Cerita Swab di Surabaya, Hasil Tak Kunjung Keluar dan Penuhnya Antrean

Bahkan sudah hari ke-19 tak kunjung keluar

Surabaya, IDN Times - Menunggu tanpa kepastian memang tidak enak. Apalagi kalau yang ditunggu adalah kabar yang cukup berbahaya, yaitu status terkonfirmasi COVID-19. Situasi tak mengenakkan ini yang sempat saya alami. Saya menunggu hasil tes swab Polymerase Chain Reaction (PCR) selama dua pekan lebih. Bahkan, hingga kini, salah satu hasil tes swab saya tak kunjung keluar meski sudah 19 hari.

Lamanya hasil tes swab keluar tentu menimbulkan ketakutan tersendiri bagi saya. Selain takut terjangkit, saya juga khawatir menulari keluarga. Rekan-rekan lain yang sempat bertemu saya sebelum saya dinyatakan reaktif rapid test pun sama resahnya. Sebab, semakin lama pengumuman tes swab PCR keluar, semakin besar pula potensi penularan COVID-19 terjadi di lingkungan saya.

1. Usai saya dinyatakan reaktif, saya bergegas mencari layanan tes swab

Cerita Swab di Surabaya, Hasil Tak Kunjung Keluar dan Penuhnya AntreanIlustrasi Rapid Test Tim IDN Times (IDN Times/Herka Yanis)

Cerita bermula saat saya dinyatakan reaktif rapid test pada 16 Juli lalu. Untuk antisipasi, saya pun bergegas mencari layanan tes swab di Kota Surabaya. Tujuan pertama saya adalah tes swab PCR yang disediakan oleh Pemerintah Kota Surabaya di Gelora Pancasila. Selain gratis, informasi yang saya dapatkan, hasil tes di sini bisa keluar lebih cepat daripada tes di rumah sakit. Apes, saat itu lokasi tes tersebut sedang libur.

Kemudian saya menghubungi berbagai rumah sakit untuk menanyakan biaya dan ketersediaan tes swab PCR. Saya ingin mencari rumah sakit yang hasil tesnya cepat namun dengan biaya semurah mungkin, sesuai permintaan kantor.

Salah satu rekomendasi utama adalah RS Premiere. Rumah sakit ini memiliki mesin PCR sendiri sehingga bisa menguji sampel lebih cepat, tak perlu mengantre di laboratorium lainnya. Biaya tesnya pun tergolong lebih murah, yaitu Rp1.850.000 dengan perkiraan hasil keluar sekitar 3 hari. Ternyata, saat itu jadwal tes telah penuh. Baru tersedia 4 hari kemudian. Tentu saya tidak mau menunggu selama itu.

Kemudian saya mencoba bertanya ke rumah sakit lain yang memiliki mesin PCR sendiri seperti RS Husada Utama. Di sana jadwal tes baru tersedia pada tanggal 20 Juli dengan biaya Rp2.000.000, cukup berat bagi saya. Sedangkan satu-satunya jadwal yang tersedia di hari itu adalah National Hospital. Tapi biayanya paling mahal yaitu Rp2.750.000.

Akhirnya saya menemukan RS PHC, rumah sakit BUMN itu memiliki mesin PCR sendiri sehingga mengklaim hasil tes bisa keluar dalam 2 hari saja. Tarifnya pun paling murah yaitu Rp1.700.000. Di tambah lagi, saat itu tersedia jadwal untuk Sabtu, 18 Juli 2020. Saya pun memutuskan untuk mendaftar tes swab PCR di RS PHC.

2. Lantaran ada kabar terbaru, saya memilih tes swab yang disediakan oleh Pemkot

Cerita Swab di Surabaya, Hasil Tak Kunjung Keluar dan Penuhnya AntreanProses para ibu hamil ikuti tes swab PCR di Gelora Pancasila, Selasa (21/7/2020). Dok BPB dan Linmas Kota Surabaya

Keesokan harinya, tiba-tiba saya mendapat kabar bahwa tes swab PCR oleh Pemkot Surabaya di Gelora Pancasila kembali dibuka. Dengan pertimbangan biaya gratis dan cepat, saya kemudian beralih pilihan untuk tes swab PCR di sana. Saya kemudian menjalani tes swab PCR sekitar pukul 11.30 WIB. 

Hari-hari berikutnya, adalah saat-saat yang membuat saya gusar. Maklum, hingga satu pekan, hasil swab tak kunjung keluar. Saya pun langsung menanyakan pada Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita. Ia menjelaskan bahwa reagen milik Pemkot Surabaya habis. Oleh karena itu spesimen saya dan rekan saya tak kunjung diuji.

“Reagennya habis. Sejak berapa lama ya? Sudah seminggu-dua minggu kami pesan,” ujarnya saat ditemui IDN Times, Rabu (29/8/2020).

3. Hasil dari PHC baru keluar lima hari setelah tes

Cerita Swab di Surabaya, Hasil Tak Kunjung Keluar dan Penuhnya AntreanIlustrasi tes swab. (IDN Times/Mia Amalia)

Tak mau menunggu lama, saya kembali ke rencana awal. Pada tanggal 22 Juli 2020, saya akhirnya menuju RS PHC untuk menjalani tes swab kedua. Terlebih, pihak rumah sakit mengatakan bahwa mesin yang mereka miliki bisa memproses 250-350 spesimen dalam sehari. Dengan kemampuan tersebut, mereka percaya bahwa pasien yang melakukan tes swab di sana bisa mendapatkan hasilnya paling lama 2x24 jam.

Usai tes, saya pun kembali menunggu sembari melakukan isolasi mandiri di rumah. Sayang, penantian saya tak terjawab dalam dua hari. Hasil swab saya justru baru keluar di hari kelima, itu pun setelah saya tanya berkali-kali ke layanan pelanggan. Meski telat, saya bersyukur karena dinyatakan negatif COVID-19.

Saya sempat bertanya kepada pihak manajemen rumah sakit mengapa hasil swab keluar lebih dari dua hari. 

“Sudah kami cek sebenarnya tanggal 23 sudah keluar hasilnya. Harusnya otomatis ke-blast ke pasien. Tapi ini sepertinya ada kesalahan di sistem kami,” kata VP PR & Subsidiaries Management RS PHC Surabaya, Prita Pinastingtyas.

Adapun hasil swab dari Pemkot hingga saat ini belum keluar meski sudah 19 hari. Kenyataan ini pun menepis anggapan saya. Saya sempat berpikir bahwa status ibu kota Provinsi akan membuat layanan kesehatan akan mudah didapatkan di Surabaya. 

4. Jumlah spesimen yang telah diuji di Jatim tergolong rendah

Cerita Swab di Surabaya, Hasil Tak Kunjung Keluar dan Penuhnya AntreanMobil laboratorium yang digunakan untuk rapid test dan tes swab massal di terminal Keputih, Sukolilo Kamis (4/6). IDN Times/Radiktya Catur

Permasalahan tes swab di Kota Surabaya rupanya juga dialami di tingkat provinsi. Dampakya, Jawa Timur menjadi salah satu provinsi dengan jumlah total spesimen yang rendah jika dibandingkan dengan jumlah kasus positif COVID-19 yang terus meningkat tiap harinya. Hingga 4 Agustus, telah ada 1.575.043 spesimen yang diperiksa di tingkat nasional. Sementara Jatim hanya menyumbang 133.708 spesimen yang telah dites (data tanggal 1 Agustus 2020). Jika dibandingkan dengan provinsi lain, Jawa Barat telah menguji 159.896 spesimen, sementara DKI Jakarta sebanyak 600.325 spesimen.

Meski demikian, Pemerintah Provinsi Jatim menganggap bahwa mereka telah melakukan tes secara masif. Saat ini telah ada 47 mesin PCR dan 23 TCM yang tersebar di Jatim dengan kapasitas tes 3.000-5.449 spesimen per hari. Dengan total jumlah penduduk sekitar 40 juta orang, maka 1 dari 299 orang telah melakukan tes swab PCR.

“Jatim konsisten memilih tes masif sesuai data terlampir," ujar Gubernur Jawa Timur, Khofifah.

5. Tes di Jatim belum maksimal

Cerita Swab di Surabaya, Hasil Tak Kunjung Keluar dan Penuhnya AntreanTim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa

Namun sayangnya, tes yang dianggap masif oleh Pemprov Jatim tersebut belum cukup. Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair), dr. Windhu Purnomo mengatakan bahwa seharusnya tes swab dilakukan pada 10 persen jumlah penduduk. Dengan demikian seharusnya telah ada 400 ribu orang di Jatim yang sudah pernah melakukan tes swab.

Artinya kita harus kumulatif, harus 400 ribu. Kita jauh di bawah itu," tuturnya.

Agar target itu segera terpenuhi, Windhu menjabarkan skema tes swab dalam mingguan. Dia mengatakan, harusnya dalam satu minggu sebanyak 1.000 per 1 juta penduduk menjalani tes ini. Jadi kalau penduduknya 40 juta, dalam satu minggu harus 40 ribu tes swab. Apabila dibagi per hari sekitar 5.700 tes.

"Sekarang Jatim sudah lebih massif. Kapasitas Jatim 4.500 per hari. Tapi yang dilakukan 3.500-4.500 per hari. Masih kurang 1.200," ucap Windhu.

"Gak banyak kekurangannya. Harus dikejar sampai 5.700 per hari. Harus proporsional. Jangan lebih banyak di kabupaten/kota. Bisa dibagi per jumlah penduduk kabupaten/kota," imbuhnya.

Baca Juga: Hasil Sementara Tes Swab Massal Bumil, 11 Orang Positif COVID-19

6. Harus ada penyediaan alat baru

Cerita Swab di Surabaya, Hasil Tak Kunjung Keluar dan Penuhnya AntreanDr. Pandu Riono dalam Ngobrol seru by IDN Times dengan tema "100 Hari Pandemik Globql: Workshop Meliput COVID-19". IDN Times/Besse Fadhilah

Selain itu, Juru Wabah dari Universitas Indonesia, Dr. Pandu Riono menambahkan bahwa dengan tingkat penularan yang ada di Jatim utamanya Surabaya, kecepatan dan kemampuan tes PCR harus ditingkatkan sesegera mungkin. Pasalnya salah satu kunci utama dalam penanganan pandemik COVID-19 adalah kecepatan dan kemampuan testing secara masif.

“Nanti kalau lama tesnya, penularan akan tetap terjadi. Yang di luar itu akan tetap bisa menulari. Meski akhirnya banyak yang sembuh, tapi kasus yang bertambah juga banyak,” jelasnya.

Apalagi jika kepastian status konfirmasi COVID-19 tak kunjung keluar, pasien tersebut berisko menularkan COVID-19 kepada orang lain. Semakin lama ia menunggu, semakin banyak orang yang tertular. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia yang belum patuh untuk melakukan isolasi mandiri atau pun menegakkan protokol kesehatan.

Sebagai solusi, Pandu menyarankan agar Pemkot Surabaya atau Pemprov Jatim untuk segera meminta bantuan tambahan alat tes PCR dan pasokan reagen kepada BNPB. Pasalnya Pemkot mengeluhkan sulitnya mendapatkan reagen bahkan hingga berminggu-minggu tak kunjung tiba. Selain itu, Pandu menyarankan agar mereka mengganti mesin dengan versi terbaru agar bisa menguji spesimen lebih banyak dalam sehari.

“Kita ini balapan dengan kecepatan penularan. Sudah tidak zaman satu mesin sekitar 200, seharusnya bisa ribuan. Reagen juga kalau habis minta saja ke Presiden. Sekarang itu kita harus berani ngemis untuk kepentingan rakyat,” pungkasnya.

Baca Juga: Dua Kali Swab, Istri Wabup Jombang Dinyatakan Positif COVID-19

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya