Cerita Petani Porang, Saking Mahalnya Sampai Jadi Incaran Pencuri
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Madiun, IDN Times - Tanaman porang kian banyak dibudidayakan petani. Harganya yang menggiurkan membuat banyak orang kesengsem dengan tanaman yang tergolong umbi-umbian ini. Harga 1 kilogram umbi porang yang sudah dikeringkan sendiri saat ini mencapai Rp14 ribu. Sementara untuk per hektarenya, petani bahkan ada yang sampai meraup hasil hingga ratusan juta rupiah. Namun, nilai ekonomis yang tinggi juga menjadi incaran pencuri.
1. Pencurian terjadi pada tahun 2019
Petani porang di kawasan hutan jati di Desa Kaligunting, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun misanya. Mereka mengakui pernah menjadi korban pencurian saat tanaman mereka dijebol oleh orang tak dikenal.
"Kejadiannya saat ramai-ramainya porang di sini dan sejumlah daerah, sekitar tahun 2019," kenang Akhmad Khoiri, salah seorang pembudidaya porang saat ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu. Ia dan petani lain merelekan umbi porang yang dicuri.
Baca Juga: Menggiurkan, Satu Hektare Porang di Madiun Bisa Hasilkan Ratusan Juta
2. Pada Mei-Oktober, hasil dari panen porang bisa mencapai Rp200 juta per hektare
Editor’s picks
Saat itu, kata dia, hasil panen porang memang sedang tinggi-tingginya. . Untuk sekali panen yang berlangsung di antara bulan Mei-Oktober jumlah omzet yang didapat bisa mencapai Rp200 juta per hektare lahan.
Hal itulah, kata Khoiri, yang menjadi alasan terjadinya pencurian umbi porang. "Padahal, waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan porang siap panen sekitar tiga tahun," kata dia.
Mereka mengaku sangat terpukul dengan pencurian tersebut. Sebab, tanaman yang satu ini butuh perhatian lebih. Selain memupuk, menyiangi, dan memberikan air yang cukup, tanaman yang juga dikenal dengan nama iles-iles ini juga harus ditanam di sela-sela tegakan pohon jati agar pertumbuhannya maksimal.
3. Tak cuma harus bekerja keras untuk merawatnya, proses administrasi saat masa tanam juga panjang
Selain menunggu waktu lama, yang membuat para petani porang kecewa dengan pencurian itu adalah proses administrasinya. Maklum, karena menanam di lahan Perum Perhutani, mereka harus menyetor 15 persen dari hasil panen setiap tahunnya kepada perusahaan plat merah tersebut.
Selain itu, kewajiban petani juga membayar pendapatan negara bukan pajak sebanyak enam persen. "Masing-masing petani diberi batas maksimal dua hektare lahan untuk ditanami porang," ujar Khoiri yang juga Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Sumber Tani Desa Kaligunting.
Baca Juga: Ganda, Sarjana Pendidikan Ekonomi Unesa yang Pilih Jadi Petani Porang
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.