Tradisi Megengan Jelang Ramadan, Boleh Gak Sih?

Yuk, baca pandangan dari NU soal megengan

Surabaya, IDN Times - Mayoritas warga Jawa Timur (Jatim) punya tradisi jelang Bulan Ramadan. Ada yang menyebutnya megengan. Ada pula yang menyebut nyadran. Tradisi ini merupakan bentuk syukur dan suka cita menyambut datangan bulan suci ramadan. Ketua PCNU Surabaya, Ahmad Muhibbin Zuhri memberi pandannya tentang tradisi ini.

1. Harus tetap berdasar syariat Islam

Tradisi Megengan Jelang Ramadan, Boleh Gak Sih?megengan (instagram.com/doel_rchmn)

Muhibbin mengatakan, megengan sudah menjadi bagian dari warga Indonesia khususnya Jawa yang beragama Islam sebelum Bulan Ramadan. Dia menyebut kalau tradisi ini sah-sah saja dilakukan oleh umat Islam. Tapi dengan catatan.

"Selama tidak melanggar syariat agama Islam itu sah-sah saja dilakukan. Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan untuk menyambut bulan suci ramadan dengan suka cita ini baik," ujarnya, Selasa (21/3/2023).

Baca Juga: Unik! Ini 10 Tradisi Masyarakat Jawa Timur Sambut Ramadan

2. Tidak buang makanan hingga minum-minuman keras

Tradisi Megengan Jelang Ramadan, Boleh Gak Sih?ilustrasi tradisi megengan menjelang bulan Ramadan (kfmpekalongan.id)

Nah, agar megengan tetap berada dalam syariat Islam, ada unsur-unsur yang harus dipenuhi. Selama tradisi itu tidak melanggar syariat Islam itu sah dilakukan. Seperti berkumpul membawa makanan dan memakan bersama dengan umat muslim atau masyarakat sekitar menjadi salah satu cara yang baik atau positif.

"Tapi ada cara yang salah saperti membuang makan atau mubazir itu merupakan cara yang melanggar syariat agama Islam. Selain itu, dalam cara melakukan tradisi dengan meminum minuman keras menjadi salah satu cara yang pasti salah dilakukan," tegas dia.

3. Doa ditujukan hanya kepada Allah SWT

Tradisi Megengan Jelang Ramadan, Boleh Gak Sih?Ilustrasi berdoa (IDN Times/Sukma Shakti)

Kemudian unsur nilai, Muhibbin mengingatkan, nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut apa melanggar syariat agama islam atau tidak. Selama dalam tradisi itu berdoanya meminta kepada Allah dengan menggunakan doa sesuai syariat agama Islam itu baik dilakukan.

"Beda lagi kalau doanya selain Allah, dan tidak melanggar akidah islam kita. Makanya dulu para wali tetap menggunakan tradisi Jawa dalam penyebaran agama Islam namun doanya diubah meminta kepada Allah," kata dia.

"Nama saja tidak ada masalah dan dalam megengan semua orang saling maaf-maafan jadi itu kan positif dilakukan jadi tidak ada masalah sama sekali," pungkasnya.

Baca Juga: Sambut Ramadan, 'Megengan' Jadi Ruang Musyawarah Warga Jember

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya