Kematian Ibu-Anak Jatim Tinggi, Banyak di Kota Besar

Padahal fasilitasnya lebih lengkap

Surabaya, IDN Times - Kematian ibu dan anak di Jawa Timur (Jatim) terbilang masih tinggi. Tiap tahunnya ada 500-1.000 kasus kematian ibu dan anak. Uniknya, kasus kematian paling banyak justru terjadi di kota-kota besar seperti Surabaya yang mempunyai fasilitas kesehatan lebih lengkap.

Ketua IDI Jatim, dr. Sutrisno membeberkan kalau angka kematian ibu dan anak mencapai 1.297 pada tahun 2021. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sutrisno menyebut, pada kurun 2019-2020 ada sekitar 550 -560 kasus. Dia menduga lonjakan disebabkan mengganasnya pandemik COVID-19.

"Begitu ada COVID-19 melonjak tinggi. Tahun ini rasanya yang masuk 500-an kasus per tahun. Artinya, abosolut kasusnya tinggi. Karena 500 lebih setiap tahun ibu hamil meninggal," ujarnya kepada IDN Times, Jumat (2/12/2022).

Sutrisno melihat kalau kasus kematian ibu dan anak ini kompleks. Pasalnya, Jatim punya 404 rumah sakit, spesialis kebidanannya hampir 700 dokter dan bidannnya mencapai ribuan orang. "Tapi tetap angka kematian ibu tinggi, ini tantangan yang berat dan kompleks," kata dia.

Anehnya, sambung Sutrisno, kasus kematian ibu dan anak tertinggi ada di kota-kota besar. "Nomor satu Jember, Surabaya, Malang. Kemudian ada Bojonegoro dan Blitar. Ini paradoks, kota-kota besar yang dokternya banyak, rumah sakitnya banyak, aksesnya mudah malah kematiannya tinggi," kata dia.

"Namun saya lihat, memang banyak rujukan dari daerah lain," dia menambahkan.

Mengenai penyebabnya, Sutrisno bilang, paling banyak ialah tekanan darah tinggi atau hipertensi. "Ini nomor satu, 40 persen lebih kematiannya ada di situ," ucapnya. Kedua dikarenakan pendarahan. Kemudian ada penyebab baru, yaitu kelainan jantung, auto-imun dan plasenta akreta.

"Plasenta akreta ini plasenta yang menempel erat pada daerah sekitar panggul, ke mana-mana. Nah itu menjadi penyebab. Sangat sukar kalau kita mengoperasikan. Angka kegagalannya tinggi. Ini pendatang baru yang buat kematian meningkat," jelasnya.

Sutrisno menyampaikan, plasenta akreta seiring dengan tingginya operasi seksio atau sesar. "Semakin tinggi seksio, semakin tinggi plasenta akreta terjadi. Ibu yang sesar tiga kali kemungkinan lebih tinggi alami plasenta akreta. Usianya 35 tahun," ucap dia.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, Nanik Sukristina tak mau menyebut rinci angka kematian ibu dan anak di Surabaya. Alasannya, masih dihitung. Dia menyebut, pasien yang meninggal tidak semuanya warga Surabaya.

"Angka kematian ibu saat masih dalam penghitungan, karena tidak semua data dari rumah sakit merupakan penduduk Surabaya dan berdomisili di Kota Surabaya," tegas dia.

Kendati begitu, Nanik memastikan kalau Dinkes telah melakukan sejumlah upaya untuk menangani kasus kematian ibu dan anak, seperti membentuk Satgas Penakib, pendampingan ibu hamil oleh TP PKK, hingga USG terbatas bagi dokter umum untuk deteksi dini tanda bahaya pada ibu hamil.

"Pengkajian Kasus Kematian dan Audit Maternal Perinatal (AMP) bersama Satgas Penakib Kota Surabaya, AMP Sosial tingkat kecamatan, pelayanan Antenatal Care Terpadu, pembinaan FKTP oleh FKTL, pendampingan 1.000 hari pertama kehidupan, pelayanan swab ibu hamil dan vaksinasi COVID -19 Ibu hamil," pungkas Nanik.

Baca Juga: Angka Stunting, Kematian Ibu dan Anak di Jember Tertinggi di Jatim

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya