Kasus Bullying di Malang, Pakar Hukum Pidana: Masuk Penganiayaan Berat

Penyelesaiannya melalui jalur pidana

Malang, IDN Times - Kasus perundungan di SMPN 16 Kota Malang terus mendapat sorotan. Apalagi jari tengah korban harus diamputasi akibat kejadian itu.

Sejauh ini sudah ada 15 saksi yang diperiksa. Dalam waktu dekat kepolisian akan kembali memeriksa saksi lain untuk mendapatkan informasi yang akurat.

Kasus ini juga menjadi perhatian dari para akademisi. Salah satu seperti diungkapkan oleh pakar Hukum Pidana Universitas Brawijaya, Prija Djatmika. 

1. Anggap sebagai penganiayaan berat

Kasus Bullying di Malang, Pakar Hukum Pidana: Masuk Penganiayaan BeratKasus perundungan di SMPN 16 masih terus jadi perhatian. IDN Times/ Alfi Ramadana

Dalam kasus ini, Prija Djatmika menilai, ada unsur penganiayaan berat yang terjadi. Apalagi sampai menyebabkan korban kehilangan sebagian jari tengah tangan kanannya. Kalau secara hukum memang penyelesaianya melalui jalur pidana. Namun, kalau semisal ada mediasi tentu semua bergantung pada kedua pihak yang terlibat.

"Kalau mau mediasi tentu semua bergantung kepada kedua belah pihak. Tetapi, kalau untuk pasal yang bisa dikenakan tentu 351 ayat 2 tentang penganiayaan berat. Ancaman hukumanya 7 tahun penjara," terang Prija, Jumat (7/2).

2. Menilai sekolah telah lalai

Kasus Bullying di Malang, Pakar Hukum Pidana: Masuk Penganiayaan BeratIlustrasi bullying. IDN Times/Mia Amalia

Tak bisa dimungkiri bahwa ada unsur kelalaian sekolah dalam kasus ini. Apalagi perundungan terjadi tidak hanya sekali saja. Hal itulah yang juga disoroti Prija Djatmika. Bahkan, dalam prosesnya, para pelaku juga bisa dikenakan pasal 170 KUHP. Sebab, ada satu kejadian perundungan dengan membanting korban ke paving. 

"Kalau melihat itu tentu ini bisa dikatakan kekerasan yang dilakukan di depan umum. Selain itu juga dilakukan secara bersama-sama," tambahnya. 

Baca Juga: Bullying SMPN 16 Kota Malang, Korban Juga Pernah Dibanting ke Paving

3. Juga tetap perhatikan UU perlindungan anak

Kasus Bullying di Malang, Pakar Hukum Pidana: Masuk Penganiayaan Beratcnn indonesia

Di sisi lain, dalam prosesnya penyidik juga tak bisa serta merta menjatuhkan hukuman. Perlu juga diperhatikan bahwa pelaku dan korban masih dalam usia anak-anak alias di bawah 17 tahun. Tentunya dalam hal ini harus diperhatikan adanya UU perlindungan anak. Lalu sistem peradilanya juga berbeda, yakni menggunakan sistem peradilan anak. 

"Kalau semisal ancaman hukumanya kurang dari 5 tahun, maka bisa dimediasi," paparnya. 

4. Menutup-nutupi juga bisa diproses hukum

Kasus Bullying di Malang, Pakar Hukum Pidana: Masuk Penganiayaan BeratWalu Kota Malang saat pertemuan dengan pihak sekolah SMPN 16 Kota Malang. IDN Times/ Alfi Ramadana

Sementara itu, sebelum mencuatnya kasus ini, pihak sekolah memberikan keterangan bahwa kejadian tersebut hanyalah guyonan semata. Malahan, Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang sempat menyebut bahwa jari tangan korban terjepit gesper.

Namun, pihak kepolisian menemukan fakta lain. Dari pemeriksaan saksi-saksi, tidak ada keterangan yang menyatakan bahwa kejadian yang dialami korban lantaran terjepit gesper. 

"Untuk yang ini bisa jadi kasus tersendiri. Sebab, ada upaya menutupi apa yang sebenarnya terjadi," paparnya.

5. Lebih baik diproses hukum

Kasus Bullying di Malang, Pakar Hukum Pidana: Masuk Penganiayaan BeratSiswa SMP 16 Kota Malang sedang berolahraga. IDN Times/ Alfi Ramadana

Terlepas dari itu, Djatmika mengakui jika sebaiknya kasus perundungan itu harus diselesaikan melalui jalur pidana. Sebab, apa yang dilakukan oleh rekan korban itu akan berdampak panjang.

Kini korban harus menjalani sisa hidupnya dengan kehilangan ujung jari tengah tangan kanannya. Tentu saja hal itu sangat berat. Sehingga, perlu ada tindakan tegas yang bisa jadi pelajaran. Tidak hanya bagi pelaku, tetapi juga untuk semuanya. 

"Kalau menurut saya lebih baik diproses hukum, agar juga ada efek jera," pungkasnya. 

Baca Juga: Bullying SMPN 16 Malang, Polisi Panggil Saksi Tambahan Pekan Depan

Topik:

  • Dida Tenola

Berita Terkini Lainnya