Virus Corona di Jatim Mirip dengan Strain Tiongkok dan Eropa
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Surabaya, IDN Times - Virus corona yang menginfeksi sebagian pasien COVID-19 di Jawa Timur (Jatim) disebut memiliki strain atau varian genetik yang berbeda-beda. Hal itu diketahui setelah Institute of Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga (Unair) mengambil sampel virus yang telah diisolasi dari pasien.
1. Dari enam sampel virus, empat mirip strain di Tiongkok, dua mirip Eropa
Total ada enam sampel yang diambil oleh ITD Unair. Dari enam yang diteliti, empat sampel dinyatakan memiliki strain mirip dengan virus corona yang ada di Tiongkok. Sedangkan dua sampel lainnya berkriteria mirip dengan strain virus corona di kawasan Eropa.
"Ada enam sampel, yang empat mirip strain China, dua mirip dengan strain Eropa," papar Ketua Tim Pakar COVID-19 Prof Wiku Bakti Adisasmito saat di acara diskusi Zoom meeting Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 bersama pemimpin redaksi sejumlah media, Minggu (31/5).
2. Belum pastikan tingkat keganasan virus, meski strain sudah diketahui
Meski begitu, lanjut Wiku, para peneliti dan pakar belum menyebut bahwa strain virus corona yang ada di Jatim berbahaya atau mematikan. Sebab, masih dibutuhkan penelitian lebih dalam lagi melalui rekamedik pasien yang terinfeksi.
"Sebenarnya dari situ (penelitian ITD Unair) belum bisa dikatakan bahwa virus tersebut menjadi lebih ganas," ucap Wiku.
"Karena sistem di Indonesia dalam pelaporan data itu rumah sakit memang mempunyai rekamedik, dicatat seluruh gejalanya. Tetapi data rumah sakit online itu tidak nyambung dengan data di lab, kalau lab rumah sampel cuma mengatakan positif dan negatif," dia menambahkan.
Baca Juga: ITD Unair Kehabisan Reagen, RSUA Setop Tes Swab COVID-19
3. Data sampel penanganan COVID-19 di Indonesia belum tercatat secara rapi
Wiku menyebutkan, sejauh ini data sampel penanganan COVID-19 di Indonesia belum tertib. Sebab, beberapa belum masuk ke dalam sistem data Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Dia mencontohkan mengenai waktu sampel diterima oleh lab, sampel diperiksa, hasil sampel keluar, hingga hasil tersebut didistribusikan ke rumah sakit rujukan. Seluruh proses pencatatan data tersebut masih belum tertata secara rapi.
"Data realibilty catatannya manual, harus dicek satu-satu, (memang) harus manual. Tidak semuanya dalam organisasi dalam Kemenkes," katanya.
Maka dari itu, pihaknya belum bisa menentukan tingkat keganasan temuan strain virus yang ada sekarang ini. "Kalau bicara strain ganas atau tidak makin sulit kita analisis, jadi harus satu-satu. Belum bisa disimpulkan bahwa kalau strain dari China atau Eropa serta-merta lebih ganas dan akan mati, tidak bisa seperti itu," dia menegaskan.
Baca Juga: Pro dan Kontra Penerapan New Normal di Unair, Ngampus Tak Lagi Sama