Tak Sekadar Main, Melihat Celah Bisnis Game Developer di Kota Malang
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Malang, IDN Times - Empat orang pemuda terlihat sibuk dengan komputernya masing-masing. Beberapa tampak tengah mengerjakan desain, lalu ada yang membuat program dan ada yang menguji kualitas dari gane ciptaan mereka. Empat orang tersebut adalah Febri Abdullah, Roshikhan Maulana Yusuf, Mohammad Rizka, dan Cladio Aziz. Mereka tergabung dalam Simpleton Indie game developer, sebuah kelompok pengembang game lokal asli Malang.
1. Berawal dari lomba game
Mohammad Rizka salah satu anggota dari Simpleton Indie game developer menceritakan bahwa awal dari berdirinya perusahaan yang ia geluti itu adalah karena lomba. Tepatnya tahun 2013 ia diajak oleh Febri Abdullah untuk mengikuti sebuah lomba membuat game yang diadakan oleh salah satu perusahaan teknologi. Saat itu dirinya langsung menyanggupi tawaran Febri dan mulai mengembangkan sebuah game yang diberi nama Bunny Beyond. Setelah melalui beberapa tahap penilaian, game ciptaan Rizka dan Febri mampu meriah juara kedua.
"Saat itu usai meraih juara dua kami berasa bahwa membuat game adalah sesuatu yang seru dan menyenangkan. Makanya kami teruskan sampai sekarang ini," terang Mohammad Rizka atau yang akrab disapa Mocha ini, Sabtu (28/11/2020).
2. Tak ada patokan waktu dalam membuat game
Alumni SMA 8 Kota Malang ini menambahkan bahwa tidak ada patokan waktu dalam membuat sebuah game. Semua bergantung pada tingkat kompleksitas dari game itu sendiri. Semakin komplek sebuah game maka, memerlukan waktu yang jauh lebih lama untuk pembuatan. Untuk menghasilkan game yang berkualitas harus benar-benar digarap dengan serius.
"Ada yang hanya tiga hari selesai. Ada juga yang sampai berbulan-bulan," tambahnya.
3. Sudah buat enam game
Sejauh ini, Simpleton Indie game developer telah menciptakan kurang lebih enam game. Enam game tersebut adalah Bunny Beyond, Magic of Rubber Duck, Mission Unpossible, Everyone Loves Monster, Galactic Rush dan yang terbaru adalah Paw Paw.
Editor’s picks
Awalnya, Mocha menyampaikan bahwa game produksi Simpleton tersebut difokuskan pada mobile. Namun, kini game yang mereka kembangkan sudah merambah pada PC.
"Harga gamenya mulai dari gratis dan kalau yang Paw Paw kemarin US$10 (Rp140 ribu)," tambahnya. Meski begitu, ia enggan menyebut berapa omset dari bisnis unik ini. "Pokoknya cukuplah," ujarnya singkat.
4. Game sama dengan usaha lain
Mocha mengakui bahwa dunia game sama halnya dengan usaha yang lain. Ada pasang surut yang harus dihadapi. Namun, beruntungnya adalah ketika masa pandemi COVID-19 ini, produsen game tidak terlalu terdampak. Bahkan masih cenderung stabil. Hal itu lantaran masyarakat yang berada di rumah lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belanja atau main game.
"Naik turun pasti ada sama seperti usaha lain. Kalau lagi gak hoki juga cukup sulit menjual game. Kadang dari lima game yang dibuat mungkin hanya satu yang laku. Tetapi kalau sudah laku, satu game ini bisa menutup biaya operasional pembuatan yang lain," jelasnya.
Baca Juga: 10 Board Game Legendaris, Jadi Cikal Bakal Game Masa Kini
5. Harus benar-benar serius
Terlepas dari itu, Mocha menyebut bahwa peluang bisnis dari game memang masih cukup terbuka. Hanya saja untuk bisa berhasil harus benar-benar digarap dengan serius. Terlebih saat ini pasar game memang lebih banyak dikuasai oleh pemain-pemain besar seperti Bandai, EA Sport, SEGA dan lainnya. Selain itu produk yang dibuat juga harus benar-benar berkualitas.
"Kalau dari potensinya memang besar. Tetapi bukan berarti semuanya menjadi gampang. Perlu perjuangan dan tetap harus telaten. Produknya juga harus berkualitas," tandasnya.
Baca Juga: 5 Strategi Permainan Aldous di Early Game, Auto Menggila di Late Game!
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.