Menelisik Legenda Mbah Bungkul dan Desa Islam di Surabaya

Wis tau nang makame durung?

Surabaya, IDN Times - Ki Ageng Mahmuddin atau yang lebih dikenal Mbah Bungkul menjadi salah satu tokoh penting dalam sejarah penyebaran Islam di Surabaya. Makamnya yang berada di kawasan Taman Bungkul kerap dikunjungi para peziarah. Namun, selama ini kisah Mbah Bungkul hanya berdasarkan cerita mulut ke mulut saja.

Sejarawan Universitas Airlangga (Unair), Adrian Perkasa mulai menelisik bukti-bukti autentik soal Mbah Bungkul. Tujuannya, kisah Mbah Bungkul tak hanya sekadar jadi legenda, melainkan sebagai sejarah yang riil. Adrian pun menemukan bukti berdasar prasasti.

1. Prasasti Trowulan meriwayatkan desa yang diberi keistimewaan

Menelisik Legenda Mbah Bungkul dan Desa Islam di SurabayaSejarawan Unair, Adrian Perkasa. Dok. Humas Unair.

Prasasti yang dimaksud Adrian ialah Prasasti Trowulan (1385) atau Canggu yang dikeluarkan Raja Hayam Wuruk. Prasasti itu menyebut ada beberapa desa yang mendapat keistimewaan bebas pajak, mendapat akses ke kerajaan, serta bebas melaksanakan ibadah. “Desa-desa itu terletak di daerah aliran sungai besar Jawa Timur, seperti Brantas dan Bengawan Solo,” ujarnya, Kamis (21/4/2022).

Desa-desa tersebut melaksanakan ibadah lima waktu, mengindikasikan bahwa Islam sudah ada di daerah Bungkul sejak masa kejayaan Majapahit pada kekuasaan Hayam Wuruk. “Ki Ageng Bungkul sebagai penguasa punya peran istimewa sehingga bisa mendapatkan privilege pada masa kejayaan Majapahit,” ucap Adrian menambahkan.

2. Desa itu kawasan Bungkul yang menjadi kawasan Islam di masa Majapahit

Menelisik Legenda Mbah Bungkul dan Desa Islam di SurabayaKawasan Makam Mbah Bungkul. Dok. Humas Unair

Pada masa itu, sambung Adrian, letak geografis Bungkul yang strategis dan dekat dengan aliran sungai memicu berbagai keuntungan. Dari sisi ekonomi, sebelum dibangunnya jalur darat oleh Daendels, sungai merupakan kawasan strategis ekonomi karena menjadi jalur utama aktivitas perdagangan.

“Secara religi, daerah Bungkul sangat strategis dalam persebaran ajaran Islam, hal itu bisa dilihat dari keberadaan legenda yang menyebutnya sebagai mertua Sunan Giri, serta adanya makam Adipati dan Demang dalam kompleks makam Mbah Bungkul tersebut,” jelasnya.

Baca Juga: Bekunjung ke Makam Maulana Malik Ibrahim, Bapaknya Wali Songo

3. Mbah Bungkul juga dikisahkan sebagai mertua Sunan Giri

Menelisik Legenda Mbah Bungkul dan Desa Islam di SurabayaMakam Sunan Giri di Gresik. Disparbud.gresikkab.go.id

Menurut kisah yang ada, Mbah Bungkul sempat mengadakan sebuah sayembara untuk mencari menantu dengan melarung buah delima. ”Saat sayembara, akhirnya larung delima itu didapatkan oleh Raden Paku atau Sunan Giri, yang merupakan tokoh Wali Songo paling terkenal,” jelas Adrian.

Legenda lain juga menyebutkan bahwa Mbah Bungkul berkaitan dengan tokoh Empu Supo yang dalam tradisi legenda dikenal sebagai pembuat pusaka. "Jika melihat para komunitas Empu pembuat keris dan pusaka yang masih ada saat ini, mereka banyak mengisbatkan ajarannya berasal dari Empu Supo," terang Adrian.

Namun hampir seluruh daerah pesisir utara Jawa Timur menyebutkan adanya makam Empu Supo di daerahnya, seperti Lamongan dan Tuban. Sehingga belum jelas kebenaran terkait Mbah Bungkul dan Empu Supo sebagai orang yang sama.

Baca Juga: 9 Wisata Religi Wali Songo di Pulau Jawa, Menentramkan Hati!

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya