Pandemik, 2.168 Perempuan di Jombang Gugat Cerai Suami
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jombang, IDN Times - Pandemik COVID-19 yang berkepanjangan mengakibatkan persoalan di berbagai sektor kehidupan. Tidak hanya ekonomi dan pendidikan, wabah ini pun menjadi pemicu tingginya angka perceraian Kabupaten Jombang. Penyebab perceraian pun beragam, namun yang mendominasi karena kurangnya nafkah karena penghasilan menurun di masa pandemik.
Berdasarkan data dari Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Jombang, jumlah angka perceraian pada tahun 2019 lalu sebanyak 2897 kasus terdiri dari cerai gugat sebanyak 2168 kasus dan cerai talak sebanyak 729 kasus. Sementara, pada tahun 2020, angka perceraian meningkat menjadi 3046 kasus.
1. Terbanyak kasus cerai gugat
Juru Bicara PA Jombang, Mohammad Amir Syarifudin menyampaikan, secara alami angka perceraian memang mengalami peningkatan, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Angka peningkatan perceraian itu bukan hanya terjadi di Kabupaten Jombang, namun juga terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
"Nah kebetulan, pas pandemik ini juga mengiringi. Sehingga di samping yang secara alami tadi yang memicu peningkatan jumlah perkara, dari pandemik ini juga ada peningkatan yang signifikan," kata Amin, Senin (25/1/2021).
Di Kabupaten Jombang, kata Amir, yang terbanyak adalah kasus cerai gugat atau perceraian yang diajukan oleh pihak perempuan. Dia menyebut, dari angka 3046 kasus perceraian di tahun 2020 kemarin, sebanyak 2314 kasus cerai gugat, sedangkan 732 cerai talak.
"Ya, yang paling banyak itu cerai gugat yang diajukan oleh perempuan," jelas Amir.
2. Penyebab utama perceraian karena kurang nafkah
Editor’s picks
Amir menyebut, rata-rata, faktor utama perceraian di masa pandemik ini karena persoalan kurangnya nafkah yang disebabkan kurangnya pendapatan per kapita warga. Faktor berikutnya yakni perilaku atau perselingkuhan. Selain itu, masalah kurangnya tanggung jawab dari salah satu pasangan baik laki-laki maupun perempuan juga menjadi penyebab kasus perceraian tersebut.
"Salah satunya pandemik ini membuat income per capita masyarakat menurun. Pendapatan mereka yang sebelumnya sudah ada itu kan sudah terhapus, karena rata-rata orang bukan Pegawai Negeri Sipil," katanya.
"Dibandingkan pada tahun 2019, angka perceraian yang terjadi pada tahun 2020 ini naik 20 persen. Dan ini cukup signifikan," Amir melanjutkan.
Baca Juga: Bikin Kaget, 10 Perceraian Artis Paling Menyita Perhatian di 2020
3. Pemohon cerai mayoritas usia produktif
Dalam penanganan kasus perceraian di PA Jombang, Amir menyebut, secara umum penggugat dalam usia produkti atau usia 40 tahun ke bawah. Bahkan, mereka yang mengajukan perceraian tersebut karena melakukan perkawinan di bawah umur dari batasan usia 19 tahun yang ditetapkan pemerintah. Artinya, mereka menikah dengan pengajuan dispensasi.
"Karena mereka belum siap secara materi, psikologi, ya mereka kembali lagi bercerai di sini, jarang yang mulus. Jadi 80 persen masih usia di bawah umur, kemudian yang mendominasi usia 19 sampai 35 tahun, usia di atas itu tinggal sisanya," ujarnya.
Baca Juga: Medsos Jadi Penyebab Perceraian Tertinggi Kedua di Lamongan
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.