Bisa Fatal! Kepala Daerah Diminta Setop Pakai Istilah Herd Immunity 

Herd immunity disebut mustahil di Indonesia

Surabaya, IDN Times - Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo meminta agar para kepala daerah tidak lagi menggunakan acuan herd immunity dalam penanganan COVID-19 di wilayahnya masing-masing. Pasalnya, herd immunity dapat disebut mustahil tercapai di indonesia. Selain itu, penggunaan acuan herd immunity bisa membuat pemerintah dan warga lengah.

1. Herd immunity tak bisa jadi solusi satu-satunya

Bisa Fatal! Kepala Daerah Diminta Setop Pakai Istilah Herd Immunity Tim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa

Windhu menuturkan bahwa herd immunity seharusnya tak menjadi satu-satunya acuan penanganan COVID-19. Pasalnya, herd immunity di Indonesia sulit tercapai dengan efikasi vaksin yang tidak 100 persen, kecepatan penularan virus yang tinggi, dan jangkauan vaksinasi yang belum maksimal. Masih ada dua hal lain yang tak boleh dilupakan yaitu testing dan treatment.

"Vaksinasi tak boleh jadi satu-satunya solusi untuk penanganan COVID-19. Gak bisa daerah itu mencapai herd immunity," ujar Windhu saat dikonfirmasi IDN Times, Sabtu (7/8/2021).

2. Masyarakat dikhawatirkan akan lengah jika disebut sudah punya herd immunity

Bisa Fatal! Kepala Daerah Diminta Setop Pakai Istilah Herd Immunity Tim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa

Lebih lanjut, Windhu mengkhawatirkan apabila pemerintah daerah terus-terusan menggunakan istilah herd immunity, maka masyarakat akan lengah. Jika vaksinasi sudah mencapai 70 persen, yang sebenarnya masih kurang, bisa jadi masyarakat bahkan pemda itu sendiri lengah dalam menangani COVID-19 karena percaya mereka sudah kebal secara kelompok.

"Jangan sampai beranggapan sudah herd immunity. Nanti bisa leha-leha. Itu fatal. Kita bisa masuk ke gelombang berikutnya," tegas Windhu.

3. Satu daerah tak bisa jadi herd immunity sendirian

Bisa Fatal! Kepala Daerah Diminta Setop Pakai Istilah Herd Immunity Tim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa

Tak hanya itu, capaian herd immunity ditakutkan menjadi persaingan tersendiri di masing-masing daerah. Bisa saja, para kepala daerah berlomba-lomba untuk mencapai herd immunity dan tidak fokus pada tujuan utamanya yaitu menangani COVID-19. Padahal, capaian vaksinasi di satu daerah tidak membuat daerah itu aman seutuhnya. Kekebalan kelompok seharusnya diraih oleh selingkup daerah epidemiologis.

"Kita lihat, Kota Mojokerto sudah tinggi vaksinasinya. Tapi di samping-sampingnya masih belum. Ya ini kan sama saja? Orang-orangnya itu masih bergerak. Kecuali kalau mau bangun benteng supaya gak bisa keluar masuk," terangnya.

Baca Juga: Vaksinasi Belum 50 Persen, Herd Immunity Jawa-Bali Sulit Tercapai

4. Kepala daerah diminta jangan jadikan herd immunity sebagai acuan

Bisa Fatal! Kepala Daerah Diminta Setop Pakai Istilah Herd Immunity ilustrasi herd immunity (ccandh.com)

Untuk itu, Windhu meminta agar para kepala daerah tidak lagi menggunakan istilah herd immunity di masyarakat. Ia pun memastikan bahwa pemerintah pusat sudah mengerti dengan baik konsep sulitnya mencapai herd immunity di Indonesia.

"Pak Menkes dan Pak Menkomarves sudah mengerti tentang ini. Tinggal kepala daerahnya saja yang perlu diberi tahu agar tidak lagi mengacu pada capaian 70 persen vaksin berarti herd immunity," pungkas Windhu.

Sebelumnya, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan bahwa Kota Mojokerto dan Kota Surabaya sudah memasuki herd immunity. Hal ini didasarkan capaian vaksinasi dosis pertama lebih dari 70 persen dari target.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada Sabtu (7/8/2021), Kota Mojokerto sudah melakukan vaksinasi dosis pertama kepada 108.888 warganya atau 120 persen dari target. Sementara jika berdasarkan populasi, persentasenya mencapai 82,22 persen. 

Lalu, pada dosis kedua, Kota Mojokerto baru menyuntikkan 33.978 dosis vaksinasi. Jumlah itu setara 25,66 persen dari jumlah penduduk, atau baru 37,75 dari target. 

Adapun di Kota Surabaya jumlah warga yang sudah menjalani vaksinasi tahap I sebanyak 1.574.229 orang atau 54,77 persen dari jumlah warganya. Namun, jika diukur berdasarkan target, vaksinasi dosis pertama di Surabaya berada di angka 71,23 persen. 

Seperti Kota Mojokerto, vaksinasi dosis kedua di Surabaya pun masih jauh dari jumlah dosis pertama, yaitu 893.301 orang. Jumlah itu baru mencapai 40,42 target atau baru 31,08 dari jumlah populasi.  

Baca Juga: Kota Mojokerto dan Surabaya Sudah Herd Immunity? Epidemiolog: Mustahil

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya