KPK, Lahir di Tangan Megawati, "Mati" di Tangan Jokowi?

Wacana pembentukan KPK muncul sejak era Habibie

Jakarta, IDN Times - Polemik revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seakan membuat lembaga antirasuah itu tak bisa bergerak leluasa. Adanya dewan pengawas KPK dianggap menjadi salah satu penyempitan ruang gerak KPK dalam berburu para "tikus" negara.

Tak hanya itu, KPK yang dijadikan sebagai lembaga pemerintah membuat publik semakin ragu pada masa depan lembaga tersebut. Independensi KPK pun menjadi diragukan. Beberapa slogan lantas mulai muncul untuk menyelamatkan masa depan KPK. Salah satunya adalah slogan "KPK dilahirkan Megawati, mati di tangan Jokowi" mulai beredar.

Lalu, bagaimana perjalanan KPK sejak dilahirkan di era Megawati?

1. KPK lahir pada tahun 2002 di era Megawati

KPK, Lahir di Tangan Megawati, Mati di Tangan Jokowi?Dok.IDN Times/Istimewa

KPK pertama kali didirikan pada tahun 2002 oleh Presiden ke-5, Megawati Soekarnoputri. Pembentukan KPK tersebut lantaran Megawati kala itu melihat institusi kejaksaan dan kepolisian terlalu kotor, sehingga dianggap tak mampu menangkap para koruptor. Karena jaksa dan kepolisian sulit dibubarkan, akhirnya terbentuk KPK.

2. Wacana pembentukan KPK sudah mulai muncul sejak pemerintahan Habibie

KPK, Lahir di Tangan Megawati, Mati di Tangan Jokowi?ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Meski dibentuk oleh Megawati, ide awal pembentukan KPK sudah mulai muncul sejak pemerintahan Presiden ke-3 RI, Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibie). Habibie saat itu mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN. Kemudian, Habibie mengawalinya dengan membentuk berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU, dan Ombudsman.

Baca Juga: Buya Syafii: KPK Wajib Dibela, Tapi Bukan Suci

3. KPK didirikan berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002

KPK, Lahir di Tangan Megawati, Mati di Tangan Jokowi?IDN Times/Vanny El Rahman

Hingga kini, KPK pun bertugas sebagai lembaga yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK didirikan berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002.

Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. KPK juga bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.

4. Dari zaman SBY hingga Jokowi, DPR beberapa kali ingin lakukan revisi UU KPK

KPK, Lahir di Tangan Megawati, Mati di Tangan Jokowi?IDN Times/Santi Dewi

Setelah berjalan hampir 17 tahun, polemik KPK sempat memanas di tahun ini. Adanya revisi UU KPK dianggap menghalangi ruang kerja KPK untuk memberantas para koruptor. Rencana revisi UU KPK ada sejak pemerintahan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu, DPR RI periode 2009-2024 pernah beberapa kali ingin merevisi namun tak pernah dilakukan.

Kemudian, di era Presiden Joko "Jokowi" Widodo, revisi UU KPK kembali muncul. Pada tahun 2015, DPR RI kembali mencoba melakukan revisi UU KPK, namun tak jadi dilakukan karena Jokowi melakukan penundaan revisi UU KPK.

Tak berhenti di situ, tahun 2016, DPR RI kembali mencoba melakukan revisi UU KPK. Saat itu, hanya fraksi Gerindra yang menolak adanya revisi UU KPK, lalu diikuti oleh fraksi PKS dan Partai Demokrat. Karena gejolak tinggi, akhirnya Jokowi sampai turun tangan melakukan pertemuan dengan pimpinan DPR, dan kembali menunda revisi UU KPK.

Selanjutnya, tahun 2019, wacana tersebut kembali muncul. Kali ini, DPR RI berhasil merevisi hingga mengesahkan revisi UU KPK. Bahkan, Jokowi menyetujui beberapa poin perubahan dalam UU KPK dan tidak melakukan penolakan. Hal itulah yang mulai menjadi polemik di masyarakat bahwa Jokowi juga ikut melemahkan KPK.

5. Revisi UU mematikan KPK

KPK, Lahir di Tangan Megawati, Mati di Tangan Jokowi?(Ilustrasi pemakaman KPK) Indonesia Corrupation Watch

Revisi UU KPK yang disahkan oleh DPR RI itu disebut telah membunuh KPK. Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, dengan diberlakukannya UU nomor 30 tahun 2002 yang telah direvisi nanti maka dikhawatirkan bisa membuat proses penyidikan kasus-kasus mega korupsi akan terbengkalai.

Apalagi ada aturan di dalam UU tersebut yang menyebut bahwa penyelidik dan penyidik yang bekerja di komisi antirasuah harus merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN). Sedangkan, penyidik yang saat ini bekerja di KPK, tidak semuanya merupakan ASN. 

"Artinya, kasus-kasus yang sempat ditangani oleh penyidik KPK terdahulu bisa dianggap tidak sah, karena yang menyidik bukan penyidik yang berstatus ASN. Ini kan memang sejak awal skenario yang mau diciptakan," kata Asfinawati ketika menjawab pertanyaan IDN Times. 

Asfinawati juga menilai selama ini apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi mengenai upaya pemberantasan korupsi hanya kebohongan belaka. Sebab, kendati ia kerap mengatakan akan terus memperkuat KPK, nyatanya mantan Gubernur DKI Jakarta itu merestui UU nomor 30 tahun 2002 direvisi. Bahkan, Jokowi tidak ikut melibatkan KPK dalam proses diskusi untuk mengubah poin-poin di dalam UU tersebut. 

Apalagi kalau menengok kembali ke tahun 2014 lalu, dalam kampanyenya Jokowi menyebut akan memperkuat komisi antirasuah. Caranya, dengan menaikkan anggaran KPK setiap tahun dan menambah jumlah penyidik. Pada kenyataannya, setiap tahun anggaran KPK stagnan bahkan mengalami penurunan. 

"Sangat tidak sesuai (janji Presiden). Karena ketika berkampanye dulu kan janjinya akan memperkuat upaya pemberantasan korupsi, tapi dari pemilihan pimpinan baru dan revisi UU KPK, Presiden malah turut serta dalam upaya pelemahan pemberantasan korupsi," kata Asfinawati. 

Ketika ditanya masih adakah peluang bagi Presiden Jokowi untuk berubah pikiran dan tak menandatangani UU tersebut, Asfinawati menyebut secara teori bisa saja. Tetapi, pada praktiknya hal itu sulit terwujud. 

"Kita pun tahu Presiden pernah mencabut beberapa produk hukum yang pernah ia tanda tangani, tapi kalau secara hitung-hitungan sulit. Apalagi publik sudah bersuara (menentang revisi UU KPK), ribuan dosen, pemuka agama, mahasiswa sudah menyuarakan agar tidak meneruskan revisi UU KPK, tapi Presiden dan DPR tetap melanjutkannya," kata dia lagi. 

Hingga saat ini, UU yang telah disahkan di DPR itu belum diberi nomor dan diteken oleh Jokowi. Belum ada informasi kapan mantan Wali Kota Solo tersebut segera menandatangani UU nomor 30 tahun 2002 tersebut. 

Baca Juga: Demo DPR, Mahasiswa Bandung: Pimpinan KPK Terpilih Cacat Prosedural

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya