Komnas PA Minta Pengadilan Tak Pakai Pasal Alternatif dalam Kasus SPI

Seharusnya terdakwa dilakukan penahanan

Malang, IDN Times - Ungkapan kekecewaan kembali dilontarkan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) atas persidangan kasus pelecehan seksual, eksploitasi hingga kekerasan terhadap anak dengan terdakwa Julianto Eka Putra pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI), Kota Batu. Hal tersebut lantaran kasus tersebut hanya menggunakan pasal alternatif untuk mendakwa Julianto. Padahal pada saat pemeriksaan di Polda Jatim, Julianto dikenakan undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak pasal 81 dan 82. 

1. Minta tak ada pergeseran tuntutan

Komnas PA Minta Pengadilan Tak Pakai Pasal Alternatif dalam Kasus SPIArist Merdeka Sirait saat berada di Polres Batu. IDN Times/Alfi Ramadana

Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait saat berada di PN Malang menjelaskan bahwa sejak awal mencuat, kasus tersebut adalah pelecehan seksual. Tetapi kemudian setelah dilakukan pemeriksaan berkembang dengan munculnya sejumlah indiksi kasus lain. Namun demikian, kasus utama yang menjadi fokus penanganan adalah pelecehan seksual. Maka dari itu dirinya meminta pengadilan untuk bisa memastikan bahwa pasal yang dikenakan kepada terdakwa sudah tepat.

"Belakangan yang muncul di dakwaan ini adalah pasal alternatif. Padahal saat gelar perkara di Polda Jatim beberapa waktu lalu, pasal yang dikenakan adalah pasal 81 dan 82 undang-undang nomor 17 tahun 2016. Jadi kami berharap pengadilan dalam hal ini hakim dan jaksa agar tidak menggunakan pasal alternatif, tetapi sesuai pasal yang disangkakan. Atau istilahnya jangan mengubah kasus kejahatan seksual menjadi tindak pidana kejahatan fisik," paparnya Rabu (23/2/2022). 

Baca Juga: Sidang Perdana Kasus SMA SPI, JPU Bacakan Empat Dakwaan Terhadap JE  

2. Desak agar terdakwa segera ditahan

Komnas PA Minta Pengadilan Tak Pakai Pasal Alternatif dalam Kasus SPIArist Merdeka Sirait saat mendatangi Polres Batu, Kamis (9/9/2021). IDN Times/Alfi Ramadana

Selain itu, Arist juga menambahkan bahwa pihaknya meminta agar terdakwa Julianto segera dilakukan penahanan. Sesuai proses yang berlaku, Julianto sudah mengajukan pra peradilan. Hasilnya pra peradilan ditolak, maka tidak ada alasan untuk tidak dilakukan penahanan. Kemudian ancaman hukuman yang diberikan kepada Julianto lebih dari lima tahun jika mengacu pada Undang-undang nomor 17 tahun 2016. Maka hal itu sudah cukup untuk menjadi alasan penahanan kepada Julianto. 

"Di mana-mana kalau ada kasus pelecehan seksual dan ancaman hukumannya lebih dari lima tahun maka harus ditahan. Tetapi kenapa sekarang tidak, ini yang kami pertanyakan," imbuhnya. 

3. Kasus terlalu berlarut-larut

Komnas PA Minta Pengadilan Tak Pakai Pasal Alternatif dalam Kasus SPIIlustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Selain itu, Arist juga menilai bahwa perjalanan kasus ini sudah terlampau berlarut-larut. Padahal seharusnya ketika ada kasus kejahatan seksual terhadap anak, proses peradilannya harus cepat. Jika dihitung sejak awal mencuatnya kasus tersebut, maka saat ini sudah 9 bulan. 

"Ini juga terlalu berlarut-larut kasusnya. Kalau seperti ini tentu menimbulkan persepsi yang mungkin berbeda-beda dari masyarakat," sambungnya. 

4. Sudah bersurat ke Jaksa Agung dan Mahkamah Agung

Komnas PA Minta Pengadilan Tak Pakai Pasal Alternatif dalam Kasus SPIKetua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait saat berada di Polresta Malang Kota, Selasa (25/1/2022). Dok/istimewa

Demi mendorong upaya percepatan penanganan, Komnas PA juga sudah berkirim surat kepada Jaksa Agung dan Mahkamah Agung. Komnas PA meminta agar dua lembaga tersebut turut memberikan atensi atas kasus ini. Sehingga ada instruksi percepatan penanganan dan terdakwa Julianto bisa segera ditahan. 

"Karena tadi sidang lanjutannya ditunda, maka kami berkirim surat ke Jaksa Agung dan MA untuk juga memberikan atensi atas kasus ini," tandasnya. 
 

Baca Juga: Sidang Kekerasan Seksual, Komnas PA Kecewa JE Tak Ditahan

Topik:

  • Zumrotul Abidin
  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya