Kalisosok, Penjara Para Pemimpin Bangsa di Utara Surabaya

Sukarno hingga WR Soepratman pernah menjadi penghuninya

Surabaya, IDN Times - Tembok tebal berwarna putih mengelilingi lahan seluas 3,5 hektare di Jalan Kasuari, Krembangan, Kota Surabaya. Sebagian besar temboknya sudah kusam, catnya mengelupas dan dihiasi akar pohon beringin yang menjuntai di sana-sini. Tiap-tiap sudut tembok terpampang gardu berkarat seakan menjadi mata yang siaga mengawasi.

Siapa sangka, di balik tembok yang berdiri kokoh itu pernah menjadi "sekolah" para pendiri bangsa Republik Indonesia. Sukarno, Wage Rudolf (WR) Supratman, Kiai Haji (KH) Mas Mansur dan Doel Arnowo tercatat pernah ditahan di sini. Bangunan terbengkalai itu bekas Penjara Kalisosok.

Catatan sejarah mengantarkanku menyusuri tiap jengkal bekas Penjara Kalisosok pada Sabtu (15/8/2020). Jalanan tampak lengang ketika aku ke sini. Terlihat tukang becak yang sedang bersantai di atas kendaraan roda tiganya sembari mengisap rokok kretek.

"Mas becak, sepi ini mas ayo," ucap dia saat aku melintas di sampingnya. Aku hanya menggelengkan kepala, pertanda menolak tawaran itu. Kemudian melanjutkan untuk mencari pintu utama bekas penjara terbesar yang dibangun sejak tahun 1808 itu.

1. Cagar budaya yang dipakai usaha

Kalisosok, Penjara Para Pemimpin Bangsa di Utara SurabayaPintu utama Penjara Kalisosok Surabaya. IDN Times/Ardiansyah Fajar

Pintu utama penjara rupanya terletak di sisi timur bangunan. Fasadnya hampir sama dengan tembok-tembok lain di sekitar kawasan. Kusam dan tak terawat. Sekilas tidak ada spesial di pintu utama. Dari kejauhan terlihat coretan "No.7" berwarna biru menandakan bangunan itu berdiri di urutan ketujuh dari bangunan lainnya.

Tapi jika dilihat lebih dekat, ternyata ada plakat berwarna kuning emas bertuliskan "Bangunan Cagar Budaya". Tetenger itu dikeluarkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sejak 2009 lalu. Tak jauh dari situ, tepat di samping kirinya ternyata ada pintu terbuka. Aku mencoba masuk ke sana. Ternyata bagian lain bekas penjara dimanfaatkan untuk jasa ekspedisi tol laut.

Sayangnya, dua perempuan penjaga jasa ekspedisi menolak memberikan keterangan apapun. Salah seorang juga melarang mengambil gambar ke dalam bangunan tua tanpa seizin pemilik usaha. "Kalau tidak ada keperluan lain pergi sana," dia menegaskan.

2. Terdapat kos-kosan berkedok konter pulsa

Kalisosok, Penjara Para Pemimpin Bangsa di Utara SurabayaKos-kosan berkedok konter pulsa di salah satu bagian Penjara Kalisosok, Surabaya. IDN Times/Ardiansyah Fajar

Tak jauh dari pintu utama ada rumor bahwa di balik tembok pesakitan masa lampau itu dipakai untuk kos-kosan sebagian orang. Ternyata rumor itu fakta. Tak banyak yang tahu tentang bilik rahasia itu. Tak banyak juga yang menyangka kalau bekas sel penjara dijadikan rumah sementara. 

"Kalau kos-kosan ya itu," ujar pedagang kaki lima sekitar bekas PenjarabKalisosok, Sumani (40) sambil menunjuk konter pulsa.

Jika tak biasa pasti tidak percaya dengan petunjuk dari Sumani. Karena memang tidak ada tanda-tanda rumah kos di sini. Hanya ada tulisan "Tretan" di atas pintu berwarna biru. Ditambah lagi banner "Tretan Cell" menutupi petunjuk "Wisma" . Padahal konter pulsa terletak di samping kanan bisnis kos tersembunyi ini. Sedangkan sebelah kirinya servis handphone (HP).

"Kalau gak percaya tanya aja ke Pak To, itu yang jaga. Itu yang pakai topi," Sumani menambahkan petunjuknya.

Segeralah aku menemui Pak To, nama aslinya Yanto. Dia mengakui kalau ada kos-kosan di balik pintu berwarna biru. Tak banyak yang ngekos saat ini, yang jelas kosnya itu khusus untuk perempuan saja. "Ini khusus perempuan, fasilitasnya seadanya," katanya. Harga tiap kepala sekitar Rp150 ribu. Penghuninya mayoritas pekerja Jembatan Merah Plasa (JMP).

Yanto tak mau membeberkan lebih rinci jumlah penghuni dan berapa bilik yang disediakannya. Dia bersikukuh kalau bisnis kos di bekas penjara tak menyalahi aturan. Karena pihaknya sudah membayar ke pemilik bangunan. "Ini kan swasta, gak bisa itu pemerintah ikut-ikut, mau masuk aja gak bisa" dia menegaskan.

3. Isi Penjara Kalisosok sekarang bak hutan

Kalisosok, Penjara Para Pemimpin Bangsa di Utara SurabayaSumani (40), pedagang di kawasan Penjara Kalisosok Surabaya. IDN Times/Ardiansyah Fajar

Di sisi lain, Sumani mengenang betul kehidupan di balik penjara Kalisosok. Jelas saja, dia sudah bejualan makanan dan minuman sejak usia anak-anak. Debutnya dimulai ketika kedua orangtuanya di Bangkalan, Madura meninggal dunia. Dia pun ikut tetangganya yang sudah dianggap ibunya sendiri. "Dulu diajak Umi ke Surabaya buat ikut jualan di sini," katanya.

Beberapa kali Sumani mengantarkan nasi sate dan es teh ke sipir Penjara Kalisosok. Ketika itu juga, dia mengetahui kehidupan di balik tembok kokoh setinggi 12 meter itu. "Banyak sekali tahanannya," ucapnya. Hingga menikah dan mempunyai anak, Sumani masih mengantarkan pesanan para sipir. "Tapi tahun 1999 itu tutup," kata dia.

Sumani cukup kaget dengan tutupnya Penjara Kalisosok. Kemudian para penghuninya sebagian dipindahkan ke Rumah Tahanan Klas 1 Surabaya di Medaeng Sidoarjo dan Lapas Klas 1 Surabaya di Porong Sidoarjo. "Semuanya pindah. Sampai sekarang sepi. Dalamnya (Penjara Kalisosok) sekarang alas (hutan)," dia mengungkapkan.

4. Kalisosok punya sumur yang dianggap ajaib

Kalisosok, Penjara Para Pemimpin Bangsa di Utara SurabayaDari kiri: M. Sholeh dan Taufik Monyong saat mendaftar ke KPU Surabaya, Minggu (23/2). IDN Times/Ardiansyah Fajar

Kenangan kehidupan Penjara Kalisosok juga dimiliki pengacara, M. Sholeh. Pria yang baru-baru ini mendaftarkan diri menjadi bakal calon wali kota Surabaya jalur independen itu pernah dua tahun menjadi penghuni di sini. Dia menjadi tahanan politik lantaran lantang menyuarakan demokrasi di penghujung kekuasaan orde baru (orba).

Sholeh pun divonis pidana empat tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tahun 1996. Dia dijebloskan ke Penjara Kalisosok pada 1997 bersama rekan satu organisasinya di Partai Rakyat Demokratik (PRD), Coen Husain Pontoh. "Saya punya kenangan di situ, dipenjara lebih dari satu tahun," kata dia.

Ketika di dalam penjara, Sholeh mengaku ditempatkan di Blok E. Blok itu merupakan pengasingan. Satu kamar diisi satu orang dengan luas 2x4 meter. Meski sendirian, di bloknya itu Sholeh bersama narapidana kasus pembunuhan dan penjahat kakap. Yakni Sugik dan Aris. Mereka semua adalah terpidana mati. "Semuanya di dalam penjara baik," ucapnya.

Hal yang paling diingatnya yaitu saat mandi. Terdapat sumur ajaib di dalam penjara. Sumur itu diyakini oleh semua penghuni bisa menyembuhkan penyakit. "Sugesti kalau habis bertengkar memar dan dipukuli petugas, mandi di situ cepat sembuh. Kita mandinya di situ. Airnya bagus, tidak asin," ungkap Sholeh.

5. Tembok Kalisosok tidak bisa dipaku

Kalisosok, Penjara Para Pemimpin Bangsa di Utara SurabayaM. Sholeh dan Taufik Monyong saat mendaftar ke KPU Surabaya, Minggu (23/2). IDN Times/Ardiansyah Fajar

Uniknya lagi, lanjut Sholeh, tembok penjara tidak bisa dipaku. Dia menaksir temboknya setebal 15-20 centimeter dengan kualitas bangunan Belanda. "Tidak pakai batu bata. Kayak dicor semua (full semen). Saking kuatnya tidak bisa dipaku. Kalau naruh gastok baju, waktu itu saya pakai lem," beber dia.

Sedangkan mengenai rumor penjara bawah tanah di Kalisosok, Sholeh menepisnya. Selama satu tahun dia mengaku mencari kebenaran itu, tapi tidak menemukannya. Dia menilai kehidupan di Kalisosok masih manusiawi, lahannya luas. Terdapat juga lapangan badminton hingga tempat pengembangan keterampilan narapidana. "Ada tempat kerja juga. Waktu itu kerajinan rotan," katanya.

Perjalanan Sholeh di Kalisosok memang tidak lama, sebab dia mendapatkan amnesti dari Presiden BJ Habibie pada tahun 1998. "Saya itu dituntut 5 tahun, divonis 4 tahun, menjalani 2 tahun 11 hari. Kepotong penahanan di kantor polisi dan Rutan Medaeng," terangnya. Sekitar tahun 1999, Sholeh mendapat informasi kalau Kalisosok tidak difungsikan lagi.

Penutupan Penjara Kalisosok tidak disayangkan oleh Sholeh. Hanya saja dia menyesalkan bangunan sarat sejarah itu tidak dirawat pemerintah. Harusnya, bangunan itu bisa dijadikan museum. Sehingga para pelajar dan wisatawan bisa belajar mengenai sejarah Kota Pahlawan secara utuh.

"Sekarang malah milik swasta. Itu semestinya tidak boleh. Kalau saya jadi wali kota saya beli. Untuk menjadikan kota sejarah, ada baiknya Kalisosok jadikan museum sejarah," tegas Sholeh.

Baca Juga: Gedung Setan Surabaya, Miniatur Indonesia yang Tersembunyi

6. Kalisosok sarat akan sejarah penjajahan hingga orba

Kalisosok, Penjara Para Pemimpin Bangsa di Utara SurabayaKondisi sekitar penjara Kalisosok, Surabaya. IDN Times/Ardiansyah Fajar

Direktur Sjarikat Poesaka Soerabaia atau Surabaya Heritage Society, Freddy Istanto membeberkan sejarah yang terukir di bekas Penjara Kalisosok. Bangunan yang kini mangkrak itu didirikan sejak zaman Gubernur Jenderal Willem Herman Dandels. Pembangunannya dimulai pada 1808 dengan biaya 8.000 gulden.

Pembangunannya memakan waktu sembilan bulan yang dipercayakan kepada kontraktor Belanda, N.V. De Hollandsche Beton Maatschappij. Pembangunan penjara ini bisa cepat karena memodifikasi bangunan loji VOC yang cukup luas. Jadi, penjara tersebut awalnya gedung besar milik VOC yang "disulap" Daendels menjadi penjara.

Pemerintah Hindia Belanda menggunakan penjara untuk orang-orang pribumi yang melakukan tindak kriminal maupun yang melakukan perlawanan. "Daendels itu sarjana hukum. Justru beliau yang menerapkan sendi-sendi hukum secara betul di Penjara Kalisosok. Lokasi Kalisosok ini di Eropa kecil," jelas Freddy.

Pada masa kolonial, sisi barat Kalimas disebut Eropa kecil. Sisi timur kawasan untuk orang Asia, dibagi dua yaitu pecinan sisi selatan dan Melayu sama Arab di Utara. Hanya dibelah oleh Jalan Kembang Jepun. "Untuk melengkapi sebuah kota, maka didirikan fasilitas penjara itu," kata Freddy.

Berdasarkan pencarian literatur yang dilakukan Freddy, banyak pahlawan yang sempat mencicipi dinginnya jeruji besi Penjara Kalisosok. Dia menyebut ada Sukarno, WR Supratman, KH Mas Mansur hingga Doel Arnowo. "Ada juga penjahat kriminal yang terkenal licin, Kusni Kadut," ungkap dia.

Pada masa pendudukan Jepang, dalam bukunya Soerabaia Tempo Doeloe: Buku 2, penjara ini diambil alih dan digunakan menjadi kamp interniran. Orang Belanda bersama keluarganya banyak yang dijebloskan ke penjara ini, termasuk juga orang asing yang tinggal di Surabaya pada waktu itu. Pada 26 Oktober 1945 terjadi peristiwa yang dikenal dengan insiden Kapten Huiyer. Peristiwa itu tertulis dalam plakat berwarna kuning emas di pintu utama Penjara Kalisosok.

Peristiwa itu bermula kedatangan Kapten Huiyer untuk melihat keadaan Surabaya pasca menyerahnya pasukan Jepang. Pada 7 Oktober 1945, situasi sudah tak memungkinnya bertahan di Surabaya. Huiyer tetap diseret ke Penjara Kalisosok pada 16 Oktober 1945. Pada 26 Oktober 1945 pasukan khusus Inggris di bawah pimpinan Kapten Shaw menyerbu penjara membebaskan Huiyer, menjebol dinding tembok bagian belakang gedung penjara.

Pada masa Orba berkuasa, Penjara Kalisosok masih memainkan peran sebagai bui terhadap tahanan politik Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ormas-ormasnya. Banyak di antara mereka, sebelum diasingkan ke Pulau Buru atau Nusakambangan harus mendekam dan mendapatkan penyiksaan di penjara Kalisosok. Seiring perjalanan, mengalami perubahan nama menjadi Lapas Kelas I Surabaya.

7. Seharusnya bisa jadi museum untuk bangkitkan nasionalisma

Kalisosok, Penjara Para Pemimpin Bangsa di Utara SurabayaSalah satu gardu pos pantau Penjara Kalisosok, Surabaya. IDN Times/Ardiansyah Fajar

Sayang seribu sayang, Penjara Kalisosok justru tidak dikelola oleh pemerintah. Sebenarnya, Freddy dan komunitas pencinta cagar budaya pernah memperjuangkan agar dirawat dan dijadikan museum kecil-kecilan di sebidang hektar saja. "Tapi ada yang ngomel, ngapain itu tempat pemuda kita dipenjara kok dilestarikan," katanya terheran-heran.

Dia mencontohkan di negara tetangga, Vietnam. Mereka menjadikan sebuah penjara tahanan politik di pulau Phu Quoc sebagai museum. Penjara itu menjadi saksi Vietnam memukul mundur Amerika Serikat. "Di penjara itu dibangkitkan nasionalisme. Kami ingin Kalisosok jadi bagian character building, jadi pembangunan karakter kebangsaan," tegas Freddy.

"Di situ ada pahlawan-pahlawan. Pejuang kemerdekaan beberapa kali dipenjara di situ," dia melanjutkan.

Meski Penjara Kalisosok disebutnya sudah dipindahtangankan ke swasta, menurut Freddy, Pemkot Surabaya masih punya tanggung jawab melindungi bangunan cagar budaya. "Karena menelantarkan bangunan cagar budaya termasuk melanggar hukum. Ada sebuah sikap (pemahaman) kalau merusak kena pasal hukum. Kalau sengaja membiarkan agar rusak (tidak kena)," katanya. Harusnya pemerintah mampu mengatasi polemik ini. Sehingga bangunan yang memiliki sejarah panjang ini tidak mangkrak.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya membenarkan bahwa bangunan itu merupakan cagar budaya. "Tapi itu masih milik pribadi," ujarnya melalui pesan singkat.

Memperingati HUT ke-75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan kampanye #MenjagaIndonesia. Kampanye ini didasarkan atas pengalamanan unik dan bersejarah bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi pandemik COVID-19, di mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan virus berbahaya. Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.

Baca Juga: Asrama Inggrisan, Penghubung Banyuwangi-Australia yang Tak Terawat

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya