab Bangkalan pun berusaha menggandeng tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam berbagai upaya penanganan COVID-19 di Bangkalan.

"Untuk meyakinkan seseorang untuk mematuhi protokol kesehatan itu tantangannya lebih berat. Oleh karena itu kami menggandeng tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat, pimpinan-pimpinan daerah untuk mensosialisasi protokol kesehatan," imbuh Jibril.

7. Epidemiolog tegaskan urgensi PSBB

Bobol Protokol Kesehatan dan Malapetaka COVID-19 di BangkalanTim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa

Hanya saja, berbagai upaya yang dilakukan untuk mengatasi COVID-19 di Bangkalan dirasa percuma oleh Windhu. Terutama PPKM Mikro yang telah dianggap total bahkan sejak pertama kali penerapannya di daerah-daerah lain pada beberapa bulan lalu.

"Sudah jelas-jelas kasus seperti ini kok masih PPKM Mikro? Itu saja masih gak tepat pemerintah pusat melanjutkan PPKM Mikro. Wong sudah jelas-jelas PPKM Mikro itu gagal kok. Kenapa kita gak mau mengakui gagal tapi masih mau melanjutkan dengan penebalan PPKM Mikro, apa lagi yang mau ditebalkan itu?" protes Windhu.

Windhu menilai, PPKM Mikro menjadi percuma lantaran tak dibarengi kesadaran masyarakat. Selain itu, kemampuan testing Indonesia utamanya Bangkalan masih di bawah ketentuan WHO. Dengan demikian, zonasi yang dibuat untuk PPKM Mikro disebut menyesatkan.

"Kalau kita menemukan RT kita sebut kuning misalnya, apa betul cuma satu rumah? Wong kita testingnya jelek kok. Jangan-jangan ada 8 rumah di sana cuma kita gak tahu karena semuanya OTG. Jadi itu menyesatkan. Zonasi di tingkat RT itu sangat menyesatkan. Seolah-olah ada RT yang bebas karena sudah hijau atau kuning. Padahal kuningnya kuning delima, hijaunya hijau semangka," paparnya.

Apalagi, imbuh Windhu, saat ini tampak tak ada pembatasan mobilitas warga Bangkalan ke daerah lain. SIKM yang dierapkan dianggap percuma karena tak bisa menjamin kepatuhan warga. Ditambah lagi sistem monitoringnya yang masih tak jelas.

Windhu pun memperingatkan, kasus di Bangkalan belum usai meski posko penyekatan telah dibongkar. Kasus-kasus di Bangkalan disebut sebagai unreported case lantaran jumlah kasus yang sebenarnya lebih banyak dari kemampuan testing yang dimiliki.

Sebagai solusi, tak lain tak bukan Windhu menyarankan agar diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dengan PSBB, mobilitas warga dapat benar-benar dibatasi. Penularan COVID-19 bahkan varian Delta dapat dicegah jika PSBB benar-benar dilakukan dengan benar.

"Kalau ada kebakaran, itu harus dilokalisir. Apa dibiarkan kebakaran satu kampung, gak toh? Yang lain diberi barier supaya tidak merambat. Ini kan tidak toh? Kita gak tahu kasus kapan akan selesainya karena meningkat terus. Karena kita tidak melokalisir," pungkasnya.

Baca Juga: Bupati Bangkalan Beri Wewenang Kecamatan Terbitkan SIKM, Tapi...

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya