Dokter, Perawat, Bidan di Jatim Tolak Omnibuslaw Kesehatan!

Baca nih alasannya!

Surabaya, IDN Times - Koalisi organisasi profesi bidang kesehatan di Jawa Timur (Jatim) menolak keras Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibuslaw Kesehatan. Sejumlah alasan yang menjadi dasar penolakkan pun dibeberkan oleh koalisi yang terdiri dari dokter, perawat, apoteker, bidan dan profesi kesehatan lainnya.

1. IDI: draft resmi masih dirahasiakan, tolak jika UU sekarang diringkas ke Omnibuslaw

Dokter, Perawat, Bidan di Jatim Tolak Omnibuslaw Kesehatan!Koalisi profesi bidang kesehatan di Jatim menyatakan sikap resmi menolak RUU Omnibuslaw Kesehatan. IDN Times/Ardiansyah Fajar.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim, dr. Sutrisno mengatakan, draft resmi sampai sekarang belum disampaikan oleh pemerintah. Justru beredar banyak draft di internet. IDI, lanjut Sutrisno, sudah membaca sekaligus mengkaji pasalnya.

"Kalau kita kaji pasal per pasal banyak sekali yang kurang tepat. Dampaknya banyak, ke profesi dan masyarakat," ujarnya saat konferensi pers di Kantor IDI Cabang Surabaya, Senin (14/11/2022).

Sutrisno menegaskan, IDI akan terus berjuang untuk menolak RUU Omnibuslaw Kesehatan. IDI juga tidak mau kalau UU Kedokteran yang sudah ada, dipaksakan masuk ke dalam RUU Omnibuslaw Kesehatan. Karena nantinya akan ada pemangkasan pasal.

 

Baca Juga: Enam Dokter Forensik Lakukan Ekshumasi dan Autopsi Korban Kanjuruhan 

2. PPNI sebut ada pemangkasan pasal, terutama aturan tentang spesifik

Dokter, Perawat, Bidan di Jatim Tolak Omnibuslaw Kesehatan!Koalisi profesi bidang kesehatan di Jatim menyatakan sikap resmi menolak RUU Omnibuslaw Kesehatan. IDN Times/Ardiansyah Fajar.

Senada, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jatim, Prof Nursalam menyampaikan, memang ada rencana pemangkasan pasal. Dia mengaku kalau mendapat bocoran, pasal dalam UU Keperawatan yang berjumlah tujuh pasal menjadi dua pasal dalam draft RUU Omnibuslaw Kesehatan.

"Kami hanya ditulis 2 pasal dari 300 pasal di RUU Omnibuslaw. Kami punya 7-9 pasal  kata dia.

Nah, beberapa yang dipangkas, kata Nursalam, justru yang penting. Seperti pasal mengatur tentang jenis perawat hingga Surat Tanda Registrasi (STR) tentang perizinan praktik.

"Kalau hanya izin dari pemerintah itu lemah sekali," tegas dia. "Ini perlu penolakkan massal," Nursalam menambahkan.

3. PD IAI nilai pembahasan tak pernah ajak organisasi profesi, aturan spesifik berpotensi jadi PP dan Permenkes

Dokter, Perawat, Bidan di Jatim Tolak Omnibuslaw Kesehatan!Koalisi profesi bidang kesehatan di Jatim menyatakan sikap resmi menolak RUU Omnibuslaw Kesehatan. IDN Times/Ardiansyah Fajar.

Sementara itu, Ketua Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia (PD IAI) Jatim, Dr. Apt. Abdul Rahmen menilai kalau sejak awal rencana membuat Omnibuslaw Kesehatan ini tidak pernah mengajak organisasi profesi. Hal inilah yang membuat gejolak penolakkan.

"Undang-undang yang mengatur organisasi profesi dari awal harusnya libatkan organisasi profesinya," tegasnya.

Karena kalau RUU tersebut dilanjut menjadi UU, kemudian beberapa aturan spesifik tidak tertera, Abdul khawatir aturan spesifik akan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri Kesehatan.

"Kalau itu tidak berupa UU dan berupa PP atau Permenkes dinamikanya besar. Sebaiknya tetap ada Undang-undang yang spesifik," kata dia.

4. PDGI nilai UU profesi sekarang sudah bagus, mending urus disparitas saja

Dokter, Perawat, Bidan di Jatim Tolak Omnibuslaw Kesehatan!Koalisi profesi bidang kesehatan di Jatim menyatakan sikap resmi menolak RUU Omnibuslaw Kesehatan. IDN Times/Ardiansyah Fajar.

Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Pengwil Jatim, Drg. Sumartono mengatakan kalau undang-undang yang ada di organisasi profesi sudah berjalan dengan baik. Daripada pemerintah sibuk membuat undang-undang baru berupa Omnibuslaw, lebih baik menyelesaikan permasalahan yang ada saat ini.

"Saya lebih cenderung mending pemerataan kesehatan saja," kata dia.

Sumartono mengungkap disparitas dokter gigi di Indonesia sangat jomplang. Dia menyebut saat ini ada 5600 dokter gigi di Jatim. Tapi di Malulu Utara hanya ada ratusan dokter saja. Kemudian di dalam provinsi, misalnya di Surabaya ada sekitar 2000 dokter gigi, tapi di Pacitan hanya sekitar 140 dokter gigi.

"Disparitas ini saja yang dituntaskan," tegasnya.

5. Bidan sudah punya aturan yang baik, butuh dukungan pelayanan saja

Dokter, Perawat, Bidan di Jatim Tolak Omnibuslaw Kesehatan!Ilustrasi Hari Bidan Internasional (sabilia.id)

Sama halnya organisasi profesi bidang kesehatan lainnya, Majelis Pertimbangan Etik Pengurus Daerah (Pengda) Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jatim, Bd. Endang Sri Resmiati menegaskan kalau pihaknya sudah punya UU dan Permenkes tentang praktik bidan. Menurut dia, Omnibuslaw Kesehatan belum terlalu penting.

"Pelayanan kami sudah diatur sampai ke bawah. Sudah punya pelayanan yang tertib. Kami pakai UU kebidanan dan Permenkes," kata dia.

IBI, sambung Endang, setuju dengan penolakkan yang disampaikan IDI, PPNI, PDGI, PD IAI dan Patelki. Dia menyarankan pemerintah lebih baik menambah fasilitas di puskesmas-puskemas secara merata untuk praktik para bidan.

"IBI setuju penolakkan ini. Pelayanan puskemas sudah sibuk. Kami perlu didukung pelayanan yang baik saja," katanya.

6. Patelki kritisi STR dan potensi penyempitan pasal dalam Omnibuslaw

Dokter, Perawat, Bidan di Jatim Tolak Omnibuslaw Kesehatan!Koalisi profesi bidang kesehatan di Jatim menyatakan sikap resmi menolak RUU Omnibuslaw Kesehatan. IDN Times/Ardiansyah Fajar.

Lebih lanjut, Ketua DPW Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (Patelki) Jatim, Muhammad Kuswanto mengakui kalau memang profesinya belum punya UU sendiri. Sejauh ini menganut aturan tenaga kesehatan. Tapi, untuk Omnibuslaw, Patelki menolak.

"Undang-undang ini menurut Patelki belum perlu. Masih banyak draft yang disembunyikan. Ini sangat meresahkan," katanya.

Kuswanto pun menyoal mengenai kejelasan STR dalam draft RUU Omnibuslaw Kesehatan, kalau STR tak butuh rekomendasi dari organisasi profesi, hanya diterbitkan sepihak oleh pemerintah dan berlaku seunur hidup, maka akan menjadi masalah ke depannya.

"Bagaimana bisa tahu komeptensinya. Padahal (ke depan) semakin banyak jenis penyakit. Apa yg terjadi? yang dirugikan masyarakat pasien. Kalau melihat Omnibuslaw ada penyempitan (pasal), nanti jadi multitafsir kalau tidak spesifik. Kami dari Patelki menolak," pungkas dia.

Baca Juga: 20 Organisasi Profesi Kesehatan Jabar Tolak Undang-undang Omnibus Law

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya