Wisata Pecinan Kya-Kya Surabaya yang Dirindukan 

Mulai dihidupkan kembali

Surabaya, IDN Times - Tahun Baru Imlek identik dengan pertunjukan barongsai hingga pernak-pernik lampion. Sebagai contohnya di Surakarta, di mana telah dipajang 5.000 lampion di Pasar Gede. Akan tetapi, perayaan Imlek seperti itu tidak terjadi di Kota Surabaya. Padahal, Surabaya memiliki salah satu tempat khas pecinan di kawasan Jalan Kembang Jepun.

Kawasan itu dikenal dengan sebutan Kya-Kya yang dalam dialek Tionghoa bisa diartikan jalan-jalan. Di pintu masuk Kya-Kya terdapat dua gapura berdekorasi naga dan bertuliskan "Kya-Kya". Tak hanya itu saja, di bagian kanan dan kiri gapura diletakkan dua patung singa.

Akan tetapi, saat masuk ke dalam kawasan Kya-Kya sama sekali tidak ada hiasan lampion atau pernak-pernik khas Tionghoa untuk menyambut Imlek.

Baca Juga: Kebakaran Vihara Satya Budhi saat Imlek, Kerugian Sejarah Bandung

1. Kya-Kya berjaya pada tahun 2003

Wisata Pecinan Kya-Kya Surabaya yang Dirindukan IDN Times/Ardiansyah Fajar

Kondisi Kya-Kya saat ini ternyata berbeda 180 derajat jika dibandingkan pada tahun 2003. Enam belas tahun lalu, Kya-Kya sempat menjadi wisata pecinan yang ramai seperti di Kota Semarang. Wisata pecinan itu, sangat ramai ketika malam hari. 

Salah seorang mantan penjual kuliner di Kya-Kya, Sukar Mudjiono, menceritakan jika Kya-Kya enam belas tahun lalu ramai pedagang yang menjajakan makanan khas Tionghoa. Saking banyaknya penjual makanan, Kya-Kya tak pernah sepi pengunjung.

"Ya dulu ramai sekali, saya kan jualan makanan di sana," ujarnya saat ditemui, Selasa (5/2).

2. 16 tahun lalu Kya-kya seperti pasar malam

Wisata Pecinan Kya-Kya Surabaya yang Dirindukan IDN Times/Ardiansyah Fajar

Sukar menuturkan jika Kya-Kya senam belas tahun lalu seperti pasar malam. Ada sekitar 200 pedagang dan 500 meja makan yang ditata rapi sepanjang Kya-Kya. Wisata kuliner malam itu akan mulai ramai pukul 18.00 WIB dan baru berakhir saat tengah malam.

Para pengunjungnya tidak akan jenuh saat berburu makanan di sini. Sebab, dimanjakan dengan berbagai macam pertunjukan seperti tari-tarian dan musik khas Tionghoa.

"Ya pokoknya ramai banget, nutup jalan di sana. Isinya orang jual makanan, ada hiburannya juga. Sudah khas orang Tionghoa di Kya-Kya. Kayak di Semarang itu," terang Sukar.

3. Keadaan Kya-Kya sepi di malam hari

Wisata Pecinan Kya-Kya Surabaya yang Dirindukan 

Kondisi Kya-Kya yang ramai pada tahun 2003, perlahan menjadi sepi sejak beberapa tahun belakangan ini. Saat perayaan Imlek setiap tahunnya juga tidak membuat Kya-Kya ramai. Sukar mengatakan jika dia sangat merindukan Kya-Kya yang ramai pengunjung. 

"Sekarang keadaannya ya kita sama-sama tahu, sepi. Saya gak tahu kenapa kok tiba-tiba tutup, gak tahu juga apakah bisa kayak dulu lagi," kata Sukar.

4. DPRD dan Pemkot Surabaya memulai dengan cara revitalisasi

Wisata Pecinan Kya-Kya Surabaya yang Dirindukan IDN Times/Ardiansyah Fajar

Kondisi Kya-Kya yang sepi dikomentari oleh Anggota Komisi C DPRD Surabaya, Vincensius Awey. Menurutnya, wisata pecinan di Jalan Kembang Jepun bisa dibuat ramai seperti pada tahun 2003. Untuk mewujudkannya, dia mendorong Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya untuk merevitalisasi terlebih dahulu kawasan kota tua itu.

"Mulai Jalan Karet, Jalan Panggung sampai Jalan Kembang Jepun," katanya saat dihubungi IDN Times Jatim.

Jika revitalisasi kawasan kota tua Surabaya telah selesai, maka bisa diadakan acara tahunan perayaan Tahun Baru Imlek di kawasan Kya-Kya. Acara perayaan itu menurutnya bisa digabung dengan pagelaran budaya dengan cara akulturasi. 

"Bisa dikawinkan, ada pertunjukan barongsai, reog, remo dan lain sebagainya di Kembang Jepun. Jadi acara tahunan, bisa meningkatkan wisatawan," terangnya.

Jika pagelaran budaya sudah bisa terlaksana setiap tahunnya di Kya-Kya, maka bisa dibentuk kembali wisata pecinan yang dibuka pada malam hari. Wisata pecinan ini nantinya akan bisa meningkatkan perekonomian masyarakat yang berjualan di Kya-Kya, sehingga Surabaya mempunyai kawasan Chinatown. 

"Yang paling penting, semua akan tahu pluralisme di Surabaya akan terasa. Kalau di sini ada Tionghoa, Melayu, Jawa sampai Arab. Seperti yang diajarkan Gus Dur itu, pluralisme dan keberagaman harus dirawat," lanjut Awey.

5. Pemkot akan hidupkan kembali wisata pecinan Kya-Kya dan kota lama

Wisata Pecinan Kya-Kya Surabaya yang Dirindukan IDN Times/Ardiansyah Fajar

Kepala Disbudpar Kota Surabaya, Antiek Sugiharti, mengatakan bahwa Pemkot Surabaya mempunyai proyeksi untuk menghidupkan kembali kawasan Kembang Jepun. Tak hanya wisata pecinan, rencananya juga ada wisata kota lama di kawasan Kembang Jepun hingga wilayah kota tua jalan Karet.

"Iya seperti itu," ujarnya

Sedangkan Kabid Promosi Wisata Disbudpar Kota Surabaya, Dayu Kade Asritami, mengatakan saat ini, Pemkot Surabaya mengecat bangunan dan memperbaiki pedestrian maupun saluran air di sekitar Kya-Kya.

"Rencana di-launching pada HUT Surabaya. Bulan Mei," kata Dayu.

Baca Juga: Potret Malam Teduh Imlek di Klenteng Xian Ma Makassar

Topik:

  • Edwin Fajerial

Berita Terkini Lainnya