Gubuk Cokro Kembang dan Jejak Panjang Kebejatan Bechi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Surabaya, IDN Times - Terdakwa kasus pemerkosaan dan pencabulan, Moch Subchi Azal Tsani atau Bechi, akan menjalani sidang putusan pada 17 November 2022 mendatang. Bechi tidak cuma melakukan kejahatan seksual, lewat keistimewaannya sebagai anak kyai terkenal di Jombang, ia melakukan berbagai cara agar dirinya bebas dari proses hukum. Ia diduga membuat narasi palsu, mengubah tempat kejadian perkara, hingga mengintimidasi korban sampai korban mencabut laporannya.
Pada awal September 2022, di depan majelis hakim dan disumpah di atas Al Quran, seorang saksi bernama Nun Sayuti menyampaikan upaya rekayasa yang dilakukan oleh Bechi. Nun yang merupakan mantan kuasa hukum Bechi mengetahui kebejatan yang Bechi lakukan kepada korban, mulai dari pengakuan Bechi yang mengaku dirinya sebagai seorang mursyid dan bisa menikahkan dirinya sendiri dengan siapapun, hingga segala dugaan intimidasi yang Bechi lakukan kepada korban.
Nun yang merupakan seorang jemaah Bechi ini mulai dipercaya Pondok Pesantren Shiddiqiyah menjadi kuasa hukum sejak 2015. Ia ditunjuk menjadi kuasa hukum atas segala permasalahan yang terjadi di Pondok Pesantren, mulai Sengketa lahan hingga pengurusan cukai Rokok Sehat Tentrem, milik keluarga Bechi. Balakangan ia memilih mundur sebagai tangan kanan Bechi saat diminta menyelesaikan kasus kekerasan seksual.
Nun ingat betul, di tanggal 11 Juni 2017 Bechi meminta Nun untuk menyelesaikan beberapa persoalan. Pertama tuduhan fitnah yang dilakukan oleh seorang santriwati bernama IP yang diduga adalah korban pemerkosaan Bechi. Ia juga meminta Nun menyelesaikan persoalan salah satu santriwati yang dituduhnya sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Belakangan diketahui santri berinisial MS itu juga merupakan korban Bechi. Kedua korban ini mengaku diperkosa oleh Bechi.
“Setelah mendapatkan perintah dari terdakwa, saya menelepon IP untuk klarifikasi hal yang disampaikan terdakwa. Saat itu IP menceritakan bahwa dia telah dicabuli oleh terdakwa sejak berusia 15 tahun kejadiannya sekitar bulan Juli tahun 2012. Saat itu korban masih kelas 9. Perbuatan cabul yang dilakukan oleh terdakwa dilakukan berulang-ulang sampai pada tahun 2017,” ujar Nun.
IP bercerita panjang lebar kepada Nun tentang semua yang dilakukan Bechi. Ia mengaku pertama kali diperkosa di dalam rumah Bechi di dalam komplek pesantren sore hari, kemudian di kawasan Puri Semanding, di dalam mobil di Puri, di hotel Yusro milik Bechi dan di daerah Wonosalam.
“Saya ke rumah korban, ternyata korban sudah menikah. Informasi dari IP, ada banyak santriwati lain yang juga sudah dicabuli oleh Bechi,” kata dia.
Nun lalu datang ke nama-nama korban yang disebut oleh IP. Semua nama-nama itu mengaku pernah diperkosa oleh Bechi. Setidaknya dari 4 orang lainnya yang Nun temui, cerita mereka berbeda-beda. Tiga orang bahkan mengaku dipaksa melakukan hubungan suami istri alias diperkosa.
Dari mulut korban-korban itu, Nun menyadari apa yang dilakukan Bechi sungguh kejam. Ia pun kembali datang kepada Bechi pada 4 September 2017. “Setelah saya mendapat informasi dari banyak korban bahwa mereka telah dicabuli. Lalu saya meminta kesepakatan bertemu dengan Bechi, disepakati bertemu hari Minggu,” ungkapnya.
Dengan mengedarai sebuah mobil, pukul 13.00 WIB Nun berangkat bersama lima orang lainnya menuju sebuah tempat bernama Gubuk Hu di Puri Indah Pelandaan, Jombang yang letaknya bersebelahan dengan Gubuk Cokro Kembang. Gubuk Cokro sendiri adalah tempat Bechi melakukan semua aksi bejatnya.
Tempat itu, berada di sebuah kawasan yang jauh dari permukiman. Tak sembarang orang bisa masuk di kawasan itu, bahkan di luar kawasan itu ada portal yang membatasi dan dijaga oleh orang-orang Bechi. Jaraknya, kata dia, sekitar 10 kilometer dari Ponpes Shiddiqqiyah.
“Saya ditemui Bechi sendiri, tapi dia ada satu orang ajudannya, saya bersama lima orang,” ucapnya.
Semua yang Nun temukan di lapangan diceritakan kepada Bechi. Sampai pada suatu titik pembicaraan, keluar pengakuan dari mulut Bechi bahwa perempuan-perempuan yang menjadi korban itu dijadikan Bechi sebagai pendingin, pendingin dari segala aktivitasnya yang padat.
“Saat itu dia mengakui, bahwa perempuan-perempuan yang dia cabuli itu sebagai pendingin. Menurut dia selama ini dia melakukan banyak kegiatan, sehingga ibarat mesin itu panas, jadi perlu pendingin. Jadi pendingin itu murid-murid yang sekolah di situ,” jelas Nun.
Di dekat Gubuk Cokro itu, Bechi juga mengakui bahwa dirinya sudah menjadi Mursyid, yang menurut Bechi, memiliki kewenangan untuk menikahkan dirinya sendiri kepada siapapun yang dia kehendaki dan tidak melanggar aturan.
“Ya saya mendengar langsung, Bechi ngomong itu dari mulutnya sendiri,” kata Nun.
Nun merekam semua pembicaraan dirinya dengan Bechi. Perekam suara itu menyimpan dua jam pembicaraan. Namun, hanya 26 menit inti percakaan Nun dengan Bechi yang disampaikan di persidangan.
“Seseorang seperti aku (terdakwa) memiliki kewenangan menikahkan diriku sendiri kepada siapapun yang tak kehendaki, tanpa melanggar aturan nilai kemanusiaan. Wong koyo aku diberikan hak secara langsung dan itu disaksikan oleh mursyid sendiri .Siap gak rohani mu itu untuk memahami iki,” kurang lebih seperti itu isi rekaman suara tersebut.
Di depan Nun dan beberapa orang lainnya, Bechi mengaku akan menyelesaikan persoalan ini. “Dia bilang akan menyelesaikan, artinya dia mengakui (melakukan pencabulan),” kata dia.
Pembicaraan Nun dan Bechi ini berlangsung hingga waktu maghrib tiba. Ketika semua pengakuan itu didengar langsung oleh Nun, detik itu juga, Nun langsung mengundurkan diri dari Pondok Pesantren Shiddiqqiyah. Ia tak lagi mau mengaji di tempat itu, dan berhenti menjadi kuasa hukum Ponpes. “Semenjak itu, saya sudah tidak bertemu dengan dia (Bechi),” tuturnya.
Nun juga mengetahui, tempat kejadian perkara, yakni Gubuk Cokro Kembang. Gubuk yang diduga menjadi tempat Bechi mencabuli korbannya.
“Waktu bertemu dengan Bechi saya berada 10 meter dari Gubuk Cokro, saya tahu Gubuk Cokro, saya ada fotonya,” kata dia.
Di sela-sela pertemuannya dengan Bechi, Nun keluar izin ke toilet. Toilet itu berada di antara Gubuk Hu dan Gubuk Cokro Kembang. Ia lalu mengamati Gubuk tersebut dari teras.
“Saya foto dokumen-dokumen di kamar mandinya. Jadi ruangan untuk TKPnya saya tidak masuk, saya hanya di teras. Ukuran bangunan itu empat kali lima meter. Saya lihat jelas, ada kolamnya,” tutur Nun.
Bechi juga bercerita kepada Nun bahwa kawasan itu adalah kawasan khusus yang tidak sembarangan orang bisa masuk. Gubuk Cokro digunakan Bechi untuk menggembleng murid-muridnya.
“Saya merekam semua itu dalam benak saya dan saya dokumentasikan. Oh ini tempatnya, saya tidak masuk (ke dalam Gubuk Cokro Kembang) takut dia curiga juga, saya tidak terlalu menunjukkan keingintahuan saya,” kata dia.
Di situ lah, di tempat itu korban Bechi mengaku kepada Nun pernah diperkosa. Satu dari beberapa korban mengaku diminta melakukan ritual mandi kemben dengan dibalut batik sidomukti. Korban lainnya mengaku Bechi berdalih mentransfer ilmu dan korban-korban lain dengan modus-modus yang berbeda.
“Dia melihat korbannya siapa, modusnya berbeda-beda. Sebelum mereka (korban) disetubuhi, selalu melakukan ritual menikahkan dirinya sendiri, dengan membacakan ayat-ayat lalu syah menjadi istri,” sebut Nun.
Saat persidangan berlangsung dan kuasa hukum Bechi menunjukkan tempat kejadian perkara melalui gambar Nun menyadari tempat itu ternyata sudah berubah dari saat dirinya datang ke tempat Bechi. Nun menduga, Bechi sengaja mengubah bangunan itu agar pembuktian JPU di pengadilan tidak terbukti.
“Waktu ditunjukkan di persidangan itu sudah berubah. Tulisan (di gubuk berubah) kolamnya berubah, sekatnya juga berubah, sudah berbeda posisinya dengan yang tahun 2017, berubahnya setelah Bechi ditetapkan tersangka,” terang dia.
Dalam persidangan pula, Nun menyampaikan bahwa dirinya pernah diminta oleh Ibunda Bechi agar Nun tidak mendampingi korban. Pembicaraan itu terjadi pada 24 September 2017 lalu pukul 8 malam di Hotel Savaoi Himann, Bandung. Pembicaraan itu terjadi sekitar lebih dari dua jam.
“Saat itu Ibu Sof juga memohon kepada saya dengan menangis-nangis untuk berpihak ke terdakwa dan jangan percaya kepada perempuan-perempuan yang mengaku jadi korbannya. Katanya Bechi dari kecil kurang perhatian sehingga jadi seperti ini. Bu Sof minta kepada saya agar menjaga nama baik pak Kyai dan pesantren Shiddiqiyyah,” jelas Nun.
Di persidangan, ia luapkan semua kejahatan yang Bechi lakukan kepada korban. Tak terkecuali segala bentuk intimidasi yang diterima oleh korban. Di tahun 2018 silam, Nun memutuskan menjadi kuasa hukum korban, ia mendamping korban IP melapor ke Polsek Jombang atas dugaan asusila yang dilakukan oleh Bechi. Sayangnya saat kasus tersebut sedang diproses oleh penyidik, korban tiba-tiba mencabut laporannya. Rupanya, IP ditekan oleh pihak Bechi dan dipaksa melakukan perdamaian dengan Bechi.
“Ada bukti tekanan intimidasi dari pihak Bechi kepada korban. Ada bukti surat peradamaian, yang itu ditandatangani petinggi-petinggi organisasi Shiddiqiyyah, dengan adanya perdamaian tersebut, jelas ada perbuatan (pencabulan),” papar Nun.
Baca Juga: Bechi Dituntut 16 Tahun Penjara!
Masih di tahun yang sama, Nun juga diminta mendampingi korban Bechi lainnya bernama MS dalam pelaporan ke Polsek Jombang. Untuk kedua kalinya, kasus ini tak dapat diproses. Kasus tersebut ternyata di-SP3 oleh penyidik karena tidak sesuai.
“Karena yang dilaporan itu UU Perlindungan terhadap anak, ternyata yang hadir satu korban dan usianya sudah di atas 18 tahun, sehingga SP3,” ucap dia.
Satu tahun kemudian, tepatnya 29 Oktober 2019, Nun kembali datang ke Polres Jombang untuk mendampingi kasus yang sama, kali ini korban benama ML. Laporan ini diproses oleh polisi hingga ke Pengadilan, yang saat ini sedang bergulir. Ada empat orang korban Bechi menjadi saksi dalam persidangan itu.
Bukan tanpa kendala, ML dan beberapa orang saksi lainnya mendapat berbagai macam intimidai dari simpatisan Bechi. ML dan MS pernah dihukum oleh senior-seniornya karena menceritakan ke Kyai Mochtar mengenai kejadian pencabulan yang mereka alami.
“Bersama-sama dengan MS hukumannya dipotong rambutnya dan disuruh untuk mengulum batu ke mulut mereka,” kata Nun.
Menurut Nun, ML bahkan pernah didatangi oleh sekitar lima orang suruhan Bechi, ML dipaksa dan ditekan untuk membuat surat permohonan maaf dan surat pernyataan bahwa korban lah yang bersalah, namun ML tidak mau sampai ML kabur dari pesantren.
“Setelah korban membuat laporan polisi di Polres Jombang pada tanggal 29 Oktober 2019 ML dan orang tuanya didatangi berkali-kali di Demak meminta ML dan keluarganya untuk mencabut laporan polisi,” jelas Nun.
Petinggi-petinggi organisasi Shiddiqiyah sampai dengan Ketum Orshid pun datang ke rumah ML di Demak untuk meminta berdamai dan ML dan mencabut laporan.
“Mereka didatangi dari pihak pesantren, karena keluarganya rata-rata masih taat kepada Shiddiqiyyah, jadi mereka menggunakan keluarga untuk menekan korban,” ujar Nun.
Parahnya lagi, orang tua korban kerap diberi sejumlah uang agar anaknya diam dan tidak melanjutkan kasus. Jumlahnya bermacam-macam. “Mereka datang memberi uang, nilainya macam-macam ada yang diberi Rp75 juta, ada yang puluhan jutaan, ada yang hanya beberapa juta,” sebutnya.
Menghindari intimidasi-intimidasi itu, Nun sampai harus mengungsikan korban di suatu tempat yang jauh dari orang-orang Shiddiqiyyah dan rumah korban. Sebab, para orang tua korban ini sering sekali meminta agar korban tidak melanjutkan proses hukum.
“Alasannya kasian sama Kyai Mochtar karena sudah tua dan untuk menjaga nama baik shiddiqiyyah ,” tutur dia. Semua yang Nun ketahui ini, Nun sampaikan di depan Majelis Hakim. Tak terkecuali barang bukti berupa sebuah surat perdamaian anatara korban dengan pihak Bechi.
Kesaksian Nun ini, diamini oleh pendamping korban lainnya bernama Ana Abdillah. Korban-korban itu bercerita kepada Ana bagaimana Bechi memperlakukan mereka. Korban bernama ML bercerita, menjadi korban saat mengukuti proses rekrutmen tenaga medis di Rumah Sehat Tentrem Medical Center (RSTMC). Dalam prosesnya, mereka harus menjalani interview di Gubuk Cokro Kembang.
Baca Juga: Sebut Ada 70 Poin Kejanggalan, Kuasa Hukum Bechi Pasrah Putusan Hakim
Karena letaknya yang jauh dari Pondok Pesantren dan sulit diakses, peserta interview diakomodir oleh pihak Bechi. “(Di-interview itu) Bechi banyak memberi pemahaman-pemahaman, motivasinya ikut itu apa, berbicara terkait kepatuhan antara pengurus ke santri seperti apa,” tutur Ana.
Beberapa saksi mengaku pertanyaan antara satu dengan lainnya berbeda. Ada yang ditanya terkait kesiapan mental ketika menjadi petugas, ada yang ditanya terkait kehidupannya.
Kepada Ana, korban bernama ML itu mengatakan Bechi hanya memiliki satu sayap, Bechi membutuhkan satu sayap untuk menjadi pelengkap hidup. Bechi membutuhkan satu sayap lain dari daerah yang berasal dari tanah leluhur ML, Demak.
“Dia meyakinkan kepada korban bahwa korban ini satu sayap yang memang menjadi pelengkap. Itu menjadi alat untuk memperdaya korban, termasuk bisa menikahkan dirinya sendiri, siapapun perempuan yang dia kehendaki,” sebut dia.
Hanya dengan memegang dada dan kepala korban, Bechi mengatakan korban telah sah menjadi istri Bechi meski tanpa ada wali dan saksi. “Jadi doktrin agama banget yang dia pakai,” kata Ana.
Korban juga mengaku di-WhatsApp oleh pihak Bechi untuk datang ke Gubuk Cokro. Jika tidak, makan akan diancam oleh Bechi. "Tapi saat dipersidangan saksi yang diperintahkan itu tidak mengaku, karena dia meringankan Bechi," tuturnya.
Sayangnya, apa yang dikatakan saksi dibantah berkali-kali oleh kuasa Hukum Bechi, I Gede Pasek Suardika. Narasi bahwa semua itu hanya fitnah belaka terus digembar-gemborkan pihak Bechi.
Bahkan, saat Nun memberi kesaksian pada September lalu, Gede menyebut kesaksian Nun tidak sesuai dengan KUHAP. Sebab, Nun tidak mengetahui langsung kejadian tersebut.
"Kualifikasi saksi bukan kualifikasi menurut KUHP artinya dia tidak tahu, dia (saksi) tahu setelah kejadian," kata Gede usai sidang pada 1 September 2022 lalu.
Soal rekaman yang diputar Nun di persidangan, dirinya berdalih rekaman itu tidak jelas. Ia justru mengklaim bahwa itu hanya masalah Organisasi Pemuda Orshid.
"Intinya diduga masalah organisasi. Karena itu semua pengurus Orshid (Organisasi Pemuda Shiddiqiyyah) yang pro daripada salah satu elite di Orshid lain. Yang berharap ingin menggantikan Mas Bechi. Mereka bergerak bersama-sama tapi kalau dilihat dari sudut ITE memang tanpa izin merekam," katanya.
Parahnya lagi, kuasa Hukum Bechi kerap menyebut cerita para korban adalah fiktir belaka, tidak masuk akal dan seperti cerita novel. Bahkan, tak tanggung-tanggung di depan media, Gede menyebut korban adalah pelakor yang menjadi pelapor. “(Saksi korban) Ini Pelakor yang menjadi pelapor. Kita ungkap fakta sidang soal chating mesrah kepada terdakwa, tapi terdakwa tidak terlalu mengungkap, surat juga yang menyatakan bersedia menjadi istri terdakwa,” kata dia.
Bukan cuma, masif menyampaikan narasi-narasi bahwa kesaksian korban hanya fiktif, pihak Bechi juga kerap menyebut kasus ini hanya fitnah belaka. Fitnah yang berasal dari mantan istri Kyai Mochtar.
Hal itu juga disampaikan langsung oleh istri Bechi pada 12 Agustus 2022 lalu saat menemui awak media. Sebab, atas hal ini nama keluarga besar Shiddiqiyah sudah dicemarkan. "Fitnah ini sangat keji sekali untuk hal pemerkosaan, pencabulan," ungkap Sunnah.
Ia menyebut, dalam kasus ini, ada sekelompok orang yang disebut sebagai gerombolan. Gerombolan diklaim telah melalukan fitnah karena ingin menghancurkan nama Bechi. "Sudah tidak satu dua kali mas Bechi difitnah, ini sudah berkali-kali mas Bechi di fitnah, tapi untuk kali ini mereka masukkan ke media, ya itu yang membuat keluarga tidak terima, berita ini negatif sekali," kata Sunnah.
Bahkan saat Jaksa Penuntut Umum menuntut Bechi 16 tahun penjara pun, Bechi masih saja mempertahankan opininya. Dengan segala bentuk kekerasan dan intimidasi serta narasi-narasi yang Bechi keluarkan, apakah Majelis Hakim akan menghukum Bechi setimpal?