"Kampus di Indonesia Harus Ramah pada Perempuan"

Say No pada kekerasan perempuan

Surabaya, IDN Times - Peringatan Hari HAM yang jatuh tepat pada Senin (10/12) sudah memasuki tahun ke-70. Akan tetapi, tidak ada perubahan yang signifikan dalam penanganan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, khususnya pada arena institusi pendidikan. 

Baca Juga: Ketahui Hakmu! 11 Hak Asasi Ini Pasti Belum Kamu Ketahui

1. Kampus jadi pelanggaran HAM

Kampus di Indonesia Harus Ramah pada PerempuanIDN Times/Indiana Malia

Ketua Bidang Pergerakan Sarinah dan Perlindungan Anak DPP GMNI, Dia Puspitasari mengatakan arena kampus yang harusnya menjadi arena untuk membentuk sikap moral force pengembangan nilai-nilai hukum dan HAM. Justru sebaliknya, menjadi arena pembentuk terjadinya kasus pelanggaran HAM. 

"Logika sederhananya, jika kita bicara soal perspektif HAM adalah Negara menjadi pelaku dalam kasus pelanggaran HAM sedangkan Warga Negara menjadi korban atas pelanggaran HAM yang terjadi," katanya dalam rilis yang diterima oleh IDN Times, Selasa (10/12).

2. BPS soal kekerasan pada perempuan

Kampus di Indonesia Harus Ramah pada PerempuanIDN Times/Indiana Malia

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik mengenai prevalensi kekerasan fisik dan atau seksual menurut latar belakang pendidikan, kekerasan fisik dan atau seksual cenderung lebih rentan dialami perempuan berpendidikan tinggi (SMA ke atas). Sekitar 4 dari 10 (39,4%) perempuan berpendidikan tinggi mengalami kekerasan fisik dan atau seksual selama hidupnya.

Sedangkan, pada perempuan berpendidikan rendah angka prevalensi kekerasan fisik dan atau seksual selama hidup lebih rendah yaitu 30,6% (3 dari 10). Demikian juga pada periode 12 bulan terakhir perempuan usia 15-64 tahun baik dengan latar belakang pendidikan tinggi mengalami kekerasan fisik dan atau kekerasan seksual dengan tingkat prevalensi yang lebih tinggi (10,5%), daripada perempuan usia 15-64 tahun dengan latar belakang pendidikan rendah (9,3%).

Dari data di atas, kata Dia, dapat dianalisis bahwa perempuan menjadi korban pelanggaran kasus HAM, sebab jika bicara dalam konteks pendidikan maka yang paling bertanggung jawab adalah institusi pendidikan.

"Dalam hal ini, tentu Kampus sebagai lembaga institusi pendidikan menjadi representasi dari kehadiran negara bertanggung jawab terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia di kampus," ujarnya.

3. Perlunya kampus ramah perempuan

Kampus di Indonesia Harus Ramah pada PerempuanIDN Times/Indiana Malia

Kampus Ramah Perempuan (KRP), menurut Dia, merupakan gagasan reflektif yang hadir untuk memberikan tawaran solusi atas persoalan HAM yang terjadi di Institusi Pendidikan Indonesia saat ini.

Pertama, bagaimana persoalan-persoalan ketidakramahan kampus berbasis HAM khususnya terhadap perempuan merupakan fakta yang tidak bisa kita pungkiri.

Kedua, faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran HAM di institusi pendidikan baik dari persepektif mahasiswa dan ataupun dosen serta masyarakat kampus.

Ketiga, terkait dampak yang akan terjadi bilamana pelanggaran HAM di Institusi Pendidikan tetap dibiarkan dan tidak ada payung hukum yang spesifik mengatur hal tersebut.

"Keempat, bagaimana landasan fundamental Nilai-nilai Pancasilai, Tri Dharma Perguruan Tinggi, serta hierarki peraturan kampus yang ramah gender harus segera dielaborasikan menjadi satu kesatuan yang utuh untuk meminimalisir pelanggaran HAM di institusi pendidikan," ujarnya.

Baca Juga: Kekerasan Perempuan Meningkat 71 Persen, Kasus Inses Terbanyak

Topik:

  • Edwin Fajerial

Berita Terkini Lainnya