RS Bhayangkara, Saksi Tangisan Keluarga yang Ditinggalkan

Tangis panik jadi pemandangan harian

13 Mei 2018, lima bom mengguncang Surabaya dan Sidoarjo. Ada 28 orang meregang nyawa, puluhan terluka. Melalui pengakuan saksi dan korban, kami mencoba menceritakannya kembali. Penuturan mereka menunjukkan bahwa apapun dalihnya, terorisme adalah kejahatan kemanusiaan dan tak selayaknya mendapat tempat di muka bumi.  

 

Surabaya, IDN Times - Tiga buah peti jenazah bertengger di depan kamar mayat Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jatim, Minggu (13/5/2018). Peti yang akan mengantarkan empunya ke liang lahat itu dibiarkan di samping pintu. Saat itu sekitar pukul 10.00 WIB masih belum diketahui siapa yang akan dimasukkan ke dalam sana. Apakah korban? Atau pelaku ledakan bom bunuh diri?

Rosa Folia, salah satu jurnalis IDN Times telah berjaga di RS Bhayangkara sejak pagi. Ia mengamati hiruk pikuk meja redaksi dan rekan jurnalis yang sedang berada di lokasi ledakan bom, Gereja Kristen Indonesia Diponegoro, Gereja Santa Maria Tak Bercela, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya Arjuno. Ia pun tak mengetahui pasti peti-peti itu diperuntukkan kepada siapa.

"Saat itu masih belum terlalu ramai sama wartawan lainnya. Ada beberapa tapi gak terlalu ramai," tutur Rosa.

 

 

1. Keluarga para korban tampak berharap cemas

RS Bhayangkara, Saksi Tangisan Keluarga yang DitinggalkanIDN Times/Reza Iqbal

Rosa dan wartawan lainnya tak sendiri menebak-nebak siapa yang akan dimasukkan ke dalam kotak-kotak putih itu. Beberapa wanita juga menunggu di depan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). Mereka nampak khawatir menanti apakah rekanannya merupakan salah satu korban atas ledakan yang terjadi di GPPS Arjuno.

"Salah satunya kakaknya atau adiknya. Aku gak terlalu ingat. Mereka cari tahu apakah dia jadi korban atau tidak. Tapi baru ketahuannya Senin, soalnya memang korban gak pulang," terang Rosa.

Bau sekitar RS Bhayangkara pagi itu masih khas seperti rumah sakit pada umumnya, bau obat. Belum ada korban luka-luka yang dilarikan ke sana. Hingga akhirnya sekitar pukul 14.30 WIB, mobil ambulans Dokpol Polda Jatim tiba di RS Bhayangkara. Aparat kepolisian bersenjata lengkap pun menjaga dengan ketat kedatangan mobil tersebut. Rosa dan awak media lainnya berlarian mengejar mobil tersebut. Namun langkah mereka sempat ditahan.

2. Satu per satu jenazah mulai dikenali

RS Bhayangkara, Saksi Tangisan Keluarga yang DitinggalkanIDN Times/Reza Iqbal

Akhirnya, satu tubuh yang kehilangan nyawanya akibat bom tiba di kamar mayat. Saat itu alih-alih sesosok jasad manusia yang digotong menggunakan tandu, melainkan dua buah kantong jenazah berwarna kuning yang belum pasti apakah itu milik seseorang atau beberapa orang lainnya.

"Aku sempat lihat potongan kakinya," kenang Rosa

Setelah beberapa saat, suasana RS Bhayangkara semakin ramai. Awak media dari stasiun TV nasional tiba di sana. Kebanyakan menerjunkan personel tim lengkap yang dikirim dari Jakarta. Suasana pun makin riuh saat rombongan Presiden Republik Indonesia tiba di RS Bhayangkara sekitar pukul 16.20 WIB.

3. Jokowi kutuk kejadian tersebut

RS Bhayangkara, Saksi Tangisan Keluarga yang DitinggalkanIDN Times/Rosa Folia

Kala itu Presiden RI Joko "Jokowi" Widodo datang didampingi oleh Menko Polhukam, Wiranto, Kepala Badan Intelijen, Komjen (Pol) Budi Gunawan dan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian. Ia langsung memberikan pernyataannya terhadap tragedi kemanusiaan tersebut.

"Terorisme tidak mengenal agama apa pun. Ini merupakan tindakan biadab dan pengecut karena menggunakan anak-anak sebagai pelaku pemboman," tegas Jokowi. Tak beberapa lama, ia bersama rombongan meninggalkan RS Bhayangkara.

4. Seorang korban sempat mengeja nomor temannya sebelum tewas

RS Bhayangkara, Saksi Tangisan Keluarga yang DitinggalkanIDN Times/Fitria Madia

Semakin larut, suasana RS Bhayangkara semakin ramai. Jenazah-jenazah pun mulai berdatangan. Bau obat yang menyengat sudah berganti dengan bau anyir yang menusuk hidung. Peti mati yang awalnya hanya 3 pun ditambah hingga 11 buah.

Keesokan harinya, jenazah pertama tiba di kamar mayat RS Bhayangkara pukul 05.00 WIB. Ia adalah korban ledakan bom di GPPS Arjuno, Sri Puji Astuti (67). Tuti meninggal dunia pukul 23.30 WIB setelah mendapatkan perawatan intensif di RSUD Dr Soetomo Surabaya.

Jenazah Tuti dijemput oleh kerabatnya sekitar pukul 10.00 WIB. Eli, sahabat Tuti yang juga tinggal serumah dengannya menanti jenazah Tuti dengan muka murung. Kantung matanya yang sudah keriput nampak bengkak dan memerah.

"Betapa ajaibnya dia sempat mengejakan nomor telepon saya. Padahal keadaannya sudah sangat mengenaskan. Sungguh mukjizat Tuhan," tutur Eli lirih menceritakan bagaimana Tuti mengeja nomornya ke salah satu dokter sebelum meninggal. Meski dengan kondisi tubuh yang dipenuhi luka bakar hingga ke wajah, Tuti masih berharap Eli dapat mengenalinya.

Baca Juga: Bom Gereja Pantekosta, Perenggut Nyawa Si Tukang Parkir Cilik

5. Seorang tukang parkir cilik juga menjadi korban

RS Bhayangkara, Saksi Tangisan Keluarga yang DitinggalkanIDN Times/Fitria Madia

Kisah melegakan Eli yang akhirnya dapat bertemu dengan sahabatnya masih belum dimiliki oleh Agus Tri Subekti (50). Agus dengan linglung duduk di sebuah kursi samping ruang jenazah. Ia tengah mencari keberadaan keponakannya Daniel Agung Putra Kusuma (16) yang entah ada di mana.

"Semalam saya dapat kabar kalau ada di sini (RS Bhayangkara). Tapi kok gak ada" ucap Agus.

Daniel merupakan seorang juru parkir di GPPS Jalan Arjuno. Saat bom meledak, Daniel diketahui sedang bertugas di bagian depan gereja, titik di mana minibus pelaku bom menabrak gerbang gereja hingga meledak. Namun sejak kejadian tersebut hingga keesokan harinya, sosok Daniel masih belum ditemukan.

Akhirnya sosok Daniel dapat diidentifikasi sekitar pukul 15.00 WIB sore itu. Agus yang telah menanti sejak pukul 07.00 WIB langsung menghubungi anggota keluarga yang lain untuk menjemput bocah SMP itu. Ketika mereka datang, tangis pecah tak tertahankan. Kakak Daniel sampai tak kuasa menahan diri. Ia nampak hampir jatuh beberapa kali.

6. Tangis bercampur panik menjadi pemandangan RS Bhayangkara hingga beberapa hari berikutnya

RS Bhayangkara, Saksi Tangisan Keluarga yang DitinggalkanIDN Times/Reza Iqbal

Kesedihan yang dimiliki oleh Eli dan Agus juga dialami oleh puluhan orang lain yang ditinggalkan keluarga dan sahabatnya. Puncaknya pada Senin (14/5/2018) puluhan orang hilir mudik di RS Bhayangkara untuk menjemput kerabatnya. Tatapan nanar seperti seragam yang dimiliki oleh orang-orang tersebut. RS Bhayangkara tak sepi oleh tangisan kerabat yang ditinggalkan.

Namun tak hanya kerabat korban yang berlalu lalang di RS Bhayangkara. Ada pula para relawan yang ingin membantu meringankan beban para kerabat yang ditinggalkan. Salah satunya dari Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia. Dengan mengenakan seragam berwarna ungu, mereka mendampingi para kerabat dan memberikan trauma healing.

Salah satunya bernama Pia. Pia, yang juga mendampingi kerabat Tuti, mengatakan bahwa IPK akan siap sedia di RS Bhayangkara hingga sepekan setelah kejadian bom meledak. Tak hanya dari IPK, proses trauma healing juga dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas Sosial Pemerintah Kota Surabaya.

Selain IPK Indonesia, ada pula millennials yang nampak sibuk membagikan makanan kepada keluarga yang sedang menunggu, polisi, maupun awak media. Mereka merupakan mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandala. Makanan dan minuman yang dibagikan merupakan wujud empati mereka dan upaya membantu para petugas di sana.

"Ya, kami tujuannya ingin membagikan ke keluarga korban. Kan kasihan. Tapi kalau kondisinya seperti ini kan ada bantuan dari polisi, lalu mungkin teman-teman wartawan," ujar Vincentius, salah satu mahasiswa.

RS Bhayangkara, Saksi Tangisan Keluarga yang DitinggalkanIDN Times/Deby Amaliasari
https://www.youtube.com/embed/ZpQRvMCoOyM

Baca Juga: Tamu Tak Diundang di Mapolrestabes Surabaya

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya