Menutup Mata Efek Gas Air Mata Tragedi Kanjuruhan

Sempat dibantah, gas air mata ternyata yang membunuh korban

Malang, IDN Times  - Sudah hampir lebih dari 10 hari tragedi Kanjuruhan terjadi, bola mata Raffi Atha Dziaulhamdi (14) masih berwarna merah pekat. Bola mata itu meradang karena gas air mata. Kedua bola matanya itu berubah warna setelah terpapar asap gas air mata yang ditembakkan polisi di Stadion Kanjuruhan pasca laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya, Sabtu malam 1 Oktober 2022 lalu. Tak hanya mata memerah, Raffi juga mengaku sempat sesak nafas.

Raffi hanya berjarak dua meter dari mendaratnya proyektil gas air mata. Saat itu, ia berencana keluar lewat gate 12. Nahas, ia terhimpit dan pingsan. "Saya sempat pingsan selama dua jam. Saat itu yang terkahir saya ingat saya sesak dan terhimpit orang-orang yang berdesakan. Karena sulit nafas itu saya akhirnya pingsan," ujar Raffi.

Saat sadarkan diri, Raffi merasakan matanya sakit tak dapat dibuka.  Raffi sempat dilarikan ke Rumah Sakit Teja Husada Kepanjen, namun, tak sempat mendapatkan pertolongan di sana. Orangtua Raffi, Sutrisno sempat membawa Raffi ke RSUD Dr Saiful Anwar. Lantaran tak kunjung sembuh, Sutrisno kembali membawa Raffi untuk periksa di Rumah Sakit Hermina, Rabu (5/10/2022).

Menurut keterangan dokter, kondisi mata Raffi karena iritasi normal akibat dampak gas air mata. Pihak rumah sakit pun mengatakan jika kondisi mata Raffi bakal berangsur pulih dua minggu hingga satu bulan sejak terkena paparan.

Gas air mata tak hanya membekas pada Raffi Atha. Korban lain bernama Geri Eka Saputra (20) juga mengalami hal serupa. 10 hari pasca tragedi Kanjuruhan, bola mata Geri masih berwarna merah darah. Warna putih pada mata pun tak terlihat.

"Kata dokter ini pendarahan, pembuluh darahnya pecah. Iya (kena bahan kimia)," ujar Geri.

Raffi, Geri dan ratusan korban lain rasanya memang akan sulit kabur dari bekapan gas air mata. Bayangkan saja ada puluhan tembakan gas air mata yang mengarah ke penonton. Versi Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo jumlah tembakan hanya 13. Namun, berdasarkan data yang didapat IDN Times, ada lebih dari lebih dari 40 kali tembakan gas air yang meluncur. Akibat dari tembakan ini cukup fatal. Penonton kehabisan oksigen dan berdesakan. Sebanyak 132 meninggal, 26 luka berat dan 596 luka ringan. 

Menutup Mata Efek Gas Air Mata Tragedi KanjuruhanSuasana Stadion Kanjuruhan pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Sayangnya, dampak gas air mata  yang dirasakan korban  tragedi Kanjuruhan itu sempat tak menjadi perhatian khusus. Presiden Joko “Jokowi” Widodo bahkan sama sekali tak membahas mengenai gas air mata saat meninjau stadion Kanjuruhan pada Rabu (5/10/2022) lalu. Ia hanya menyoroti tiga pintu tertutup di Stadion Kanjuruhan. 

Hal ini diperparah dengan pernyataan Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo. Ia menyebut bahwa kematian usai laga Arema kontra Persebaya itu karena kekurangan oksigen. “Saya juga mengutip dari pendapat dari guru besar dari Universitas Udayana beliau ahli di bidang toksikologi atau racun. Beliau menyebutkan bahwa, termasuk dari dokter Mas Ayu Elita Hafizah, bahwa gas air mata atau CS ini dalam skala tinggi pun tidak mematikan," kata Dedi. Pembelaan yang dilakukan polisi tak cuma di situ. Dedi mengatakan bahwa gas air mata itu sudah kadaluarsa pada 2021 lalu sehingga efeknya tak terlalu besar. 

Tak cuma Jokowi dan Polri, pihak rumah sakit juga tidak tegas menyebutkan tentang penyebab meninggalnya para korban. Dirut RSUD Dr Saiful Anwar (RSSA) Malang, dr Kohar Hari Santoso mengakui bahwa jenazah yang datang ke sana berciri nyaris sama, wajah menghitam. Namun, ia menduga kondisi itu karena terjatuh sehingga menyebabkan lebam mayat.

“Kalau dia jatuhnya tengkurap ya bagian depan yang menghitam, kalau dia jatuhnya telentang ya bagian punggung," ujar Kohar. 

Senada, dokter Forensik RSSA Malang, dr Tutik Purwani yang pada Minggu (2/10/2022) lalu memeriksa jenazah korban menyebut jenazah ditemukan dalam kondisi kekurangan oksigen atau secara medis disebut dose but asfiksia.

"Kalau sesak nafas berarti dia kekurangan oksigen. Kalau kekurangan oksigen kaya mukanya sembab, matanya kebiruan, iya ada (jenazah seperti itu)," ujar dia kepada IDN Times, Selasa (4/10/2022). 

Namun, dr Tutik juga tidak mengatakan, apa penyebab mereka kekurangan oksigen. Hal itu karena korban meninggal karena tidak dilakukan autopsi. "Kita fokus ke identifikasi karena ingin cepat teridentifikasi dan dimakamkan," ujarnya. Polisi sendiri baru akan melakukan autopsi pekan depan setelah banyak desakan dari berbagai pihak. 

Menutup Mata Efek Gas Air Mata Tragedi Kanjuruhan(IDN Times/Aditya Pratama)

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Kepala Departemen Kimia Institut Tekonologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof Fredy Kurniawan. Ia mengatakan bahwa gas air mata, terutama yang kadaluarsa bisa mematikan. 

"Bisa menurun membuat iritasi, tapi bisa semakin mematikan. Kita tidak tahu berubah jadi apa senyawanya," kata Prof Fredy. Menurutnya, gas air mata meski tidak kedaluwarsa adalah benda yang berbahaya. Sebab, gas air mata adalah benda yang mengandung bahan kimia  berbahaya. "Semua gas air mata berbahaya makanya dilarang untuk perang. Ada perjanjiannya," tuturnya. FIFA sendiri juga sebelumnya sudah melarang gas air mata masuk ke stadion.

Dilansir Medical News Today, ada beberapa senyawa umum yang menjadi komponen gas air mata, yaitu Chloroacetophenone (CN), Chlorobenzylidene malononitrile (CS), Chloropicrin (PS), Bromobenzylcyanide (CA), Dibenzoxazepine (CR). Lantas bagaimana saat bahan-bahan itu kadaluaras? Seorang profesor dari Simón Bolívar University, Mónica Kräuter menyebut dampaknya bisa lebih berbahaya. 

Merilis sebuah studi pada 2017, Mónica memantau kejadian pembubaran protes di Venezuela pada 2014 silam. Ia mengatakan bahwa Chlorobenzylidene malononitrile (CS) adalah senyawa yang paling banyak digunakan dan sudah memenuhi standar Protokol Jenewa. Sayangnya, sebanyak 72 persen gas air mata yang digunakan dalam pembubaran protes tersebut ternyata sudah kadaluarsa. Beberapa bahkan tak mencantumkan tanggal expired.

Lalu, bagaimana jika dilemparkan ke massa? Mónica mengatakan bahwa senyawa gas air mata kedaluwarsa bisa berubah menjadi gas-gas berbahaya, seperti Sianida, Fosgen Nitrogen.  Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), sianida dengan jumlah sedikit mudah menguap dan cepat kabur di udara sehingga tak berbahaya di ruang terbuka. Namun sianida jadi berbahaya jika terhirup dalam kadar tinggi dan jangka panjang, terutama di ruangan tertutup.  

Baca Juga: Resmi, Total Korban Tragedi Kanjuruhan 754 Orang

Sianida amat berbahaya untuk jantung dan otak karena senyawa ini menghambat sel dari menghirup oksigen hingga mengalami kematian sel. Faktanya, kedua organ vital tersebut butuh oksigen. Tak kalah berbahaya, fosgen bisa menyebabkan gejala batuk, pandangan kabur, sesak napas, edema paru (dalam 2–6 jam), hingga gagal jantung (dalam 48 jam). CDC memperingatkan dampak jangka panjang fosgen, seperti bronkitis dan emfisema kronis.

Fakta menarik, nitrogen mendominasi atmosfer Bumi (78 persen). Namun, jika terpapar secara langsung lewat gas air mata kedaluwarsa, nitrogen bisa berbahaya. Seperti sianida, nitrogen menghambat oksigen di tubuh, sehingga bisa menyebabkan sesak napas hingga kematian.

Dokter spesialis paru yang juga merupakan Dosen FK Unair Surabaya, Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, dr Wiwin Is Effendi, SpP(K), PhD, FAPSR l menjelaskan, sifat gas yang membahayakan tubuh ada dua jenis,  yakni yang bersifat iritan dan bersifat asfiksi. Gas air mata adalah gas yang bersifat iritan.

"Gas yang bersifat iritan salah satunya gas air mata yang mengandung  CN (chloroacetophenone) atau CS (Chlorobenzylidene malononitrile)," ujar dia.

Gas tersebut disebut iritan karena bila terkena mukosa tubuh yakni mukosa kulit, saluran napas dan lainnya maka akan menimbulkan inflamasi hingga iritasi atau luka. "Di saluran napas, keluhan yang ditimbulkan bisa beragam dari batuk, nyeri tenggorok hingga sesak nafas karena saluran nafas menjadi bengkak (edema)," jelasnya dr Wiwin.

Saat ditanya apakah gas air mata bisa menyebabkan kematian, dr Wiwin mengatakan bisa saja bila jumlah gas air mata yang dihirup terlalu banyak dan waktu yang lama. "Secara teori mungkin bisa, tapi itu butuh konsentrasi (jumlah gas air mata) dan waktu pajanan yang lama.Tapi itu mungkin mustahil terjadi karena setelah kena maka orang cenderung lari dari pajanan gas," tutur dia.

Baca Juga: KontraS Bawa Selongsong Gas Air Mata Kanjuruhan ke Laboratorium

Penjelasan panjang lebar para ahli ini belakangan diamini oleh Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF). Mereka menyimpulkan ratusan korban jiwa yang meregang nyawa di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022, akibat tembakan dari gas air mata.

"Dari rekonstruksi 32 CCTV yang dimiliki oleh aparat, proses jatuhnya korban jauh lebih mengerikan. Bukan sekadar kena semprot (gas air mata) lalu mati. Tetapi, lebih mengerikan (tragedi di Kanjuruhan) daripada (video) beredar. Yang mati, cacat dan kritis dipastikan karena berdesak-desakan setelah ada gas air mata yang disemprotkan," ujar Ketua TGIPF, Mahfud Md ketika memberikan keterangan pers, di Istana Kepresidenan yang dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (14/10/2022).

Berdasarkan berbagai temuan ini, masihkah polisi akan membantah penyebab kematian para korban? Cukupkah 6 tersangka dalam tragedi ini?

https://www.youtube.com/embed/ixIzUiyTMOE

Baca Juga: Mata Merah Korban Kanjuruhan, TPF Aremania Temukan Fakta Berbeda

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya