Bukan Membangun Saluran Air, Ini Solusi Kekeringan di Jatim 

Membangun saluran butuh biaya mahal, sumber air juga sulit dijangkau

Surabaya, IDN Times - Bencana kekeringan yang menimpa Provinsi Jawa Timur sudah berlangsung selama berminggu-minggu. Namun rupanya fenomena tersebut belum dapat teratasi secara sepenuhnya. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jatim, Suban Wahyudiono menuturkan bahwa saat ini pihaknya telah berupaya maksimal untuk membantu masyarakat untuk mendapatkan air bersih.

1. Daerah kritis tidak akan naik tingkat

Bukan Membangun Saluran Air, Ini Solusi Kekeringan di Jatim BNPB

Suban menjelaskan bahwa terdapat tiga tingkatan kekeringan yaitu kekeringan langka terbatas, kekeringan langka, dan kekeringan kritis. Untuk kekeringan langka terbatas dan kekeringan langka, Suban mengaku kondisi tersebut dapat diatasi dengan pengeboran dan pembangunan embung air. "Jadi nanti masyarakat dapat mengakses air lagi dari potensi-potensi air yang sudah kita bor misalnya," jelasnya ketika dihubungi IDN Times, Sabtu (15/9).

Namun lain hal dengan kekeringan kritis, kondisi daerah yang mengalami kekeringan kritis berarti tidak ada lagi potensi air yang tersisa di daerah tersebut. Dalam kasus ini, berarti pemerintah tidak dapat mengebor atau membuat saluran air di sekitar daerah tersebut untuk mengatasi kekeringan. "Makanya daerah yang kritis itu selesainya ya nanti ketika musim kemarau selesai. Tidak bisa diberi sumber air," terangnya

2. Daerah kritis bukan prioritas utama pembangunan saluran air

Bukan Membangun Saluran Air, Ini Solusi Kekeringan di Jatim BNPB

Ia melanjutkan bahwa saat ini pihaknya sudah membangun saluran-saluran air di 126 desa yang berarti 25 persen dari daerah terdampak sudah dapat teratasi. Pada tahun 2019, pihaknya akan melanjutkan pembangunan saluran air untuk 97 desa. Desa-desa tersebut bukan merupakan desa dengan kekeringan kritis.

Ia mengaku, daerah dengan kekeringan kritis bukan merupakan prioritas utama pembangunan saluran air. Hal ini lantaran sumber air yang didapatkan cukup jauh. Sebagai contoh, Suban menyebutkan salah satu desa di Madura yang sumber airnya berjarak 15 km di atas gunung. "Jadi perlu biaya yang besar untuk membangun itu. Kita kerjakan yang mudah dulu. Daerah yang kritis itu nanti kalau sudah teratasi semua," jelasnya.

Baca Juga: Begini Dampak Kekeringan di Jawa dan Nusa Tenggara

3. Penanganan masih berupa dropping air

Bukan Membangun Saluran Air, Ini Solusi Kekeringan di Jatim ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Namun Suban mengatakan bahwa BPBD tidak menelantarkan daerah dengan kekeringan kritis tersebut begitu saja. Pihaknya selalu memberikan air (dropping) dalam tangki air berukuran 6.000 liter kepada daerah dengan kekeringan kritis untuk keperluan air rumah tangga. "Hingga kini kita sudah dropping 1.670 tangki air yang masing-masing 6.000 lt," ungkapnya.

Berdasarkan perkiraan BMKG, hujan akan mulai turun pada bulan November. Sehingga Suban memperkirakan bencana kekeringan ini akan usai pada akhir Oktober. "Kita doakan saja supaya kemarau segera usai sehingga daerah yang terdampak kekeringan dapat teratasi," harapnya.

Baca Juga: Dilanda Kekeringan, Pemkab Lamongan Tetap "Pede"

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya