Kota Pahlawan dan Ironi Millennials Surabaya

Sedikit dari mereka yang tahu seluk beluk Kota Pahlawan

Surabaya, IDN Times - Lahir dan besar di Kota Surabaya seharusnya membuat seorang warga tahu mengapa kampug halamannya disebut Kota Pahlawan. Namun nampaknya hal tersebut tidak berlaku bagi Sania Nur Faiza (18). Mahasiswa jurusan Fisika ini mengaku tidak terlalu mengenal betul tentang asal muasal Hari Pahlawan yang terjadi di Kota Surabaya pada tanggal 10 November 1945.

"Aku tahu dulu di Surabaya pernah ada kejadian pertempuran yang besar dengan negara asing. Tapi aku gak tahu kenapa disebut Hari Pahlawan," ujarnya kepada IDN Times, Rabu (7/11).

Begitu pula dengan Dhea Adelia (20). Gadis yang berprofesi sebagai pramuniaga ini hanya polos menggeleng saat ditanya mengapa tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.

"Saya gak tahu. Mungkin karena di Surabaya banyak pahlawannya," tuturnya pelan.

Pertanyaan tersebut aku ulangi kepada beberapa pemuda yang tinggal di Surabaya lainnya. Benar saja, tidak ada yang dapat tepat menjawab alasan mengapa pertempuran pada tanggal 10 November dijadikan sebagai hari yang bersejarah dibanding dengan pertempuran-pertempuran besar lain.

"Karena kurangnya rasa keingintahuan terhadap sejarah. Ya gitu. Gak pingin tahu aja," ucap Sania singkat.

1. Semangat membara arek-arek Suroboyo menjadikan mereka semua pahlawan

Kota Pahlawan dan Ironi Millennials SurabayaIDN Times/Vanny El Rahman

Pendapat para millennials dan Gen Z tersebut memang tidak salah bahwa pertempuran hebat terjadi pada 10 November 1945. Ribuan korban pun jatuh di tangan tentara Inggris yang kala itu menyerang Kota Surabaya. Salah satu Sejarawan dari Universitas Negeri Surabaya, Nasution mengatakan bahwa peristiwa tersebut tidak dapat digambarkan dengan kata-kata.

"Saat itu, tembakan dimana-mana. Dari arek-arek Suroboyo dan sekutu (tentara Inggris) saling menekan tak ada yang mau mengalah. Tak cuma perang fisik dan senjata, mereka juga perang psikologis dengan mengintimidasi satu sama lain," terangnya ketika ditemui di ruangannya, Kamis (8/11).

Namun, keputusan diangkatnya tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan rupanya bukan karena para pahlawan nasional yang berasal dari Surabaya seperti yang dikira oleh Dhea. Nasution yang juga Kepala Program Pendidikan Sejarah Pascasarjana Unesa ini mengatakan bahwa semangat juang kepahlawanan yang dimiliki oleh seluruh warga Surabaya lah yang membuat pertempuran 10 November dijadikan barometer nilai kepahlawanan.

"Karena sudah dilatih dan didoktrin oleh Jepang, jadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kini TNI itu gigih sekali. Kelompok-kelompok diluar TKR yang tidak terorganisir ibaratnya sekarang seperti Bonek juga berjuang sangat militan. Kalau digambarkan, dulu mereka lihat darah itu bukannya takut, malah kegirangan!" ujar Nasution mengisahkan.

2. Sebanyak 96 persen pemuda tahu 10 November adalah Hari Pahlawan

Kota Pahlawan dan Ironi Millennials SurabayaIDN Times/Vanny El Rahman

Kisah-kisah menakjubkan dan nilai-nilai teladan masih banyak terkandung dalam sejarah 10 November di Surabaya. Namun sejarah hanya akan menjadi kisah jika tidak diilhami oleh generasi masa kini.

Sania dan Dhea rupanya tidak sendirian. Aku melakukan survei kecil-kecilan pada Kamis (8/11) yang melibatkan 100 responden asal Surabaya. Mereka berasal dari berbagai latar belakang dengan rentang usia 18-30 tahun. Survei ini bertujuan untuk melihat bagaimana generasi masa kini mengenal sejarah Kota Pahlawan, tempat mereka tinggal.

Dari hasil surveiku, 96 persen telah dengan benar menjawab bahwa tanggal 10 November merupakan peringatan Hari Pahlawan. Sedangkan, 2 persen menjawab 10 November merupakan Hari Kebangkitan Nasional dan sisanya menjawab Hari Sumpah Pemuda.

Baca Juga: Kisah Soedarman dan Jembatan Merah yang Membara

3. Namun, hanya 67 persen yang tahu alasannya

Kota Pahlawan dan Ironi Millennials SurabayaIDN Times/Sukma Shakti

Selisih jumlah jawaban benar masih cukup signifikan pada pertanyaan pertama. Namun rupanya banyak yang menjawab salah pada pertanyaan berikutnya yaitu "Mengapa 10 November menjadi tanggal yang berarti bagi bangsa Indonesia?"

Hanya 67 persen responden yang menjawab bahwa pada tanggal tersebut terjadi pertempuran besar di Surabaya yang menewaskan banyak pejuang. Sementara pada posisi kedua yaitu sebanyak 27 persen menjawab bahwa pada tanggal tersebut terjadi peristiwa perobekan bendera Merah Putih Biru menjadi Merah Putih di Hotel Yamato.

"Peristiwa perobekan bendera itu memang berkaitan dengan peristiwa 10 November, tapi terjadinya jauh sebelum itu. Pada tanggal 19 September tepatnya. Tentu bukan menjadi alasan 10 November menjadi Hari Pahlawan," tegas Nasution menjelaskan.

Sementara itu, 6 persen lainnya menjawab bahwa pada tanggal 10 November para pejuang berhasil memenangkan pertempuran hingga merebut kembali Kota Surabaya. Padahal seperti yang diketahui, saat itu pejuang belum berhasil dan malah mundur ke kabupaten-kabupaten sekitar Surabaya.

4. Pengetahuan terhadap monumen peringatan 10 November pun kurang

Kota Pahlawan dan Ironi Millennials SurabayaIDN Times/Fitria Madia

Kurangnya pengetahuan arek-arek Suroboyo masa kini tak hanya pada kisah sejarah saja. Kepedulian pada monumen-monumen bersejarah pun terbukti kurang. Misalnya saat aku tanya tentang  monumen yang berada di depan Gedung Siola Jalan Tunjungan. 

Survei memberikan hasil jawaban yang beragam. Sebanyak 33 persen responden berhasil menjawab benar yaitu Monumen Pertahanan Kota. Sementara 30 persen mengatakan bahwa patung tersebut merupakan patung pahlawan dan 20 persen mengatakan patung sejarah Siola. Sementara sisanya menjawab tidak tahu.

"Patung itu merupakan wujud kontribusi para seniman. Dibuat sekitar tahun 90-an. Tapi memang kurang jelas alasan pembuatan patung itu," ujar Ahli Cagar Budaya Surabaya, Johan Silas.

5. Banyak alasan pemuda harus belajar sejarah

Kota Pahlawan dan Ironi Millennials SurabayaIDN Times/Vanny El Rahman

Sosiolog dari Universitas Airlangga, Novri Susan, menyayangkan kurangnya kepedulian kaum muda Surabaya terhadap sejarahnya. Padahal, sejarah merupakan bagian penting dalam kehidupan sosial yang harus diilhami oleh setiap orang terutama pemuda.

"Pemuda merupakan generasi yang harus menciptakan masa depan dengan cara melakukan perubahan transformasional. Kemampuan melakukan perubahan transformasional ini ditopang oleh gagasan-gagasan yang disusun oleh pemahaman historis secara kritis," jelasnya.

Apalagi, peristiwa nasional yang terjadi di kota yang ditinggali. Peristiwa 10 November menurut Novri memiliki nilai yang sangat berarti yang seharusnya dipelajari, dimengerti, dan diaplikasian oleh para pemuda pada kehidupan bersosial di masyarakat.

"Keteladanan utama dari para pahlawan yang mendonasikan energi, waktu, dan mental untuk kepentingan umum," terangnya.

6. Dibutuhkan momentum besar untuk kembalikan sikap heroik arek-arek Suroboyo

Kota Pahlawan dan Ironi Millennials SurabayaIDN Times/Reza Iqbal

Seorang Sosiolog lainnya, Muhammad Jacky menjelaskan bahwa untuk membangkitkan sikap heroik yang dimiliki arek-arek Suroboyo jaman dulu dibutuhkan momentum yang hebat. Momentum ini memang harus dibuat agar rasa patriotik dapat tergugah dari dalam diri pemuda Surabaya.

"Perlu momentum untuk membangkitkan lagi jiwa heroiknya. Mengajak pemuda, memberikan ruang untuk mereka berkreasi, membangun identitas agar nilai-nilai itu diterapkan. Tapi momentum harus dibuat, gak seperti dulu momentumnya alamiah," terang Jacky.

7. Perang melawan apatisme juga bentuk kepahlawanan

Kota Pahlawan dan Ironi Millennials SurabayaIDN Times/Vanny El Rahman

Jacky menyadari bahwa makna kepahlawanan saat ini memang sudah bukan lagi berkutat dengan senjata. Namun bagi Jacky, perbedaan konteks perjuangan dan kepahlawanan harusnya tidak menghalangi pemuda untuk meneladani makna Hari Pahlawan.

"Yang paling penting adalah semangatnya untuk jadi bagian kota pahlawan meskipun ada di konteks yang lain. Heroik sekarang konteksnya seperti perang kepada narkoba, prostitusi, dan yang utama yaitu ketidakpedulian atau apatisme," imbuhnya.

Baca Juga: Putra Bung Tomo: Ayah Orang yang Humanis, Humoris, dan Romantis

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya