Kisah Dokter Ahli Bisa Ular yang Dinyatakan Positif COVID-19
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kediri, IDN Times - Seorang dokter spesiaslis toksikologi ular berbisa, Dr Tri Maharani dinyatakan positif COVID-19 pada 11 Juni lalu. Dokter yang juga merupakan Kepala Departemen Instalasi Gawat Darurat RS Daha Husada Kota Kediri ini sempat menjalani karantina di RS Gambiran.
Setelah dinyatakan sembuh pada 23 Juni, Maharani memilih untuk menjalani karantina di kawasan air terjun Sedudo, Nganjuk. Masih belum sembuh pneumonia yang disebabkan oleh serangan virus corona, membuatnya memilih tempat tersebut sebagai lokasi karantina. Udara segar dipercaya mempercepat proses kesembuhannya.
1. Sempat menjadi relawan COVID-19 di Jakarta
Melalui sambungan telepon, perempuan 48 tahun ini bersedia berbagi pengalamannya saat virus corona menyerang tubuhnya. Sebelum kasus pertama corona di Indonesia, Maharani sudah melakukan sejumlah kegiatan sosial mulai dari membuat masker kain yang dibagikan secara gratis. Tak hanya itu, dia juga melakukan inovasi dengan menciptakan stetoskop panjang yang bisa digunakan untuk memeriksa pasien dari jarak jauh. Hal ini dilakukan untuk melindungi tenaga kesehatan dari kemungkinan tertularnya virus corona.
"Lalu saya juga menjadi relawan selama satu setengah bulan di RS Sulianti Saroso Jakarta, untuk menangani kasus pasien COVID-19," ceritanya kepada IDN Times, Jumat (26/6).
2. Berawal saat mengantarkan staf laundry berobat
Sekembalinya dari Jakarta, Maharani kembali bertugas di RS Daha Husada Kediri. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kusta milik Pemprov Jatim dan bukan merupakan rujukan COVID-19. Salah seorang staf bagian laundry di rumah sakit tersebut mengalami sakit batuk, sesak napas, mual dan demam. Karena rumah sakit tersebut tidak menyediakan rapid test dan swab, Maharani kemudian berinisiatif untuk memeriksakan staf tersebut ke RSUD Dr Iskak Tulungagung.
"Sebelumnya saya sudah berusaha untuk memeriksakan ke rumah sakit yang ada di Kediri, namun prosedurnya ribet," tuturnya.
3. Antar menggunakan mobil pribadi
Dengan menggunakan mobil pribadinya, Maharani ditemani dengan dua orang perawat rumah sakit mengantarkan pasien tersebut ke Tulungagung. Bersama dua orang pihak keluarga pasien, Maharani duduk di bagian tengah mobil dengan mengenakan APD lengkap. Sesampai di sana, pasien drop dan dilarikan ke UGD. Dari hasil pemeriksaan secara patologis klinis, pasien dinyatakan suspect COVID-19.
"Namun rapid test-nya nonreaktif. Pasien akhirnya dirawat di Tulungagung dan kami langsung pulang” katanya.
Editor’s picks
4. Kaget dinyatakan positif COVID-19
Keesokan harinya, Maharani bersama sejumlah rekan medisnya kembali lagi ke RSUD Dr Iskak Tulungagung untuk menajalani tes swab. Sebelumnya dia sudah menjalani rapid test dengan hasil nonreaktif. Namun karena tidak yakin dengan hasil tersebut, mereka kemudian meminta untuk dilakukan tes swab. Hasilnya keluar pada tanggal 11 Juni, dan Maharani dinyatakan postif COVID-19.
"Setelah hasilnya keluar kaget bukan main, tapi saya adalah dokter dan harus bisa menerimanya," imbuhnya.
5. Sempat karantina di rumah, putuskan pindah ke rumah sakit
Sempat menjalani karantina mandiri di rumah, akhirnya Maharani memilih RSUD Gambiran sebagai lokasi karantina. Selain karena di rumah banyak orang dan anak kecil, munculnya pneumonia akibat virus corona menjadi pertimbangan tersendiri. Terlebih muncul stigma negatif dari tetangga rumah yang membuatnya tidak nyaman. Jika sebelumnya berstatus asimtomatis, karena ada pneumonia, kini dia masuk kategori bergejala alias simtomatis.
Pada 13 Juni, saat mulai isolasi di RSUD Gambiran itulah, tubuhnya baru terasa sakit sekali. Maharani merasakan sekujur tubuh nyeri dan rasanya seperti orang dipukuli.
"Jadi ini virus memang ada dan terbukti, bukan hoaks atau konspirasi," tegasnya.
6. Proses penyembuhan pneumonia, karantina di lokasi sejuk
Selama menjalani karantina, Maharani mengkonsumsi obat antiviral seperti oseltamivir, antibiotik azitromisin, dan levofloksasin untuk meredakan pneumonianya. Kondisinya berangsur membaik dan sudah bisa tidur nyeyak serta makan dengan lahap. Setelah dua kali menjalani tes swab dengan hasil negatif, pada tanggal 23 Juni Maharani dinyatakan sembuh. Meskipun begitu untuk pneumonianya masih belum sembuh sepenuhnya.
"Untuk itu, saat ini saya memilih karantina di kawasan yang sejuk seperti di Sedudo Nganjuk," pungkasnya.
Baca Juga: 22 Dokter Residen FK Unair Terpapar COVID-19, Pemkot Gencarkan Tracing
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.